SATU lagi penghargaan internasional diraih Presiden Soeharto. Kali ini, tak kepalang tanggung, datang dari PBB, berupa awards kependudukan atas jasa-jasa beliau meningkatkan kesadaran rakyatnya untuk memecahkan masalah kependudukan. "Mereka telah menilai sumbangsih dan sukses Pak Harto melalui program KB di Indonesia," kata Mensesneg Moerdiono. Untuk itu, Senin malam pekan ini, Presiden dan Ny. Tien Soeharto beserta rombongan -- antara lain Menlu Ali Alatas dan Mensesneg Moerdiono -- meninggalkan Jakarta menuju markas besar PBB di New York. Sementara itu, Kepala BKKBN Haryono Suyono sudah berangkat lebih dulu. Presiden akan singgah satu malam di Jenewa, Swiss, untuk menyesuaikan diri karena selisih waktu 12 jam, antara Jakarta dan New York. "Selama di Jenewa Presiden hanya mau beristirahat, jadi tidak menerima tamu," kata Moerdiono. Rombongan akan tiba di New York pada 7 Juni. Dan esoknya, 8 Juni, bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden, tibalah hari yang bersejarah. Dalam suatu upacara di markas besar PBB, sekitar sejam, Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar akan menyerahkan United Nations Population Awards (UNPA) kepada Presiden Soeharto. Penghargaan sama akan diterima M. Aissah Agbetra, Menteri Kesehatan Togo. Maka, Presiden Soeharto akan membacakan pidatonya, setebal 35 halaman. Pak Harto adalah kepala negara ASEAN pertama yang menerima award ini. Sejak pemberian penghargaan kependudukan diputuskan Sidang Umum PBB, 1981, ada beberapa tokoh dan lembaga internasional telah menerima penghargaan tersebut: PM India Indira Gandhi, 1983, Profesor Carmen A. Miro dari Panama, Profesor Sheldon J. Segal dari AS, 1984, dan Presiden Bangladesh Hossain Mohammad Ershad, 1987. Keputusan ini diambil PBB setelah melewati seleksi oleh komite UNPA yang dipimpin Mario Moya Palencia, dengan 10 orang anggota dari berbagai negara. Presiden Soeharto dinilai banyak berperan dalam menekan pertambahan penduduk di Indonesia. Di zaman Orde Lama, masalah pertumbuhan penduduk memang tak begitu diperhatikan. Bahkan Bung Karno, dalam suatu pidatonya, menganjurkan agar penduduk beranak banyak. Baru dua tahun memimpin Indonesia pada 1968, Presiden Soeharto bersama 26 kepala negara lain menandatangani deklarasi kependudukan. Dua tahun kemudian, Pemerintah RI menetapkan target: menjelang tahun 2000, laju pertumbuhan penduduk di Indonesia akan menurun, hanya separuh dari pertambahan sebelumnya. Hasilnya kelihatan. PBB memperhitungkan, selama 35 tahun, dari 1985 hingga 2020, penduduk Indonesia akan bertambah 87 juta (pada 1985 jumlah penduduk sekitar 165 juta jiwa). Jumlah ini relatif sama dengan pertambahan penduduk Indonesia selama 35 tahun, dari 1950 sampai 1985, pada waktu program keluarga berencana belum digalakkan. Tapi jumlah 87 juta selama 1950-1985, berarti naik 110%. Sementara itu, pertambahan 87 juta selama tahun 1985-2020 naik sekitar 52%. Artinya, laju pertambahan penduduk bisa ditekan separuh dibandingkan periode 1950 -- 1985. Bisa pula disebut, target yang dicanangkan pada 1970, saat kampanye KB mulai gencar, akan tercapai. Sekarang, laju pertumbuhan penduduk setiap tahun cuma 2,1 %, menurun dari 2,3% di tahun 1980. Jadi, sekalipun penduduk negeri ini tahun lalu mencapai sekitar 176 juta jiwa -- nomor lima tersubur didunia -- Indonesia tergolong negeri yang dipandang telah berhasll mengampanyekan program KB. Ini terbukti dengan laju pertambahan penduduk yang terus menurun. Dengan program yang sudah tersebar di seluruh Indonesia, kini ada 20 ribu pekerja lapangan terlatih dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Belum lagi bantuan 100 ribu sukarelawan KB yang tersebar sampai di desa-desa. Ditaksir ada 16 juta rumah tangga di Indonesia yang mengikuti program KB. Dengaan kata lain, ada dua pertiga pasangan usia subur di Indonesia telah mengikuti program ini. Peran Presiden RI, dalam soal ini, memang besar. Dialah kepala negara pertama yang menerima Population Award dari The Population Institute, sebuah organisasi kependudukan nonpemerintah yang berpusat di Washington, D.C. Penghargaan yang diberikan lembaga itu kepada Presiden Soeharto, Desember 1988, juga karena Kepala Negara dianggap telah berhasil menekan pertambahan penduduk Indonesia. Sebelum itu, November 1985, Presiden beroleh penghargaan dari badan pangan dan pertanian dunia (FAO) karena keberhasilan Indonesia berswasembada beras. Padahal, sebelumnya, negeri ini adalah pengimpor beras terbesar di dunia. Itu pula sebabnya Presiden Soeharto yang diminta oleh FAO beridato mewakili negara-negara berkembang, pada sidang peringatan 40 tahun FAO di Roma. Bagaimana Presiden menyambut berbagai penghargaan itu? "Penghargaan tidak dicari-cari, tapi kita bersyukur jika diberi," demikian Haryono Suyono mengutip ucapan Presiden. Penghargaan besar yang diterima tepat di hari ulang tahun Pak Harto yang ke-68 ternyata tak dirayakan secara khusus. Menurut Moerdiono, sesuai dengan petunjuk dari Presiden, tak akan ada acara peringatan ulang tahun di New York. "Saya rasa Population Awards itu sudah merupakan hadiah ulang tahun yang sangat besar bagi Pak Harto," kata Moerdiono. Moerdiono juga mengungkapkan maksud Presiden Soeharto untuk berbincang-bincang dengan Presiden George Bush di Gedung Putih, antara lain tentang masalah utang Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.Amran Nasution, Sidartha Pratidina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini