Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi bidang Pertahanan DPR Frederick Kalelembang menyoroti ketentuan batas usia pensiun prajurit yang diusulkan dalam draf Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan UU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai, usulan batas masa pensiun prajurit hingga usia 65 tahun harus kembali dipertimbangkan. Sebab, potensi rongrongan bagi Panglima dan Kepala Staf cukup besar terjadi dalam usulan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setahu saya, jabatan fungsional itu yang mempunyai keahlian khusus. Jadi tolong dipertimbangkan, bisa merepotkan Panglima dan Kepala Staf kalau dimasukkan," kata Frederick di komplek Parlemen Senayan, Kamis, 13 Maret 2025.
Dalam beleid DIM RUU TNI yang diperoleh Tempo, Pasal 53 ayat (3) mengatur ihwal batas masa pensiun prajurit TNI. Di Pasal ini, prajurit yang menduduki jabatan fungsional dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai maksima usia 65 tahun.
Namun, kata Frederick, usulan tersebut mesti dipertimbangkan ulang. Alasannya, di instansi TNI hingga Polri, jabatan fungsional hanya menjadi tempat penampungan.
"Kasihan nanti Panglima dan Kepala Staf. Karena ini, jabatan yang artinya di struktural saja mungkin tidak tertampung, apalagi di jabatan fungsional," ujar politikus Partai Demokrat itu.
RUU TNI menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR 2025. Pada 13 Februari lalu, pimpinan DPR telah menerima surat bernomor R12/Pres/02/05 dari Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk wakil pemerintah dalam membahas RUU TNI.
Dalam pembahasan RUU TNI, sejumlah isu yang diusulkan antara lain tentang pengaturan baru tugas TNI di bidang non-pertahanan, batas usia pensiun prajurit, serta penempatan TNI di jabatan sipil.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi bidang Pertahanan DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono hakul yakin pembahasan RUU TNI dapat rampung sebelum memasuki masa reses, 21 Maret mendatang.
Ia keberatan manakala komisinya dianggap mengebut pembahasan RUU TNI. Menurut dia, asalkan semua tahapan pembuatan perundang-undangan terlewati maka prosesnya memang harus efisien.
"Mau panjang mau pendek, selama (semua) tahapan dilalui, itu tidak ada masalah," kata Dave.
Politikus Partai Golkar ini berdalih RUU TNI merupakan kebutuhan masyarakat, sehingga Komisi bidang Pertahanan DPR perlu bergegas untuk menyusun peraturan baru tersebut.
"Sekarang lagi proses pembahasan. Segera mungkin, kami enggak mau bertele-tele tetapi semua prosesnya itu harus dilalui," ujarnya.
Pilihan Editor : Bertabur Perwira TNI Aktif di Jabatan Sipil