Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Krukah Selatan, Surabaya, masih lengang pagi itu. Seorang warganya, Kukuh Santoso, duduk di pelataran rumahnya sembari mengutak-atik kipas angin rusak. Dari balik tumpukan barang-barang elektronik yang harus ia perbaiki, ujung mata pria 45 tahun itu menangkap sosok Tri Ernawati, salah satu terduga peledak bom di Mapolrestabes Surabaya.
“Saya lihat sekelebat. Saya hafal betul itu dia,” katanya saat ditemui Tempo, Selasa sore, 15 Mei 2018. Bom di Mapolrestabes Surabaya meledak sekitar pukul 08.50 pada Senin, 14 Mei lalu. Pagi itu sekitar pukul 07.00, ia mengendarai sepeda motor bersama putri bungsunya, AAP, menuju rumah ibunya, Supiah, yang tinggal di ujung gang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Kukuh, perempuan tua itu bercerita tentang tujuan Erna, putri ketiganya bertandang pagi itu. Erna, 42 tahun, membawakan gula pasir dari temannya untuk dijual kembali oleh ibunya yang sehari-hari pedagang kelontong.
Usai menyerahkan gula pasir, Erna pergi. Kukuh, ketua RT, tak mendapat cerita lebih rinci tentang pembicaraan Erna dan ibunya. Hanya saja, setelah putrinya pergi, Supiah mengaku berusaha menghubungi dia untuk menanyakan gula pasir yang dikirimkan.
“Bu Supiah sebenarnya cuma butuh 25 kilogram, tapi setelah dicek kok dikirim 35 kilogram,” kata Kukuh. Telepon Supiah sekitar pukul 10.00, tidak berjawab. “Nada sambung terus.”
Tak ada yang menyangka, itulah momen terakhir Supiah bertemu dengan putri dan cucu kesayangannya. Karena sekitar pukul 13.00, polisi mendatangi Kukuh itu untuk memberitahu keterlibatan Tri Ernawati beserta suami dan ketiga anaknya dalam bom di Mapolrestabes Surabaya.