CENCKEH panen raya, begitu pula para penyalur mobil di Minahasa.
Terutama di desa desa yang paling top panen cengkehnya. Seperti
Suluun (1500 ton), Seretan (1000 ton), Rerer (800 ton), Kombi
(700 ton) dan banyak desa lainnya. Mobil baru jenis Colt,
pick-up Datsun, Toyota Hardtop tampak membanjir masuk kampung.
Tak dapat dipungkiri, berkat proteksi harga lantai (Joor price)
cengkeh yang ditetapkan dengan Keppres No. 50/76, banyak petani
cengkeh sudah bisa beli mobil. Panen-panen yang lewat, itu hanya
mampu dibeli petani yang menghasilkan 5 ton cengkeh ke atas.
Sekarang ini petani yang memiliki 25 pohon saja, sudah sanggup
beli mobil. Asal bisa lolos cegatan oknum berseragam yang
mengatasnamakan BUUD atau KUD atau PUSKUD, tiap pohon yang
menghasilkan 0 kg saja dapat menjala Rp 80 ribu.
Tak heran kalau di desa kecil seperti Lola di Kecamatan
Tombariri - menurut hitungan Hukumtuanya -- sudah ada sekitar 60
mobil baru dibeli petani selama panen raya ini. Demam beli
barang baru itu bukan hanya terbatas pada mobil. Tapi juga
kendaraan lainnya, tergantung kelas umur. Di daerah Kombi dan
Seretan misalnya pemudanya keranjingan sepeda motor jenis
trailer. Sepanjang jalan ke jurusan desa-desa cengkeh menderu
trailer baru dipacu dengan kecepatan setan jalanan.
Tak sedikit yang belum punya nomor polisi. Dari toko atau gudang
sepeda motor di kota, itu nyong (pemuda) langsung saja
menunggangi kuda besinya. Karena sepeda motor itu tak dijalankan
menurut ketentuan pabrik -- kalau perlu belum inreien sudah
bonceng tiga -- karuan saja sebulan kemudian sudah dilego karena
rusak. Lalu, beli lagi yang baru.
Kesukaan berkendaraan itu bukannya tak mengundang celaka. Hampir
tiap hari, bendera tengkorak berkibar di kantor polisi - tanda
sang maut sudah mampir lagi menjemput nyawa korban kecelakaan
lalulintas. Bahkan pernah di jalan raya Manado-Tomohon yang cuma
25 Km yanjangl1ya. kedapatan beberapa mobil baru yang ringsek
seperti kaleng susu ditimpa batu. Sedihnya. selalu ada yang
menggantungkan karangan bunga di tepi jalan. Maksudnya untuk
mengingatkan setiap nyong dan noni agar lebih berhati-hati. Tapi
bunga bakung lambang duka itu tak banyak digubris para remaja.
Di jalan antara Tumpaan dan Amurang, masih terlihat bangkai jip
Toyota Hardtop. Mobil baru itu menggelinding di bawah pohon
kelapa dengan keempat rodanya mendongak keangkasa . Ternyata
sebelas pemuda dari Suluun malam itu selesai nonton film di
Amurang mau ngebut pulang. Argometer mobil itu baru menunjukkan
angka 7000 km. Pemiliknya, kepala desa Suluun. Pengemudinya:
putera Hukumtua berusia 14 tahun mati bersama 10 kawannya.
Tapi banjir mobil baru itu ternyata menolong kas daerah. "Target
pajak pendapatan dari BBN tahun ini hanya Rp 260 juta. Tahun
fiskal belum berakhir, pajak sudah mencapai Rp 300 juta," tutur
drs. M. Lumingkewas, Kepala Dinas Pajak & Pendapatan Daerah
Sulawesi Utara. Menurut catatan di polisi, jumlah kendaraan baru
yang terjual dalam musim panen ini sampai minggu lalu sudah
berkisar 4000.
Tak semua impian menjadi kenyataan. Menurut laporan pembantu
TEMPO dari Jakarta yang datang ke sana, banyak juga petani
cengkeh yang meleset perhitungannya. Buah yang ditaksir di atas
pohon tak sama dengan hasil yang dipetik, seperti dialami
seorang petani di desa Kumelembuai di kaki gunung Lolombulan.
Seperti para petani lainnya, petani AM sangat menginginkan
sebuah Datsun pick-up. Bisikan hati petani cengkeh yang pohonnya
sedang berbunga itu sampai juga ke telinga pedagang. Kontak
terjadi, dan AM pun membuat perjanjian akan menyerahkan 1800 kg
cengkeh yang akan ditukar dengan foto idamannya. Dua tetangganya
yang juga berminat membeli mobil seperti itu, membuat perjanjian
'barter' yang serupa.
Berarti, itu cengkeh sudah diijon dengan harga luar biasa
murahnya. Kira-kira, separuh saja dari harga lantai yang
ditentukan Pemerintah. Betapapun, ketika panen tiba perhitungan
pun diadakam Kedua tetangga AM tanpa kesulitan berhasil mencapai
target 1800 kg itu, dan bahagia dengan mobilnya -- yang memang
sudah diserahkan lebih dulu. Tapi AM masih tekor 450 kg. Maka
permulaan Oktober ini, ketika panen sudah hampir habis, petani
cengkeh yang kurang mujur itu mengurut dadanya melihat Datsunnya
disita polisi. Dan seperti yang biasanya berlaku di sana, dia
hanya punya satu pilihan untuk mempertahankan kebebasannya:
membuat pernyataan, bahwa sekian pohon cengkehnya secara sah
berpindah majikan. Agah aneh memang. Sebab kalau yang berwajib
berniat melindungi petani, tentu AM yang panen cengkehnya masih
mencapai 1350 kg itu tak perlu kehilangan Datsunnya.
Desa Kumelembuai, selebihnya, menikmati panen yang
menggembirakan tahun ini. Hasilnya sekitar 150 ton, cukup buat
mengobati demam kendaraan beroda empat di sana. Tak kurang dari
30 buah mobil dari jenis mini bus, pick-up dan sedan menambah
jumlah kendaraan yang sudah ada di sana sebelumnya.
PANEN raya di seantero Minahasa, tak cuma mengundang pedagang
mobil dan motor ke kampung-kampung. Tapi juga pedagang kelontong
yang membawa teve, tape-recorder radio, dan lain-lain.
Transaksi sering terjadi langsung di kebun cengkeh, di mana itu
barang kontan ditukar dengan buah cengkeh. Tinggal pilih yang
basah atau kering.
Masih ada satu jenis perdagangan yang setua peradaban manusia
tak mau ketinggalan membuat tradisi baru, yakni transaksi di
bawah pohon cengkeh nan rimbun. Wanita-wanita bunga itupun
bersedia dibayar in natura, mentah atau kering. Tentu saja
para isteri pasang mata dan telinga. Oom K yang tinggal di desa
S, mengaku tak pernah menjual (atau membeli?) lebih dari 50 kg
cengkeh. "Kering!", gerutu isterinya sambil mencibirkan bibir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini