Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memastikan instansinya berkomitmen dalam menjaga dan menjunjung prinsip supremasi sipil di Tanah air. Ia meminta masyarakat tak khawatir akan revisi UU TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus mengatakan prinsip supremasi sipil merupakan elemen fundamental negara demokrasi yang mesti dijaga dan dijunjung tinggi. Ia berjanji revisi UU TNI tidak akan mengikis sedikit pun supremasi sipil. "Supremasi sipil kami jaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi bidang Pertahanan DPR, Kamis, 13 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Agus, TNI akan senantiasa berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran antara militer dengan otoritas sipil. Ia memastikan TNI selalu memperhatikan batasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. "TNI berkomitmen mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme dalam menjalankan tugas pokok," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Pada Selasa, 11 Maret lalu, dalam rapat kerja dengan Komisi bidang Pertahanan DPR, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan penambahan lima kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Ia menjelaskan, bagi prajurit yang menempati pos jabatan sipil di 15 kementerian/lembaga terkait. Maka, prajurit itu tidak mesti mengundurkan diri.
Mereka yang mesti mengundurkan diri, kata dia, adalah prajurit yang menempati jabatan sipil di luar 15 kementerian/lembaga dimaksud. "Di luar 15 plus, dia mesti pensiun," kata Sjafrie.
Usulan penambahan pos jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif ini disorot pelbagai pihak. usulan ini dinilai tak sejalan dengan semangat reformasi. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, usulan penambahan pos prajurit TNI di jabatan sipil mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil. "Usulan ini berisiko mengikis prinsip supremasi sipil," kata Isnur.
Menurut dia, penempatan prajurit TNI di luar fungsi sebagai alat pertahanan bukan hanya melanggar aturan dalam Undang-Undang TNI, tapi juga berpotensi memperlemah profesionalisme prajurit. Penambahan pos jabatan sipil bagi prajurit juga akan merusak sistem merit dan karier aparatur sipil negara lantaran TNI diberikan karpet merah untuk menempati jabatan strategis di ranah sipil dengan melalui revisi Undang-Undang TNI. "Menempatkan TNI pada jabatan sipil jauh dari tugas dan fungsi sebagai alat pertahanan. Ini sama saja dengan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI," ujar dia.
Merujuk Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI, prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di 10 kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Kemudian, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung. Namun, dalam revisi UU TNI diusulkan penambahan lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
Adapun. RUU TNI menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR 2025. Pada 13 Februari lalu, pimpinan DPR telah menerima surat bernomor R12/Pres/02/05 dari Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk wakil pemerintah dalam membahas RUU TNI.