Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Adu Kuat Dua Kubu Massa di KPU

Massa penentang kecurangan Pemilu 2024 dan pro hasil pemilu berunjuk rasa di depan KPU. Mereka saling sindir.

21 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Demonstran berunjuk rasa menolak pemilu curang di depan Gedung KPU RI, Jakarta, 20 Maret 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Massa dari dua kubu saling sindir di depan kantor Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, kemarin, 20 Maret 2024. Keduanya adalah massa penentang kecurangan Pemilu 2024 dan kelompok pendukung hasil pemilu yang juga pro-Presiden Joko Widodo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Demonstran penentang kecurangan pemilu berada di sebelah timur gedung KPU. Sedangkan massa pro hasil pemilu berada di sisi barat. Mereka dibatasi pagar beton putih yang dilengkapi kawat berduri yang terbentang di tengah jalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan polisi dan tentara juga berbaris di antara kedua massa. Polisi menyiagakan mobil barakuda dan water cannon di depan kantor KPU.

Kedua kubu berorasi menggunakan pelantang suara yang terpasang di mobil komando masing-masing. Dalam orasinya, mereka saling sindir.

Salah seorang orator dari massa penentang kecurangan pemilu menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka sebagai contoh produk kecurangan pemilu. Mereka menilai putra sulung Presiden Jokowi itu dipaksakan memenuhi syarat menjadi calon wakil presiden lewat putusan Mahkamah Konstitusi.

Putusan MK yang dimaksudkan adalah putusan terhadap uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. Awalnya pasal ini mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden minimal berusia 40 tahun. Gibran, yang berusia 36 tahun, tak memenuhi syarat ini.

Mahkamah Konstitusi lantas mengubah ketentuan tersebut menjadi syarat calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Upaya pemaksaan putusan tersebut terungkap dalam persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ketika menangani laporan pelanggaran kode etik hakim konstitusi Anwar Usman. Putusan MKMK menyatakan paman Gibran itu terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik. Ia pun dikenai sanksi pemecatan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.

“Dari situ terbongkar bahwa proses keputusan (uji materi MK) itu menabrak Undang-Undang Kehakiman. Curang apa curang?” kata orator massa penentang kecurangan pemilu, kemarin.

Massa dari berbagai elemen menggelar aksi unjuk rasa mendesak DPR menggunakan hak angket dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 di depan gedung DPR, Jakarta, 19 Maret 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Salah satu orator massa penentang kecurangan pemilu adalah Refly Harun. Pakar hukum tata negara itu berorasi selama sepuluh menit. 

Dalam orasinya, Refly mengungkap keinginan pihak Jokowi memperpanjang masa jabatan presiden ataupun masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Refly menyebut keinginan itu sebagai bentuk pengingkaran terhadap UUD 1945.

“Ketika tidak berhasil mengangkangi konstitusi, maka yang dititipkan putranya yang masih tidak layak menjadi pemimpin kita,” kata Refly.

Ia juga menyinggung kecurangan pemilu, yang dimulai dari masa kampanye hingga tahap pemungutan suara. Refly pun menyerukan kepada massa di hadapannya agar menolak hasil pemilu yang diwarnai kecurangan. 

“Aspirasi kami tidak hanya menolak pemilu curang. Kami juga ingin Presiden Jokowi dimakzulkan,” ujarnya. Alasan Refly, Jokowi diduga menjadi sumber kemerosotan demokrasi saat ini.

Sebaliknya, orator pro hasil pemilu dalam orasinya meminta Polri dan TNI menangkap pihak yang menggelindingkan isu pemakzulan Jokowi. Mereka juga menentang penggunaan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat untuk memakzulkan mantan Wali Kota Solo tersebut. “Karena gerakan mereka kami anggap diduga keras adalah gerakan makar,” kata orator pro hasil pemilu.

Di samping berorasi, massa pro hasil pemilu dan Jokowi ini memilih memperdengarkan lagu Oke Gas. Kidung ciptaan Richard Jersey itu menjadi lagu kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju.

Unjuk rasa pendukung Jokowi ini tidak berlangsung lama. Mereka membubarkan diri ketika mendekati pukul 18.00 WIB. Sedangkan demonstran penentang kecurangan pemilu tetap bertahan di depan kantor KPU. Selanjutnya, mereka membakar ban mobil bekas, kardus, dan sampah bekas berbuka puasa. Meski begitu, situasi di depan gedung KPU tetap terkendali.

Suasana Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Tingkat Nasional Pemilu 2024 di gedung KPU, Menteng, Jakarta, 20 Maret 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Di dalam gedung KPU, komisioner berupaya menuntaskan rekapitulasi suara pemilu untuk wilayah Papua dan Papua Pegunungan. Kedua provinsi ini paling akhir mendapat giliran pembacaan hasil penghitungan suara pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Hasil rekapitulasi itu menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran. Pasangan nomor urut dua itu mengalahkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Prabowo-Gibran meraih 96,21 juta suara atau 58,59 persen. Sementara itu, Anies-Muhaimin memperoleh 40,97 juta suara dan Ganjar-Mahfud 27,04 juta suara.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan Polda menyiagakan 4.376 personel untuk menjaga proses rekapitulasi suara. Mereka ditempatkan di beberapa titik, seperti di kantor KPU, Badan Pengawas Pemilu, DPR, dan sekitar Monumen Nasional.

“Kami juga melakukan pengalihan arus lalu lintas,” kata Ade, kemarin.

Ia mengatakan Polda juga mengantisipasi agar demonstrasi tidak ricuh, seperti unjuk rasa sehari sebelumnya. Dalam unjuk rasa terdahulu di depan gedung KPU dan DPR, polisi menangkap 16 demonstran. Polisi sudah membebaskan para demonstran tersebut setelah menjalani pemeriksaan, kemarin. 

“Kami berpedoman pada SOP yang sudah ada dengan mengedepankan kegiatan preemtif persuasif,” kata Ade. 

RUSMAN PARAQBUEQ | EKA YUDHA SAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus