Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebagian warga Maybrat mengungsi ke hutan akibat konflik bersenjata di Papua.
Logistik warga Maybrat yang mengungsi akibat konflik bersenjata semakin menipis.
Warga Maybrat yang mengungsi berkeinginan pulang ke rumahnya untuk merayakan Natal.
JAKARTA – Ribuan warga Kabupaten Maybrat, Papua Barat, hingga kini masih bertahan di pengungsian akibat konflik di Papua. Konflik bersenjata antara aparat gabungan TNI dan Kepolisian Republik Indonesia dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) ini terjadi sejak awal September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Advokat dari Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) untuk Papua, Yohanis Mambrasar, mengatakan jumlah pengungsi akibat konflik militer ini mencapai 3.121 orang. Mereka terdiri atas 2.546 orang dewasa dan lebih dari 575 orang berusia 7-18 tahun. Para pengungsi ini berasal dari 50 desa di Kabupaten Maybrat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka mengungsi ke beberapa tempat, seperti ke Kabupaten Sorong dan Kota Sorong—daerah tetangga Maybrat—serta sebagian lagi memilih menyingkir ke hutan. “Sekitar 60-70 persen mengungsi ke Kota Sorong dan Kabupaten Sorong,” kata Yohanis, kemarin.
Menurut Yohanis, kondisi para pengungsi ini sangat memprihatinkan. Mereka tinggal berdesak-desakan. Satu rumah pengungsian diisi hingga enam keluarga. Para pengungsi juga sudah tidak lagi mendapat bantuan logistik dari pemerintah sejak dua bulan lalu.
“Bantuan dari pemerintah datang di awal saja. Kini persediaan makanan para korban pengungsian sudah menipis,” kata Yohanis.
Yohanis mengatakan pengungsi sudah berkali-kali mengadukan kondisi mereka kepada kepala kampung dan kepala distrik. Tapi laporan mereka tak direspons. “Pemerintah mengurus di awal saja. Itu pun hanya kepada warga yang mengungsi ke Kabupaten Sorong dan Kota Sorong,” ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Republik Indonesia, Beka Ulang Hapsara, berdialog dengan pengungsi setelah penyerangan pos-pos TNI Angkatan Darat di Maybrat, Papua Barat. ANTARA/ HO-Komnas HAM Republik Indonesia
Warga Maybrat memilih mengungsi setelah terjadi konflik bersenjata antara TNI-Polri dan TPNPB pada 2 September 2021. Awalnya kelompok kriminal bersenjata ini menyerang pos Komando Rayon Militer (Koramil) Kisor. Penyerangan ini mengakibatkan empat anggota TNI meninggal, sedangkan dua tentara lainnya terluka.
TNI dan Polri membalas serangan ini dengan menyisir sejumlah wilayah di Maybrat, keesokan harinya. Aparat gabungan ini lantas mengamankan dua warga setempat. Lalu TNI-Polri menetapkan 17 orang masuk daftar pencarian orang (DPO).
Pegiat HAM di Papua memperoleh informasi bahwa kedua warga Maybrat yang ditangkap itu sempat mengalami penyiksaan. Aparat gabungan juga diduga melakukan kekerasan kepada warga selama penyisiran untuk mencari anggota TPNPB.
Dalam catatan Yohanis Mambrasar, konflik militer di Maybrat ini telah mengakibatkan delapan warga sipil meninggal dan delapan orang dipenjara. Satu orang lainnya bernama Manfred Tamunete masih dinyatakan hilang hingga saat ini.
Yohanis bersama koalisi masyarakat sipil di Papua sudah melaporkan dugaan kekerasan terhadap warga ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Tapi mereka belum mendapat perkembangan laporan itu dari Komnas HAM. “Ya, belum ada perubahan,” kata Yohanis.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jendral Dedi Prasetyo, yang dimintai konfirmasi, mengatakan pihak kepolisian akan menindak tegas anggotanya jika menyalahi prosedur di lapangan. “Prinsipnya, setiap anggota yang terbukti bersalah akan kami tindak,” kata Dedi.
Dedi juga mengarahkan Tempo agar meminta konfirmasi kepada Kepolisian Daerah Papua. Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal, yang dihubungi, belum menjawab upaya konfirmasi Tempo soal ini.
Berbeda dengan temuan koalisi masyarakat sipil di Papua, Komnas HAM mendapati keadaan sebagian besar pengungsi cukup layak. Koordinator Sub-Komisi Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan lembaganya menemukan sebagian besar pengungsi hidup dalam kondisi layak. Temuan itu diperoleh saat lembaganya memantau lokasi pengungsian.
“Sebagian besar dari mereka tinggal di rumah kerabatnya. Mereka juga hanya meminta bisa pulang ke rumahnya untuk merayakan Natal,” kata Beka. Meski begitu, dia tak menampik bahwa ada sebagian kecil pengungsi yang hidup dalam kondisi tak layak.
Beka mengatakan pemerintah setempat sesungguhnya sudah membagikan bantuan logistik kepada pengungsi. Beka sendiri sudah mengkonfirmasi hal tersebut kepada Sekretaris Daerah Maybrat.
Di samping urusan pengungsi, Beka mengaku lembaganya mendapat informasi adanya tindak kekerasan terhadap warga Maybrat saat kegiatan operasi militer di sana. Bahkan ia sudah menemui ayah Manfred Tamunete. Manfred dinyatakan hilang saat konflik di Papua ini meletus. Beka pun telah meminta konfirmasi soal keberadaan Manfred kepada Komandan Distrik Militer Maybrat, tapi hasilnya nihil. “Komnas HAM juga mendapati adanya kerusakan rumah dan properti lainnya di sana,” kata dia.
MIRZA BAGASKARA (MAGANG) | RUSMAN PARAQBUEQ
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo