Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Salam Perpisahan Pendukung Jenderal

Kelompok Islam tak lagi mendukung Prabowo setelah pertemuan dengan Jokowi. Gerindra pun terbelah.

20 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Prabowo Subianto saat memberikan keterangan pers soal hasil exit poll internal di Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta, 17 April 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAMA tak bersua dengan Prabowo Subianto, para pendukungnya dari sejumlah organisasi merasa gusar. Ketua Media Center Perhimpunan Alumni 212 Novel Chaidir Hasan alias Novel Bamukmin bercerita, sejumlah pengurus organisasi menggelar rapat di suatu tempat di kawasan Condet, Jakarta Timur, Selasa, 9 Juli lalu. “Yang hadir dari PA 212, Front Pembela Islam, dan GMJ (Gerakan Masyarakat Jakarta),” ujar Novel kepada Tempo, Rabu, 17 Juli lalu.

Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Daerah FPI Jakarta itu, peserta yang hadir menilai Prabowo tak lagi bersemangat melawan keputusan Komisi Pemilihan Umum yang memenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Indikasinya terlihat dari permintaan bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu pada 11 Juni lalu agar pendukungnya tak berbondong-bondong ke Mahkamah Konstitusi dengan tujuan menghindari konflik dan fitnah. Padahal organisasi pendukung Prabowo-Sandiaga Uno sudah siap menerjunkan anggotanya ke Jalan Merdeka Barat. “Banyak yang bertanya, ada apa dengan Prabowo,” kata Novel.

Para peserta rapat, menurut Novel, juga menyimpulkan terjadi kebuntuan komunikasi dengan Prabowo. Pertemuan terakhir dengan Prabowo terjadi lebih dari dua bulan sebelumnya, yaitu pada Selasa siang, 21 Mei 2019, di rumah Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, setelah KPU mengumumkan Jokowi-Ma’ruf sebagai pemenang pemilu. Saat itu, Prabowo dan Sandi menyampaikan rencana menggugat keputusan KPU ke Mahkamah Konstitusi.

Ihwal jarangnya pertemuan dengan Prabowo juga dibenarkan Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama, Yusuf Martak. Setelah pertemuan di Kertanegara itu, Yusuf tak pernah lagi berjumpa dengan Prabowo. “Belakangan, kami mendengar kabar sudah ada penjajakan antara kubu Jokowi dan Prabowo,” ujar Yusuf. Novel juga mengaku mendengar kabar serupa. Dia menyebutkan sudah mewanti-wanti sejumlah petinggi Gerindra agar pertemuan itu tak terjadi. Pertemuan dengan Jokowi, kata Novel, sama artinya mengakui kemenangan lawan.

Peserta rapat di Condet kemudian memutuskan mereka perlu segera berjumpa dengan Prabowo. Esoknya, Novel bertemu dengan anggota Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya, Habiburokhman, dan menyampaikan permintaan tersebut. Menurut dia, Habiburokhman mengatakan Prabowo sedang sakit. Dimintai tanggapan, Habiburokhman enggan berkomentar.

Tiga hari kemudian, pada Sabtu pagi, Prabowo bertemu dengan Jokowi di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Mengucapkan selamat kepada Jokowi, Prabowo juga menyatakan siap membantu pemerintah jika diperlukan. Baik Novel maupun Yusuf Martak mengaku tak diberi tahu soal pertemuan tersebut. Setelah itu, keduanya menerima banyak pertanyaan dari kolega mereka. Grup-grup WhatsApp pendukung Prabowo-Sandi yang mereka ikuti pun menjadi riuh. “Banyak yang mengucapkan ‘Selamat tinggal, Jenderal’,” ujar Novel.

Sandiaga Uno dalam wawancara dengan Tempo pada Jumat, 19 Juli lalu, memaklumi kekecewaan kelompok Islam dan ulama pendukungnya. Sandi mengaku sudah berjumpa dengan sejumlah ulama untuk menjelaskan pertemuan Prabowo-Jokowi. Tapi Novel dan Yusuf mengatakan pertemuan itu menjadi penanda koalisi mereka dengan Prabowo berakhir. Keduanya mengatakan para ulama dan kelompok muslim pendukung Prabowo segera menggelar ijtimak keempat untuk mengambil sikap.

Beberapa jam setelah pertemuan itu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais langsung menggelar jumpa pers. Menyatakan sepakat dengan rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi, Amien mengingatkan agar jagoannya tetap berada di luar pemerintahan Jokowi dan tak tergiur oleh tawaran jabatan. “Apa gunanya dulu bertanding, ujung-ujungnya bagi-bagi (jabatan),” ujarnya di Media Center PAN. Amien menyatakan partainya akan tetap menjadi oposisi dan mengawasi pemerintahan Jokowi melalui parlemen.

Dua petinggi PAN yang ditemui Tempo mengatakan sejumlah pengurus partai tak setuju dengan pernyataan Amien Rais. Apalagi PAN hampir pasti kembali mendukung pemerintah. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan memang sudah beberapa kali berkomunikasi dengan Jokowi setelah pencoblosan 17 April lalu. Zulkifli pun telah membicarakan kemungkinan koalisi dengan pemerintah Jokowi-Ma’ruf dalam rapat pengurus.

Menurut dua pengurus yang sama, ada sejumlah skenario yang dibahas pengurus partai untuk bergabung dengan pemerintah. PAN mungkin akan mengambil sikap dalam rapat kerja nasional yang digelar tak lama lagi. Skenario lain, PAN baru akan bergabung pada 2020, setelah pemilihan ketua umum baru.

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengakui ada perbedaan sikap di antara pengurus partai ihwal kemungkinan berkoalisi dengan pemerintah atau menjadi oposisi. Tapi PAN belum mengambil sikap resmi. Menurut Eddy, PAN selama ini tetap mendukung segala kebijakan pemerintah yang dianggap positif. “Yang pasti, kami akan berkomunikasi dengan partai pendukung Jokowi dan Prabowo supaya PAN punya posisi strategis di DPR, terutama menyangkut penentuan pimpinan komisi dan alat kelengkapan Dewan lain,” ujarnya.

Di Gerindra pun terjadi perbedaan sikap. Menurut anggota Dewan Penasihat Gerindra, Muhammad Syafi’i, pertemuan Prabowo-Jokowi hanya akhir dari pemilu presiden. Tapi pertemuan itu tak mempengaruhi sikap politik partainya untuk menjadi oposisi. Begitu pula Sandiaga Uno. Menjadi oposisi, kata Sandi, berarti merawat suara 68,65 juta pemilih Prabowo-Sandi. “Kalau semua nyebur ke pemerintah, siapa yang menjaga suara itu?” ujar Sandiaga.

Sedangkan Wakil Ketua Umum Gerindra Fransiskus Xaverius Arief Poyuono mengatakan sebagian kader menginginkan Prabowo menerima tawaran berkoalisi. Tak tertutup kemungkinan sejumlah kader Gerindra masuk kabinet baru. Menurut Arief, Gerindra tetap bisa kritis dan mengawasi pemerintah melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Jumat pagi, 19 Juli lalu, Prabowo mengumpulkan anggota Dewan Pembina Gerindra di rumahnya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan sejumlah peserta pertemuan mengingatkan Prabowo agar tak mengambil keputusan tanpa berkomunikasi dengan dewan pembina. “Pertemuan dengan Jokowi memang tidak disampaikan karena sifatnya mendadak,” ujar Dasco. Sedangkan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan pengurus partai memberikan kewenangan kepada Prabowo untuk menentukan posisi Gerindra sebagai oposisi atau berkoalisi dengan pemerintah.

Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono mengatakan peluang koalisi terbuka karena ada kemiripan visi-misi Jokowi-Ma’ruf dengan Prabowo-Sandi. “Misalnya soal kemandirian pangan dan energi,” ujarnya.

PRAMONO, BUDIARTI UTAMI, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI DONGORAN, RAYMUNDUS RIKANG, ADE RIDWAN, YANDWIPUTRA (BOGOR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Stefanus Pramono

Stefanus Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus