MANGUNI Rondor, dalam bahasa Tombulu (bahasa tertua di
Minanasa), berarti burung hantu yang terbang lurus, jujur,
benar. Pesuruh dewata dalam legenda rakyat Minahasa itu, dapat
meramalkan siapa yang kalau atau menang dalam perang dan di
rumah mana akan ada orang meninggal dunia. Bahkan untuk berburu
atau menangkap ikan, orang Minahasa dulu sering menunggu isyarat
sang manguni. Makanya burung itu pantang dibunuh. Bahkan
mencabu bulunya pun terlarang.
Yayasan Manguni Rondor, ciptaan Pemda Sulut itu tetap tegak
sepulang tim Sudomo-Sumarlin dari Manado minggu lalul Hanya
saja, sayap sang manguni kena gunting Sumarlin sedikit: YMR, tak
boleh lagi menerima "sumbangan keikhlasan" @ Rp 200/kg cengkeh
dari para pedagang. Sedang sisa dana cengkeh yang sudah
terkumpul dan belum dibelanjakan pun harus segera disetorkan ke
kas daerah melalui bank.
"Ini untuk penertiban prosedur. Sebab kalau lewat yayasan, nanti
ada kesan macam-macam. Tertib administrasi tak membolehkannya,
karena ini kan uang negara," ujar Menpan Sumarlin. Kepada
TEMPO, Sumarlin juga menjelaskan bahwa dana cengkeh yang sudah
terkumpul YMR antara Rp 1,1 sampai Rp 1,2 milyar. Yang sudah
terpakai, kira-kira Rp 800 juta.
Setelah dicek oleh Irjen Depdagri serta auditor dari Bank
Indonesia, administrasi penerimaan serta penggunaan uang
yayasan itu semuanya dianggap beres. Maka legalah Menteri PAN
Sumarlin, karena "uang itu digunakan untuk proyek-proyek yang
memang penting, bukan untuk peorangan atau kelompok
tertentu," katanya.
Memanfaatkan kedudukannya sebagai yayasan swasta, pelaksanaan
proyek-proyek Manguni Rondor tak melalui tender, melainkan
penunjukan saja. Alasannya, seperti dijelaskan ketua YMR,
Bonifacius (Bonny) Lengkong pada koresponden Phill M. Sulu di
Manado, sebagai berikut: "Saudara harus tahu, ini adah
sumbangan. Berarti kita tidak dapat menetapkan berapa besar
seluruh dana yang bakal kita terima. Makanya yang dibelanjai
yayasan hanyalah proyek-proyek khusus, MTQ misalnya, yang perlu
cepat. Kalau kita harus tender, mungkin MTQ tidak jalan." Tapi
membantah anggapan umum, Lengkong menegaskan: "Banyak juga yang
bukan orang Tonsea dapat tender."
Seandainya pun yayasan menjalankan ondor, kalangan pemborong
di Manado pagi-pagi sudah pesimis bahwa order bisa jatuh ke
tangan 'orang luar'. "Kalau diadakan tender, lantas dikeroyok
oleh 10 perusahaan milik keluarga, kita orang mau kebagian apa?"
kata seorang pemborong. Lantas disebutnya nama sejumlah
perusahaan yang menurut dia, milik keluarga. Seperti PT Doyot,
PT Heroly, PT Ferry. PT Cipta Nusa, PT Makatete, dan sebagainya.
Tambahnya lagi: "Sedang tandipang (sejenis ikan kecil) dorang
makan. Apalagi yang besarbesar."
Contohnya: borongan jalan sepanjang 1 km saa di tanjakan Rike,
Manado-pinggir, Proyek seharga Rp 16 juta itu jatuh ke tangan PT
Doyot juga. Apalagi proyek besar seperti pasar bertingkat di
sebelah Hotel Kawanua, yang - menurut anggapan umum di Minahasa
- juga dibangun oleh keluarga gubernur.
Adapun "proyek-proyek penting" yang dibiayai Manguni Rondor,
meliputi proyek nasional seperti MTQ serta pemb iayaan kontingen
Sulut ke PON ke-IX dan Jambore Sibolangit. Juga ada proyek
daerah seperti rehabilitasi Stadion Klabat, pemugaran RS
Sanatorium Noongan, serta pembangunan ruangan VIP bandar udara
Sam Ratulangi, Mapanget. Juga ada pembangunan jalan desa serta
bantuan bahan bangunan untuk desa desa tertentu.
Sekarang, dari sumber mana lagi YMR akan membiayai proyeknya,
setelah tak lagi boleh menerima langsung sumbangan cengkeh?
Gubernur Worang, agak kesal menjawab: "Saudara harus tahu,
Yayasan Manguni Rondor didirikan bukan hanya untuk cengkeh saja.
Sudahbertahun-tahun yayasan ini menolong para pensiunan, bikin
rumah, kasih punjam uang." Gubernur Worang mungkin silap. Sebab
akte notaris RH Hardaseputra SH di Manado jelas menunjukkan
bahwa yayasan itu didirikan di Manado 21 April tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini