Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Sebuah Dukuh Dan Sukses

Industri pengrajin logam besi/cor besi di desa batur (klaten). indikasi pertumbuhan ekonomi: selain punya sawah, penduduk juga hidup dari industri pengecoran logam.

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR semua rumah di dukuh itu, memajang teve. Malah ada lima di antaranya teve berwarna. Juga sudah tak ada yang berdinding gedek kebanyakan bertembok, beberapa di antaranya gedongan atau bertingkat dengan arsitektur masa kini. "Dikatakan kota, wujudnya desa, disebut desa tapi sudah seperti kota," begitu gambaran dukuh tersebut seperti diungkapkan oleh Hartohardiono, Lurah desanya. Dukuh itu bernama Batur, satu di antara 3 dukuh di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Ja-Teng. Letaknya sekitar 13 km dari kota Klaten, kira-kira 2 km sebelah barat jalan raya Klaten-Sala. Jalan menuju ke sana sudah beraspal, bisa dilewati sepeda hingga truk. Tanahnya subur, penduduk umumnya mcmiliki sawah 6 sampai 8 patok. "Tapi mereka boleh dikata tak pernah melihat sawahnya," tambah pak lurah. Sebab, begitu biasanya, pemilik sawah lebih suka menyerahkan penggarapannya kepada buruh tani. Dan jika musim panen tiba, hasilnya dibagi. Penduduk memang punya pekerjaan yang diangap lebih banyak menghasilkan uang. Di sini hampir semua orang bekerja," kata Darmosoekamto, Ketua RK 7 yang merangkap Kebayan Kelurahan Tegalrejo. "Anak-anak yang tidak sekolah karena orangtuanya tak mampu, bisa mendapat penghasilan baik di sini," tambahnya. Batur, sejak dulu, memang dikenal sebagai tempat pengecoran logam. Ki Ageng Setiap hari, pagi hingga petang, bergema bunyi besi-besi tua ditempa dentang berdentang. Penduduk aslinya sekitar 1.200 jiwa (225 kk), tapi masih ada lagi sekitar 1.500 buruh pendatang. Mereka berasal dari Madiun, Pacitan (Ja-Tim), Wonogiri (Ja-Teng), Wonosari (Yogyakarta) dan desa sekitar Batur. Kini tercatat 110 pengusaha, semuanya pribumi, 60 orang di antaranya anggota Koperasi Batur Jaya. Industri rakyat im sudah hidup di sana turun-temurun. Konon dirintis sejak abad XVIII di zaman Kerajaan Mataram. Alkisah, adalah empat bersaudara berasal dari Serang (Ja-Bar). Seorang di antara mereka, Ki Ageng Serang Kusumo, membimbing penduduk membuat alat pertanian, di antaranya pacul dan kejen alias mata bajak. Berkat Ki Ageng itulah, penduduk Batur turun-temurun menjadi pandai besi. Keahlian itu berkembang menjadi induntri rumah, makin berkembang sejak zaman merdeka. Untuk mengecor logam dulu orang menggunakan dapur yng disebut besalen dengan bahan bakar arang kayu kosambi atau mlandingan. Sekarang dapurnya disebut tungkih dengan tenaga asing. Kapasitas produksinya 4-6 ton sehari. Hasilnya macam-macam. Mulai dari onderdil mobii, alat pertanian, pompa air, kaki mesin jahit, wajan sampai barang antik. Menurut Agus Mulyanto, bagian pemasaran Koperasi Batur Jaya, beberapa latihan pernah diselenggarakan. Misalnya oleh Kanwil Departemen Perindustrian Ja-Teng. Juga latihan teknologi pengecoran dan permesinan oleh Metal Industry Development Centre (Bandung). Sedang Lembaga Pendidikan dan pembinaan Manajemen (LPPM) Jakarta serta Lembaga Manajemen FE-UGM (Yogya) membina manajemen. Sekarang Koperasi Batur Jaya sedang menggarap pompa air pesanan Departemen Kesehatan untuk Bali, Lombok dan Yogyakarta. Sedang pesanan Departemen PU untuk Perumnas di Tangerang, Manado dan Palu. Ada pula pesanan Departemen Nakertrans untuk beberapa lokasi transmigrasi. Masjid Bahan bakunya, menurut Agus Mulyadi harus mendatangkan dari Jepang dan Taiwan. Sedang besi tua dari dalam negeri, katanya, mulai sulit. Tapi menurut Ibu Haji Djuwariyah, bahan baku itu datang sendiri, "saya terima di sini" Sebulan ibu dari 9 anak itu mengecor 30 ton besi tua. Ia merupakan seorang di antara 10 pengusaha Batur yang sudah biasa berdiri sendiri tanpa bantuan koperasi. Malah menantunya juga merupakan pengusaha cor besi yang berhasil, dengan bimbingan LPPM (lihat box). Keberhasilan industri rakyat itu mendorong penduduk membangun karnpung dengan swadaya. Sebuah masjid raya senilai Rp 100 juta megah berdiri di tengah dukuh. Ada pula STK sampai SLA, juga sebuah Madrasah Ibtidaiyah (SD). Ada pula banguran STM "Baru Jaya" yang hampir selesai. Poliklinik desa juga baru saja diresmikan. Sebuah gedung serba guna segera didirikan, Koperasi Batur Jaya juga tengah membangun gedung induk koperasi di atas tanah 4.500 meter persegi. Nilainya sekitar Rp 90 juta. Adapun listrik sudah masuk ke dukuh itu sejak 196 langsung dari PLN. Dan kelebihannyd dari dukuh lain: di sana sudah ada sentral telepon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus