Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kongres PDIP pada April 2025 akan menentukan apakah bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pengamat politik memperkirakan keputusan berkoalisi dengan Prabowo bisa melemahkan PDIP.
Jika PDIP masuk pemerintahan Prabowo, demokrasi Indonesia akan kehilangan partai penyeimbang kekuasaan.
KONGRES Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada April 2025 akan menentukan apakah partai berlambang kepala banteng itu akan bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto atau tidak. Juru bicara PDIP, Guntur Romli, mengatakan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ingin menampung masukan dari kadernya di akar rumput lebih dulu sebelum membuat keputusan mengenai hal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Meskipun beliau sendiri diberi kewenangan untuk memutuskan perubahan arah politik, Ibu benar-benar ingin menyimak aspirasi dari bawah,” kata Guntur melalui pesan pendek kepada Tempo pada Selasa, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Komarudin Watubun menyatakan hubungan Megawati dan Prabowo berjalan dengan baik sejak dulu. Kendati begitu, relasi bagus ataupun potensi pertemuan kedua tokoh itu dalam waktu dekat bukan berarti secara otomatis PDIP akan masuk ke pemerintahan atau kabinet. Dia mengatakan Megawati sudah melemparkan isyarat soal hubungannya dengan Prabowo dalam pidato di perayaan ulang tahun PDIP ke-52 pada Jumat, 10 Januari 2025.
Dalam pidato itu, Megawati mengatakan hubungan dia dengan Prabowo baik-baik saja. Megawati menjamin tidak akan mengusik Presiden walau saat ini berada di luar pemerintahan. Walau belum bertemu, Megawati juga menjamin komunikasinya dengan Prabowo akan tetap terjaga melalui utusan-utusan.
"Loh, emangnya enggak boleh? Ya bolehlah. Ini kan prinsip. Mas, ya biarin aja aku di sini, kamu ya di sana ramai-ramai," kata Megawati di Sekolah Partai DPP PDI, kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mewanti-wanti kemungkinan PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Sebab, kata dia, hal ini membawa konsekuensi tidak akan ada lagi partai yang berani mengkritik pemerintah di Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal fungsi utama parlemen adalah menjadi penyeimbang bagi pemerintah. Saat ini PDIP menjadi satu-satunya partai pemilik kursi di DPR yang berada di luar pemerintahan Prabowo.
Adi mengatakan PDIP memang akan punya keuntungan mengkonsolidasikan partai tanpa gonjang-ganjing apa pun jika memutuskan bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Namun, di sisi lain, dosen ilmu politik Universitas Islam Negeri Jakarta ini menyatakan PDIP akan kesulitan mengkapitalisasi kelompok-kelompok yang kecewa terhadap kekuasaan.
Faktor lain, menurut Adi, adalah hambatan psikologis dengan presiden ke-7 Joko Widodo, mantan kader PDIP, yang masih mesra dengan Prabowo. Jokowi dipecat dari PDIP bersama putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution. Dalam pertimbangan pemecatan itu, Jokowi disebut terang-terangan melawan keputusan partai yang mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md., dalam pemilihan presiden 2024. Jokowi justru mendukung Prabowo, yang berpasangan dengan Gibran.
Jokowi juga dianggap menyalahgunakan kekuasaan sebagai presiden dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi. Ini berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini menjadi dasar bagi Gibran, yang saat itu berusia 36 tahun, untuk maju dalam pilpres 2024. Tindakan Jokowi tersebut dianggap sebagai pelanggaran berat. Jokowi menghormati keputusan partai dan tidak mau membela ataupun memberikan penilaian atas pertimbangan pemecatan dirinya.
“Segmen kelompok kecewa ini cukup besar. PDIP akan dianggap sama dengan partai lain yang merapat ke kekuasaan jika bergabung ke pemerintahan Prabowo. Padahal partai ini berpotensi bangkit lagi di masa-masa mendatang,” kata Adi saat dihubungi pada Selasa, 14 Januari 2025, mengacu pada kekalahan PDIP dalam pemilihan presiden 2024.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti juga menilai masuknya PDIP ke pemerintahan Prabowo dengan sendirinya mengakui proses Gibran menjadi wakil presiden. Ray memperkirakan keputusan untuk bergabung dengan pemerintahan bisa melemahkan PDIP. “Tentu akan terlihat lucu di mata masyarakat, orang yang pernah mereka pecat kini dalam satu perahu,” ujarnya.
Ray mengatakan, di sisi lain, masuknya PDIP ke pemerintahan juga akan memunculkan efek bagi kursi di kabinet Prabowo. Sebab, jika satu partai masuk, partai lain harus dikeluarkan. Mantan aktivis 1998 ini menganalisis persaingan internal koalisi akan makin panas. “Alih-alih keselarasan yang dihadapi oleh pemerintahan Prabowo, malah sebaliknya, keriuhan dan saling cari posisi. Akibatnya dapat menimbulkan ketidakstabilan politik,” katanya.
Sementara itu, guru besar ilmu filsafat Universitas Pelita Harapan, Fransisco Budi Hardiman, mendukung institusionalisasi oposisi dalam bentuk partai politik seperti PDIP. Franky—sapaannya—mengatakan eksistensi oposisi politis punya dua fungsi, yakni mereduksi kompleksitas suara dalam demokrasi dan memberi umpan balik negatif untuk pencarian kebenaran.
Jika PDIP masuk ke pemerintahan, kata Franky, demokrasi Indonesia akan kehilangan partai yang menjalani mekanisme checks and balances serta membuat kekuasaan makin terkonsentrasi pada satu pihak. Padahal, kata dia, dalam demokrasi yang baik, setiap partai memiliki fungsi bagi keseluruhan atau publik. “Disfungsi publik suatu partai adalah privatisasi partai. Itu berkontribusi bagi malfungsi demokrasi,” katanya. ●
Oyuk Siagan berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo