Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sekolah Internasional di Jalur Agama

Madrasah mulai bersaing merebut calon siswa terbaik. Departemen Agama segera meluncurkan madrasah internasional.

15 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBAGA pendidikan madrasah mendadak dikenal di seluruh dunia. Itu terjadi dua bulan lalu saat Menteri Luar Negeri Amerika Condoleezza Rice dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair bercakap-cakap dengan ceria bersama para murid Madrasah Al-Ma’muriyah dan Darunnajah di Jakarta. Dari kunjungan itu, Condy dan Tony paham bahwa madrasah bukan melulu sekolah agama, mereka juga memberi pengajaran nasional.

Sayang, perhatian masyarakat terhadap madrasah hanya pada kesempatan itu. Sehari-hari, lembaga pendidikan ini adalah pilihan kedua calon siswa setelah sekolah unggulan. Inilah yang ingin diperbaiki Muchyil, Kepala Madrasah Aliyah Negeri IV Jakarta.

Untuk itu, pria berusia 57 tahun itu tak bosan mempromosikan sekolahnya kepada para atase kedutaan negara-ne-gara sahabat. Ia juga mengundang atase pendidikan dari belasan negara untuk melihat madrasahnya sambil mencari- perguruan tinggi yang mau menjadi -mitra.

Sebagai model bagi seluruh sekolah- agama setingkat sekolah menengah atas di Jakarta yang berjumlah 77 buah-, Muchyil tak ingin madrasahnya ketinggal-an dibanding sekolah umum unggulan ataupun sekolah yang berstandar internasional.

Para kepala madrasah lain juga punya- pikiran serupa. Misalnya Madrasah In-san- Cendikia di Serpong, Banten, yang di-dirikan mantan presiden B.J. Habibie 10 tahun lalu. Mulai tahun ajaran- 2005-2006, madrasah itu membuka kelas- satu khusus yang menggunakan bahasa Ing-gris dan Indonesia sebagai pengantar- dalam proses belajar-mengajar. Kelas dua bahasa akan terus dilanjutkan dalam tahun ajaran mendatang dan diharapkan menjadi embrio kelas internasional.

Tenaga pengajar pun terpilih. Madra-sah Pembangunan di Ciputat, Ta-ngerang—yang berada di bawah supervisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah—kini merekrut tenaga pengajar baru dengan kualifikasi S2, termasuk lulusan luar negeri. ”Kami juga memberi pelatihan kepada guru yang ada,” kata Wakil Kepala Madrasah, Samingan.

Semangat memajukan gengsi madra-sah merambah ke Departemen Agama, yang membawahkan lembaga-lembaga pendidikan agama. Direktur Madrasah dan Pendidikan Agama Islam, Firdaus Basyuni, mengatakan perlu lompatan besar untuk memperbaiki ketertinggal-an dari sekolah umum, yang berada di bawah naungan Departemen Pendi-dikan Nasional.

Mereka tak berdiam diri. Memanfaat-kan pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB), Departemen Agama akan membentuk delapan madrasah berstandar- internasional di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Kelak, lulusan madrasah ini bisa kuliah di universitas terkemuka di luar negeri. Universitas inilah yang akan dibujuk untuk menjadi rekanan.

Dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris, kurikulum pelajaran tak melulu dipadati materi agama, tapi juga materi umum yang diadopsi dari kurikulum luar negeri. Khusus untuk pelajaran agama, akan digunakan kurikulum yang diakui Universitas Al-Azhar, Kairo, dengan tenaga pengajar dari perguruan tinggi tersebut.

Madrasah yang akan dikatrol dengan dana Bank Pembangunan Asia itu, ujar Firdaus, umumnya madrasah swasta. Bukan pula yang berpredikat terbaik, cukup masuk kategori baik. Alasannya, ”Kalau yang terbaik, tinggal kita dorong sedikit,” katanya. Sampai saat ini tim teknis masih menyeleksi madrasah yang mendapat bantuan tersebut.

Nilai proyek pembentukan madra-sah internasional itu lumayan besar-. ”Sebesar- US$ 70 juta alias Rp 630 mili-ar,” kata kepala tim teknis, Ibrahim Musa. Setiap madrasah akan menerima bantuan hingga Rp 1 miliar per tahun selama lima tahun. Madrasah juga diberi peralatan pendukung kegiatan belajar dan pelatihan guru. Dalam waktu lima tahun, madrasah tersebut harus bisa mandiri dengan memanfaatkan dana sumbangan orang tua murid.

Sebelum menerima bantuan, madra-sah tersebut harus meneken kontrak bahwa mereka mampu meluluskan mi-nimal 80 persen siswa. Sebab, soal ujian- dan prosesnya diawasi langsung oleh universitas rekanan. Pemilik madrasah juga harus yakin mereka mampu berdiri sendiri tanpa bantuan lagi di tahun kelima. ”Tentu untuk mencapai target itu, kami akan membantu mereka,” kata Ibrahim.

Bila proyek madrasah ini ber-jalan mulus, ucapan Condy saat berkunjung-, ”Orang Amerika harus melihat madra-sah,” siap disambut para siswa. -Mereka pasti antusias berdialog de-ngan para tamu asing. Soal agama bisa, penge-tahuan umum pun boleh. Semua dalam bahasa Inggris.

Adek Media Roza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus