Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP telah resmi menjadi usul inisiatif DPR lewat rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025. Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mencatat setidaknya ada delapan materi yang perlu ada di dalam RUU KUHAP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi tersebut sempat menyampaikan surat terbuka kepada Komisi III dan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR pada Senin, 10 Februari 2025. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan saat itu mengatakan koalisi telah melakukan kajian terhadap RUU KUHAP. Beleid itu termasuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menilai KUHAP yang sudah diberlakukan sejak Desember 1981 sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman maupun kebutuhan terkait dengan perkembangan sistem peradilan pidana,” kata Fadhil kepada awak media di gedung parlemen, Jakarta Pusat.
Poin pertama yang dicatat oleh koalisi adalah perlu adanya perbaikan kerangka dasar KUHAP yang berpegang teguh pada prinsip proses hukum yang adil (due process of law) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu, koalisi meminta DPR memasukkan klausul tentang mekanisme uji upaya paksa yang objektif melalui pengadilan atau judicial scrutiny.
Kemudian, koalisi menuntut penguatan hak tersangka, terdakwa, maupun terpidana. Lebih lanjut, koalisi juga meminta adanya mekanisme keberatan atas tindakan penegakan hukum yang sewenang-wenang dan bertentangan dengan HAM. Mekanisme tersebut diharapkan lebih efektif dari praperadilan. Poin lainnya adalah koalisi meminta pengaturan mengenai hak korban dalam KUHAP.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga meminta DPR segera membuka akses terhadap draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana kepada publik. “Hal ini penting karena keterbukaan informasi terkait proses legislasi merupakan hak publik,” kata ICJR dalam keterangan tertulisnya kemarin, Selasa, 18 Februari 2025.
Adapun saat rapat paripurna, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan pengesahan revisi RUU KUHAP sebagai usul inisiatif DPR adalah berdasarkan surat dari pimpinan Komisi III DPR RI tertanggal 12 Februari 2025. “Apakah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, RUU usul inisiatif Komisi III DPR RI, dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI?” tanya Adies kepada rapat paripurna. Ia kemudian mengetok palu setelah mendapat jawaban setuju dari para anggota yang hadir.
RUU KUHAP kini masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 atas usulan Komisi III. Menurut komisi tersebut, RUU itu perlu segera dibahas karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Nasional akan berlaku mulai 2026 mendatang. Sedangkan jalannya KUHP membutuhkan ketentuan yang diatur dalam KUHAP.