Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka Yang Kembali Sendiri

Para pengungsi yang berasal dari waris, yang menyeberang ke PNG, kembali lagi ke kampung mereka dengan kesadaran sendiri. Mereka merasa tertipu oleh oknum GPK. (nas)

30 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARUS balik itu dimulai 16 Juni lalu. Hari itu 43 penduduk Kecamatan Waris, Kabupaten Jayapura, Irian Jaya, yang akhir April lalu mengungsi ke wilayah Papua Nugini, mendadak muncul kembali ke kampung mereka. Mendengar laporan mengenai peristiwa itu, esoknya wakil gubernur Ir-Ja Sugiyono serta Pangdam XVII/Cenderawasih Brigadir Jenderal Sembiring Meliala terbang ke sana untuk menemui mereka yang kembali itu. "Mereka kembali dengan kesadaran sendiri. Tadinya kami kaget, tak menyangka. Tapi itulah yang terjadi. Mereka, yang saya tampung dan dengar pendapatnya, merasa tertipu dengan janji oknum GPK (Gerombolan Pengacau Keamanan). Mereka bilang, 'Doran tipu-tipu kitorang saja'," kata Sembiring Meliala kepada Muchlis Dj. Tolomundu dari TEMPO Senin pekan ini, mengutip ucapan penduduk kepadanya. "Di seberang, ternyata mereka tak menemukan kenyataan seperti yang dijanjikan sebelum mereka digiring ke sana." Kecamatan Waris berpenduduk 708 jiwa, 632 orang di antaranya melarikan diri ke PNG, termasuk 34 orang pegawai negeri. Menurut laporan Danramil Waris, M. Aris, penyeberangan penduduk itu terjadi karena hasutan beberapa oknum GPK yang beroperasi di daerah Waris, antara lain Gaspar dan David Meho. Ada laporan yang menyatakan, begitu melintas perbatasan PNG, penduduk yang mengungsi itu bergabung dengan David Meho. Arus kembali para pengungsi itu rupanya cukup deras. Dalam sepekan, penduduk Waris yang pulang kampung telah berjumlah 102 orang. Hal yang sama juga terjadi di kampung lain. Sampai 20 Juni lalu, kata Sersan Dua Priyoko, komandan keamanan Desa Yapil, Kecamatan Okbibab, Kabupaten Jayawijaya, 168 dari 307 penduduk yang Maret lalu mengungsi ke PNG telah pulang kampung. Menurut Wakil Gubernur Sugiyono, penduduk Yapil sebenarnya dipaksa mengungsi oleh gerombolan OPM. Pada 11 Maret lalu, OPM mengacau Yapil. Mereka membakar rumah-rumah penduduk dan sebuah gedung SD Inpres, serta menyandera Wempi Webes, guru SD Inpres itu. Melihat itu, penduduk ketakutan dan menuruti perintah gerombolan untuk menyeberang. "Mereka diiming-imingi akan mendapat makanan dan perumahan di sana. Tapi mereka sadar ditipu dan akhirnya kembali sendiri," ujar Sugiyono. Sampai 24 Juni, diperkirakan sudah lebih dari 1.000 orang pengungsi yang kembali. Belum jelas benar berapa jumlah penduduk yang selama ini menyeberang ke PNG. Menurut menlu PNG Rabbie Namaliu Mei lalu jumlah penyeberang perbatasan itu sekitar 6.800 orang, tapi pihak Indonesia tampaknya meragukan angka ini karena tak ditopang dengan data yang kuat. Kembalinya para pengungsi itu, dengan sendirinya, disambut gembira pihak Indonesia. "Kita membuka tangan lebar-lebar bagi warga Ir-Ja yang ingin kembali. Pemerintah telah berjanji tidak akan menghukum mereka. Ini memang langkah pasif, menunggu. Namun, itu dilakukan dengan maksud mengimbangi langkah diplomatik. Kita telah menyebarkan selebaran, dan berbicara dengan para tokoh masyarakat di perbatasan. Kita tegaskan bahwa warga yang kembali tidak akan diperlakukan lain. Dan ternyata mereka toh kembali," kata Sembiring. Sembiring yakin, paling tidak 90% pengungsi nantinya akan kembali. "Yang takut itu 'kan yang merasa tokoh GPK. Golongan ini tentu tak punya nyali untuk pulang. Padahal, sebenarnya kita welcome saja, kalau memang mereka mau kembali dengan itikad baik," katanya. Tugas sekarang, katanya, untuk segera membantu mengembalikan kondisi hidup mereka seperti sebelum pergi. "Bahkan, kalau bisa, ke kondisi yang lebih baik," tambahnya. Kondisi mereka yang kembali itu memang memprihatinkan. "Rata-rata payah. Kami sudah men-drop bahan makanan, obatobatan, dan pakaian. Juga sudah didirikan barak-barak untuk penampungan sementara, sampai honai mereka dibangun kembali. Ada dana untuk itu. Gubernur Issac Hindom sedang mengambil langkah untuk membantu mereka," kata Sugiyono. Menurut dia, terjadinya pengungsian itu bisa dijadikan bahan untuk mawas diri. "Apa salah kita, sehingga anak-anak kita itu minggat?" katanya. Pemda Ir-Ja rupanya telah menyiapkan rencana: akan mendirikan pasar dan toko koperasi sepanjang jalur perbatasan RI-PNG. Yakni di 12 kecamatan, antara lain Abepura, Arso Waris, Senggi, Kubruk, Kiwirok, Oksibil, Waropko, Mindiptanga, Muting, dan Merauke. Tiap pasar akan menelan biaya Rp 20 juta, toko koperasi dan gudang Rp 20 juta, sedangkan modal tiap koperasi Rp 10 juta. Biaya angkutan akan dibebankan pada biaya subsidi, yang dianggarkan sebesar Rp 200 juta per tahun. "Koperasi itu yang akan mengatur tukar-menukar hasil kebun penduduk dengan barang keperluan, termasuk makanan," kata Sugiyono. Sugiyono optimistis, sebagian besar pengungsi akan kembali. "Watak orang Irian itu tak mau ditipu. Semua janji harus dipenuhi. Lha, mereka 'kan digiring gerombolan dengan janji mereka akan diberi makanan dan perumahan gratis, yang lebih baik ketimbang di sini. Tak menerima apa yang dijanjikan setelah sampai di sana, tentu saja, mereka kesal dan marah. Mereka anggap gerombolan itu pembohong," katanya. Tapi, ditambahkannya, masyarakat Irian Jaya perlu diingatkan juga bahwa "pemerintah bukan sinterklas". Artinya, tidak benar pemrintah yang harus dan selalu memberi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus