Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya kudeta terhadap pemerintah yang sah di Indonesia pertama kali terjadi hari ini 75 tahun yang lalu. Ketidakpuasan atas kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang dirasakan sekelompok tokoh pergerakan melatarbelakangi peristiwa ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tokoh-tokoh pergerakan seperti Tan Malaka, Achmad Soebardjo, dan Sukarni menilai Sutan Sjahrir terlalu senang berdiplomasi dan berkompromi dengan Belanda. Dalam buku berjudul Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia yang ditulis oleh Harry A. Poeze, bagi Tan Malaka, Sjahrir bukanlah seorang yang revolusioner melainkan sosial-demokrat dan borjuis kecil.
Pada 23 Maret 1946, tokoh pergerakan dari Persatuan Perjuangan, seperti Tan Malaka, Achmad soebardjo, dan Sukarni ditangkap dengan tuduhan akan melakukan penculikan terhadap para anggota kabinet Sjahrir.
Pada 26 Juni 1946, tuduhan tersebut menjadi kenyataan. Sutan Sjahrir dan beberapa anggota kabinet yang lain diculik oleh orang yang tak dikenal.
Soekarno yang marah lalu berpidato pada 28 Juni 1946 dan menyatakan negara sedang dalam keadaan bahaya sehingga seluruh kekuasaan pemerintah diserahkan kembali kepada Presiden Republik Indonesia. Lewat radio, Soekarno mendesak pembebasan Sjahrir dan anggota kabinet yang lain. Hal ini berbuah hasil dengan dibebaskannya Sjahrir.
Namun upaya kudeta tetap terjadi dan puncaknya adalah 3 Juli 1946. Saat itu, Mayor Sudarsono dan beberapa orang menghadap Presiden Soekarno dan menyodorkan maklumat agar memberhentikan Kabinet Sjahrir II. Maklumat ini juga mendesak agar presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik yang diusulkan diisi oleh Tan Malaka, Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Boentaran Martoatmodjo, Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
Maklumat tersebut ditolak oleh Soekarno dan ia memerintahkan penangkapan Mayor Sudarsono karena dianggap melakukan upaya makar dan kudeta. Pada akhirnya, Sudarsono dan Muhammad Yamin dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun penjara.
Belakangan semua tahanan ini dibebaskan oleh Soekarno melalui pemberian grasi pada 17 Agustus 1948 dan nama-nama mereka yang dahulu menjadi aktor kudeta saat ini sudah menjadi pahlawan nasional.
EIBEN HEIZIER
Baca juga: