AGAK di luar kebiasaan jika Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) banyak menerima tamu. Hanya kebetulan jika ada puluhan tamu yang masuk kompleks di Pejaten Timur itu Jumat pekan lalu. Hari itu ada hajatan khusus yaitu pelantikan Mayjen. Soedibjo menjadi Kepala Bakin menggantikan Jenderal (purn.) Yoga Soegama. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, dihadiri sejumlah menteri, undangan, dan pejabat teras Bakin. "Bagi Jenderal Yoga Soegama, pelantikan Wakil Kepala Bakin menggantikan beliau merupakan suatu keberhasilan dalam membina kader penggantinya sendiri," kata Moerdiono dalam pidato sambutannya. Mayjen. Soedibyo, 52 tahun, sebelum dilantik menjadi Kepala Bakin memang sudah ditugasi sebagai Wakil Kepala Bakin sejak 1 Januari 1988. Dunia intelijen sudah lama digeluti pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur, itu. "Ia sudah ikut saya ketika saya menjabat Asisten I Hankam," kata Yoga, yang pernah menjadi Ketua G1 Hankam (1969-1971). Jabatan serupa pernah dipegang Soedibjo. Ia pernah menjadi Asisten Intelijen Kepala Staf Umum Markas Besar ABRI, merangkap Wakil Asisten Intelijen Kopkamtib pada 1986-1988. Sebelumnya, ia sempat tiga tahun menjadi Wakil Asisten Intelijen Kasum Mabes ABRI sejak 1983, merangkap sebagai direktur G (luar negeri) Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI. Soedibjo tamat Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) tahun 1960, atau satu tahun setelah kakak kelasnya, Try Sutrisno, lulus. Ia mulai bergerak di dunia intelijen sejak bertugas di SUAD 1 pada tahun 1969. Di luar Jakarta, jabatan yang pernah dipegangnya dalah Asisten Intelijen Kodam XIV Hasanuddin, Sulawesi, 1978-1980. Pengangkatan Soedibjo menjadi Kepala Bakin, menurut Moerdiono, merupakan kepercayaan yang sangat besar dari Presiden Soeharto. Apalagi, katanya, kini pimpinan Bakin sudah di tangan perwira tinggi ABRI dari generasi penerus. Bakin dibentuk 1967 menyertai tampilnya Orde Baru. Semula bernama Komando Intelijen Negara. Sebelumnya, pada masa Orde Lama, ada Biro Pusat Intelijen (BPI) dengan ketua Soebandrio, yang kemudian dibubarkan. Bakin pada mulanya dipimpin oleh bekas kepala intelijan TNI-AD Brigjen. Soedirgo dengan Yoga Soegama sebagai wakilnya. Setahun kemudian, Yoga diangkat menjadi kepala. Dalam perkembangan sejarah bangsa, menurut Moerdiono, Bakin juga berkembang menjadi salah satu alat kebutuhan bangsa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam tugas-tugasnya, katanya, badan intelijen itu diharapkan bisa mengkoordinasikan kegiatan berbagai lembaga intelijen seperti untuk penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan pertahanan. Untuk itu, ia berpesan agar Bakin mampu memberikan analisa dan saran tindak yang tepat bagi kelanjutan pembangunan nasional. Secara panjang lebar Menteri Moerdiono memberikan gambaran tantangan internasional maupun nasional yang mungkin harus diamati badan yang dipimpin Soedibjo itu. Ideologi-ideologi, katanya, yang selama ini terlihat seakan mapan dan mengancam membagi dunia menjadi dua kubu yang bertentangan satu dengan yang lain, kini terlihat runtuh dari dalam. "Negara yang menganut paham liberal malah berikap proteksionis," katanya. Sementara iu, politik negara yang bersifat otoriter datotaliter mulai diubah dan bergerak ke arah liberalisasi. Masalah rawan dalam negeri yang perlu diperhatikan Bakin, kata Menteri Moerdiono, adalah kesenjangan antara laju pertumbuhan penduduk, besarnya orang yang memerlukan lapangan kerja, dan tidak samanya laju dalam memanfaatkan peluang ekonomi yang terbuka. Masalah ini dianggap rawan karena tidak jarang tercetusnya kasus gangguan keamanan ternyata punya akar dalam masalah sosial ekonomi seperti itu. Menghadapi tantangan itu, Soedibjo nampaknya sudah siap. "Yang jelas, saya sangat senang terhadap kepercayaan yang diberikan oleh Bapak Presiden untuk menduduki jabatan ini," katanya pekan lalu setelah untuk pertama kali melapor kepada Presiden. "Dan ini merupakan tantangan bagi saya," katanya. Selesai melapor, Kepala Bakin ini untuk pertama kali menanggapi pertanyaan wartawan mengenai kegiatan mahasiswa beberapa waktu lalu. Ia menyebutnya "masih dalam batas-batas tertentu" . Sebelumnya, Yoga Soegama sempat 16 tahun memimpin Bakin. Bahkan, Yoga tercatat dua kali menjadi Kepala Bakin yakni pada 1968-1969 dan 1974-1989. Tahun 1969 ia digantikan oleh rekannya, sesama lulusan Akademi Militer Tokyo (Daigaku-Senmonbu), Letjen. Sutopo Yuwono. Namun, setelah meletus peristiwa Malari 1974, Yoga ditarik lagi dari jabatannya sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI di PBB, New York, dan ditunjuk menjadi Kepala Bakin. Selama masa jabatannya, Moerdiono berkomentar, "Yang menonjol dari Pak Yoga adalah analisa-analisa dan strateginya kebanyakan sangat tepat." Mungkin hal ini yang menyebabkan jabatan itu dipegangnya cukup lama. Yoga, pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, ini mengajukan permohonan mengundurkan diri dari jabatan ini pada usia 64 tahun karena alasan kesehatannya. "Namun, selain soal kesehatan, juga memang sudah waktunya untuk mundur," kata Yoga sambil tertawa. Jenderal purnawirawan yang mengaku ihwan Pesantren Suryalaya ini memang baru saja terkena serangan jantung. "Alhamdulillah tidak perlu operasi tapi kemungkinan harus menjalani blow system," katanya seusai acara pelantikan. Dan pengobatan jenis ini, menurut Yoga, "hanya terdapat di San Francisco". Mengenai alasan sudah waktunya mundur, Yoga mengingatkan bahwa manusia itu ibarat wayang. "Ada saatnya tampil bermain, dan ada pula waktunya masuk kotak," katanya. Kini, tambah Yoga, yang harus bermain adalah generasi penerus. Agaknya, ia memang sependapat bila sekarang saatnya Soedibjo tampil di depan kelir di Pejaten.Bambang Harimurti, Diah Purnomowati, Rustam F. Mandayun (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini