KETIKA Operasi Tunas III di delapan kota dilangsungkan (Juli
lalu) ditemukan berbagai kecurangan. Yaitu banyak murid diterima
lewat jalan belakang, sementara murid yang lulus tes tergeser.
Operasi ini menjaring 168 orang (kepala sekolah SMTP & SMTA,
guru dan pejabat Kanwil P&K). Waktu itu mereka dikenakan sanksi
sementara -- bebas tugas. Tapi dalam pemeriksaan lebih lanjut
ditemukan berbagai hal yang meringankan mereka.
"Kesalahan bukan semata-mata ada di pihak mereka yang kena
tindak," ,kata Irjen Dep. P&K Fx. Soedijana. Ia mengatakan pada
TEMPO bahwa mereka terpojok oleh para pejabat yang menitipkan
anaknya agar diterima di sekolah tertentu.
Para kepala sekolah dan guru dalam masa penerimaan murid baru
memang sering repot. "Kami seperti ditekan dari bawah dan dari
atas," tutur seorang kepala SMTA di Medan. Semula kena tindak,
dia kini diangkat kembali di sebuah SMTA di luar kota. Bila
seorang pejabat menitipkan agar anaknya yang ridak lulus tes,
diterima di sekolahnya, tutur Pak Kepala itu, "kepala bisa
puyeng. Bila anak itu tidak diterima, akibatnya bisa
macam-macam." Tapi karena menerima anak itu, dia berarti
menggeser murid yang sebenarnya lulus tes.
Di Medan Operasi Tunas 111 menemukan 727 calon murid SMTP & SMTA
yang tidak diterima, padahal mereka lulus tes, karena adanya
murid jalan belakang (TEMPO, 31 Juli). Akibatnya 17 kepala
sekolah SMTP & SMTA kena tindak. Kemudian menyusul enam kepala
sekolah lagi kena tegur. Dari 17 kepala sekolah yang kena
tindak, 13 diangkat kembali Desember ini, tapi ditempatkan di
sekolah lain, kebanyakan di luar Kota Medan.
Di Bandung, Operasi Tunas 111 menjaring 43 orang. Pihak Kanwil
P&K tidak bersedia memberikan data berapa di antaranya yang
kemudian diangkat lagi. Yang jelas enam kepala sekolah
dibebaskan dari jabatannya.
Di enam kota yang lain, jumlah yang terkena tindakan tidak
menyolok. Di Surabaya, misalnya, hanya seorang yang dibebaskan
dari jabatannya dari 35 yang terjaring. Bahkan di Semarang
operasi itu hanya menemukan kesalahan kecil pada diri tiga
kepala sekolah. Mereka hanya kena teguran tertulis. Di DKI
Jakarta pun, hanya seorang yang dibebaskan dari jabatannya dari
sembilan yang terkena tindakan.
Di Yogyakarta dari 27 yang masuk jaring operasi ini, 16 di
antaranya termasuk melakukan kesalahan kategori ringan (mendapat
teguran lisan atau tertulis, dan mendapat pernyataan tidak
puas). Sepuluh yang lain hanya diturunkan dan ditunda kenaikan
gajinya.
Tapi memang di Yogya ini seorang kepala sekolah dipecat tidak
dengan hormat. Dia satu-satunya mendapat hukuman berat, dari 168
yang terkena jaring Operasi Tunas III. Namanya tetap
dirahasiakan. "Ini untuk menjaga kewibawaan guru di mata murid
dan masyarakat," kata Fx. Sahyar Suprapto, Kepala Bagian
Penerangan Kanwil Dep. P&K Yogyakarta.
Tapi di Bandung, Palembang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Jakarta dan Ujungpandang, Operasi Tunas III berjalan tenang.
Lain halnya di Medan. Ketika 17 kepala sekolah terkena tindakan
semenura, Juli lalu, suara masyarakat Medan pun ramai. Ada yang
setuju, ada pula yang tidak. Banyak yani mempertanyakan:
Mengapa hanya kepala sekolah yang ditindak, sementara pejabat
itu tidak? Itu tidak adil. Alhamdulillah, suara ini tidak
sia-sia, terbukti dengan diangkatnya kembali 13 kepala sekolah
itu.
Toh pengangkatan kembali menirnbulkan sedikit kericuhan. Sebuah
STM Negeri mendapat kepala sekolah baru yang ditindak dari
sekolah lain. Kepala STM tersebut terkena tindakan pula. Maka
BP3 di situ kemudian memprotes. Tapi akhirnya masalah ini dapat
diselesaikan. Dengan dipindahkannya mereka itu tetap merupakan
hukuman, menurut Humas Kanwil P&K Sumatera Utara.
Dan di Medan pula Aisyah Nasution, Kepala Sekolah SMP Negeri
XII, menolak diangkat kembali menjadi kepala sekolah di sebuah
SMP di luar kota. Ibu itu sudah menjadi kepala sekolah di SMPN
XII selama 16 tahun, dan tidak merasa bersalah.
Yang menarik ialah sikap mereka di Medan yang kini diangkat
kembali itu. Bila nanti ada pejabat yang menitipkan anaknya pada
pendaftaran murid baru tahun depan, "saya akan tunjukkan SK
Menteri P&K tentang hukuman terhadap saya ini," kata salah
seorang di antara mereka, misalnya. "Saya tidak mau kehilangan
tongkat untuk kedua kalinya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini