Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pegiat: Revisi Omnibus Law Menabrak Aturan

Pemerintah berencana merevisi materi UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah tanpa menerbitkan perpu.

23 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masa aksi yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Merdeka Barat, Jakarta, 20 Oktober 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Revisi Omnibus Law Menabrak Aturan

  • Revisi Omnibus Law Menabrak Aturan

  • Revisi Omnibus Law Menabrak Aturan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pegiat dan ahli hukum tata negara khawatir setelah mendengar rencana pemerintah untuk merevisi omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja tanpa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Pemerintah berpotensi melanggar konstitusi lantaran merombak ketentuan tanpa melalui tata cara pembentukan perundang-undangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, tanpa menerbitkan perpu, mustahil pemerintah bisa mengutak-atik materi UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah. Pemerintah juga tidak bisa merombak ketentuan yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat hanya melalui aturan turunan peraturan pemerintah atau peraturan presiden. “Bahasa ’revisi’ itu menyesatkan. Peraturan pemerintah tidak bisa melampaui undang-undang,” ujar Feri saat dihubungi, kemarin.

 Presiden Joko Widodo dikabarkan mengakomodasi usul organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Pemerintah mewacanakan bakal menampung berbagai usulan organisasi itu melalui aturan turunan UU Cipta Kerja. Nantinya, bakal ada 35 peraturan pemerintah dan lima peraturan presiden sebagai ketentuan pelaksana undang-undang sapu jagat itu.

 Feri justru menganggap kata “perbaikan” untuk mengakomodasi kritik masyarakat merupakan kata manipulatif untuk meredam situasi yang memanas akibat pengesahan UU Cipta Kerja. Apalagi pemerintah telah menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tak akan menerbitkan perpu untuk merevisi undang-undang. ”Tidak logis alasan pemerintah bakal merevisi tanpa proses legislasi di DPR maupun melalui penerbitan perpu," ucap Feri.

 Jika revisi tetap dilakukan, pemerintah disinyalir merombak naskah undang-undang tanpa melalui prosedur yang diatur konstitusi. Apalagi Feri juga mendengar saat ini naskah UU Cipta Kerja telah berubah dari 812 halaman menjadi setebal 1.187 halaman. Hal ini dibenarkan oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf, ihwal perubahan naskah yang sebelumnya sudah disetujui DPR.

 Draf UU Cipta Kerja saat ini berada di tangan Presiden Joko Widodo untuk diteken menjadi undang-undang. Aturan ini bakal otomatis berlaku pada 5 November mendatang dengan atau tanpa tanda tangan Presiden. DPR sebelumnya diketahui pernah mengutak-atik naskah undang-undang itu sehingga memunculkan berbagai versi. Terakhir, parlemen mengirim naskah setebal 812 halaman ke Istana Negara.

 Feri menyebutkan, Presiden Joko Widodo berpotensi mengabaikan konstitusi jika perombakan naskah UU Cipta Kerja tanpa prosedur itu benar-benar terjadi. Dia menegaskan, proses pembentukan undang-undang harus melalui lima tahapan, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

 Zainal Arifin Muchtar, ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, menyatakan peraturan pemerintah ataupun peraturan presiden tidak bisa digunakan untuk merevisi atau merombak undang-undang. "Tidak mungkin. Peraturan pemerintah itu sifatnya hanya menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya dan tidak melampaui, bahkan membatalkan, undang-undang," kata dia.

 Menurut Zainal, satu-satunya cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah segera meneken UU Cipta Kerja, lalu membatalkan pemberlakuannya melalui perpu. Presiden juga bisa membiarkan undang-undang sapu jagat itu berlaku dengan sendirinya karena satu bulan tidak diteken. Selepas itu, diterbitkan Perpu Cipta Kerja. Dia menganjurkan agar Presiden melakukan hal itu untuk mengakomodasi kritik publik.

 

Adapun Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, belum merespons rencana revisi UU Cipta Kerja dan penerbitan aturan turunan itu. Ia juga belum bisa menanggapi soal berubahnya jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja menjadi 1.187 setelah berada di tangan pemerintah. Sebelumnya, dia menjelaskan, pemerintah bakal mengakomodasi kritik melalui aturan turunan. "Ini bukan hanya pencitraan, karena memang partisipasi publik itu dibutuhkan," ucapnya.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | DEWI NURITA | AVIT HIDAYAT


 Demonstrasi Buruh Gebrak Jakarta

 Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), aliansi beberapa serikat buruh di Indonesia, menggelar demonstrasi besar-besaran untuk menolak Undang-undang Cipta Kerja di Jakarta, kemarin. Pada akhir demonstrasi, mereka mengumandangkan lagu Buruh Tani karya Syafi'i Kemamang yang dipopulerkan oleh band metal, Marjinal. Sesaat kemudian, massa membubarkan diri selepas berhari-hari berdemonstrasi.

Ribuan orang itu tumpah di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat. Mereka melompat-lompat. Beberapa di antaranya menyalakan suar. Tak lama selepas aksi, massa membelah diri ke berbagai arah, pulang ke rumah masing-masing.

Demonstrasi tersebut merupakan bagian dari upaya buruh menolak UU Cipta Kerja, yang berisi pasal-pasal bermasalah. Satu di antaranya pasal tentang aturan tenaga kerja kontrak yang dapat berlangsung seumur hidup. Berbagai organisasi buruh telah berdemonstrasi secara serentak sejak 5 Oktober lalu, tepat ketika parlemen mengesahkan UU Cipta Kerja. Demo terus berlangsung dalam beberapa gelombang dan berakhir kemarin.

Juru bicara Gebrak, Nining Elitos, menyatakan organisasinya akan terus berjuang dan melawan sampai UU Cipta Kerja itu dibatalkan pemerintah. Nantinya, buruh dan organisasi gabungan dari mahasiswa dan aktivis bakal terus melakukan aksi penolakan di kemudian hari. "Selain itu, elemen Gebrak lainnya akan tetap melakukan aksi-aksi di kawasan industri," ujar Nining.

Nining menjelaskan, mereka melakukan aksi long march dari kantor perwakilan International Labour Organizations (ILO) di Jalan M.H. Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat. Hal itu dilakukan sebagai upaya perlawanan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.

Koordinator Wilayah BEM Jabodetabek-Banten Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), Bagas Maropindra, juga menyatakan menurunkan ribuan mahasiswa untuk menolak omnibus law itu. Mereka kecewa terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang belum mau menemui mahasiswa. “Pada demonstrasi sebelumnya, Jokowi hanya mengutus Staf Khusus Presiden Aminuddin Ma’ruf menemui mahasiswa,” kata dia.

 

YUSUF MANURUNG | M JULNIS FIRMANSYAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus