Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YOGYAKARTA - Hujan mengguyur ribuan mahasiswa dan warga yang berkumpul menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di pertigaan Gejayan, Yogyakarta, kemarin. Tak berpayung dan tak mengenakan jas hujan, mereka bergeming. Para demonstran meneriakkan yel-yel menolak pembahasan omnibus law tersebut. "Gagalkan omnibusuk law," pengunjuk rasa berteriak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para mahasiswa datang dari berbagai kampus di Yogyakarta. Mereka bergabung dengan aktivis dari berbagai organisasi dalam wadah Aliansi Rakyat Bergerak. Pengunjuk rasa dari Universitas Negeri Yogyakarta datang terlebih dulu pada siang hari dari arah barat pertigaan Gejayan. Sejam kemudian, mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta tiba dari arah selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rombongan mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyusul dari arah timur. Demonstran membawa spanduk bertulisan "Tolak Omnibusuk Law". "Sudah seharusnya semua orang marah. Omnibus law ngawur, bahaya bila disahkan," kata juru bicara Aliansi Rakyat Bergerak, Kontra Tirano.
Demonstran yang turun sebagian besar pernah mengikuti aksi Gejayan Memanggil I dan II pada September 2019. Saat itu, massa memprotes pembahasan beberapa RUU bermasalah, seperti RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengancam demokrasi, dan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengebiri kewenangan lembaga antirasuah.
Kontra mengatakan para demonstran melihat bahwa pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja tidak berpihak pada kesejahteraan buruh dan berpotensi menindas buruh perempuan. "Upah minimum dihapus, cuti haid dihapus," dia menuturkan. Selain itu, RUU tersebut mengancam kelestarian lingkungan dan independensi pers.
Menurut Kontra, lingkungan terancam rusak karena RUU Cipta Kerja menghapus izin lingkungan. Ancaman pidana untuk perusahaan yang melanggar aturan pun dihapus dan diganti menjadi sanksi administrasi. "RUU Cipta Kerja memotong prosedur yang dianggap menghambat investasi serta pertumbuhan ekonomi, tapi mengancam pemenuhan hak-hak masyarakat sipil," ucap dia.
Kontra berujar, Aliansi Rakyat Bergerak telah membentuk tim kajian yang beranggotakan aktivis Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Hasilnya adalah kajian setebal 104 halaman yang berisi tinjauan RUU Cipta Kerja dari perspektif ekonomi politik, ketenagakerjaan, pertanian dan persaingan usaha, pendidikan, investasi, kegiatan berusaha, dan tata ruang.
Tempo mengamati, jumlah demonstran kali ini tidak sebanyak aksi Gejayan Memanggil I dan II. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Obed Kresna Widyaprathista, menyebutkan RUU yang ditolak dalam aksi Gejayan Memanggil I lebih membumi bagi mahasiswa, sehingga semua orang merasa dekat. "Mahasiswa agak kesulitan mengartikulasikan omnibus law. Isunya berat."
Demonstrasi yang berjalan sejak pukul 12.00 hingga 17.00 itu berlangsung tertib. Selepas demonstrasi, mahasiswa menyatakan siap melakukan mogok nasional bersama mahasiswa dan masyarakat sipil dari berbagai daerah di Jakarta.
Demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja juga berlangsung di Temanggung, Jawa Tengah. Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Omnibus Law menggelar unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Temanggung. SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA) | ANTARA | EFRI RITONGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo