PULUHAN kepala desa di Kabupaten Sumenep, Ja-Tim, sejak Maret 1984 ramai-ramai meneliti: Adakah SD Inpres fiktif di desa mereka? Ini terjadi setelah protes penduduk setelah diketahui banyak proyek SD Inpres ternyata dianggarkan, tapi wujudnya tak kelihatan. Protes muncul setelah mereka membeli fotokopi SK Bupati Sumenep tanggal 1 April 1982, tentang alokasi dana tahun anggaran 1982/1983, yang laku keras di pasaran dengan harga Rp 5.000 sampai Rp 10.000. Alkisah, pada 1982/1983 Sumenep mendapat dana Inpres SD sebesar Rp 951,5 juta untuk pembangunan 53 gedung baru dan rehabilitasi 32 gedung lama, yang menyebar di 22 kecamatan. Untuk sebuah gedung baru dianggarkan dana Rp 13,05 juta, sedangkan dana rehabilitasi berat per unit Rp 8,5 juta. Ternyata,26 dari 53 gedung yang harus dibangun tak pernah berdiri. "Itu untuk tahun 1982 saja," kata Habir Bahri, kepala Kantor Departemen P & K Kecamatan Bluto, yang pernah jadi anggota DPRD Sumenep itu. Misalnya Desa Kasengan, Kecamatan Manding. Di sana kini menumpuk bahan bangunan untuk SD Inpres. "Tapi gedungnya tak pernah dibangun. Padahal, tumpukan bahan bangunan ini sudah ada sejak dua tahun lalu," kata Busairi, kepala desa di situ. SD di sana tidak dibangun, menurut Busairi, karena pemborongnya enggan memberi ganti rui tanah lokasi. "Anggarannya ada. Masa tanah rakyat mau diambil gratis." Tapi berita acara bahwa 100% proyek selesai dan diterima utuh ternyata ditandatangani juga oleh camat Manding. Di Kecamatan Sapeken, pulau kecil yang jauhnya 140 mil dari daratan Madura, gaya manipulasi lain lagi. Di sana, menurut SK, seharusnya dibangun empat gedung SD. Tetapi, "Gedungnya tak pernah nongol. Mungkin sudah dibangun di bulan," kata A. Musjaffak, kepala SD Negeri V Sapeken. Yang mencengangkan, ternyata, "Nama-nama SD itu ada. Juga ada nomor statistiknya, lengkap dengan daftar guru," kata lelaki itu melalui SSB. "Padahal, guru-guru itu tak pernah ada." Proses penandatangan berita acara yang gampang, menurut sumber di Bappeda Sumenep, penyebab mudahnya terjadi manipulasi. "Sebab, dengan berita acara tersebut semua termin proyek dibayarkan," ujar sumber itu. "Bisa dibayangkan berapa duit negara yang melayang," kata sumber tadi. Di tangan penduduk ternyata beredar juga fotokopi nota dinas Bupati Sumenep. Isinya: memerintahkan para camat dan pengawas pelaksana proyek di lapangan - yang biasanya dijabat kepala Dinas Pendidikan Dasar & Kebudayaan (PD&K) - meneken saja berita acara proyek SD. "Hal tersebut menjadi tanggung jawab saya," begitu bunyi nota yang ditulis tangan langsung oleh Bupati H.R. Soemar'oem tadi. Jengkel melihat permainan begitu berlangsung terus, para guru, kepala desa, dan tokoh masyarakat ramai-ramai mengirim surat protes. Antara lain kepada Wakil Presiden pada Mei lalu - setelah sebelumnya surat protes mereka untuk Pemda Sumenep tak digubris. Juga ke Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, Menteri P & K, dan Opstibpus - yang petugasnya sudah melacak manipulasi ini sejak 23 Oktober 1983 silam. Hasilnya: "Syukur alhamdulillah," ujar R. Moh. Choesnan, anggota DPRD Sumenep dari FKP. Pada 17Juni lalu, Habir Bahri, yang pertama kali mengirim surat ke Wapres, menerima tembusan surat yang dikirimkan Asisten Urusan Kesra Sekretariat Wakil Presiden, A.S. Wirasoetisna. Surat bertanggal 4 Juni itu ditujukan kepada gubernur Jawa Timur dan memerintahkan, "Agar laporan tersebut memperoleh perhatian dan penelitian. Selanjutnya hasil penelitian tersebut harap dikirim secepatnya." Bupati Soemar'oem, yang masa jabatannya tinggal delapan bulan lagi, tampak tenang saja mendapat serangan itu. "Banyak orang tidak tahu bahwa ada SK mutasi SD yang memindahkan lokasi pembangunannya. Itulah yang mereka sebut SD fiktif itu," kata bupati berusia 59 tahun itu. "SK yang tersebar di masyarakat itu 'kan SK tidak utuh," katanya. Menurut dia, semua masalah sudah dilaporkannya kepada gubernur Jawa Timur. Gubernur Wahono belum dapat ditemui. Tapi Soehartono, kepala Humas Pemda Ja-Tim, membenarkan, "Laporan tentang itu sudah kami terima. Tapi Bapak Gubernur belum menerima surat dari Wapres itu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini