SEKOLAH untuk mencetak calon pemimpin bangsa akan segera terwujud. Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara (LPTTN) mulai menerima 280 siswa pada tahun ajaran 1990-1991 ini. Siswa-siswa ini, sesuai dengan ide pendiriannya, hendak disiapkan untuk menjadi orang-orang yang punya bekal lebih, yakni menjadi pemimpin bangsa. LPTTN ini muncul bertolak dari gagasan Jenderal L.B. Moerdani ketika masih menjadi Panglima ABRI. Ia rupanya cemas melihat kesiapan pemuda Indonesia menghadapi tantangan masa depan. "Cara terbaik adalah memberikan pendidikan yang terbaik," kata Benny di depan Majelis Luhur Taman Siswa ketika memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 1985. Ide itu terus menggelinding. Akhirnya, Senin pekan ini, Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno, melantik pengurus LPTTN yang diketuai oleh Asisten Perencana Umum Mabes ABRI, Marsekal Pertama Teddy Rusdi dan wakil ketua Ki Dr. A.M.W. Pranarka. "Sudah selayaknya apabila kita ikut mengupayakan pendidikan sebaik-baiknya," kata Jenderal Try. Peran ABRI dalam pembentukan LPTTN memang tak sekadar sumber gagasan. Bersama Taman Siswa, dijalin kerja sama yang tertuang dalam piagam yang diteken di Yogyakarta, 20 Mei tahun lalu. Secara aktif kedua belah pihak lalu membentuk yayasan. Dari ABRI muncul Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman dan Taman Siswa mendirikan Yayasan Kebangkitan Nasional. Kedua yayasan inilah yang akhirnya mengelola LPTTN. Sebagai langkah pertama, LPTTN akan membuka SMA di lembah Tidar, Magelang. "Usia anak didiknya merupakan saat yang tepat untuk pembentukan pola pikir, sikap, dan perilakunya," kata Try menguraikan salah satu alasan. Untuk itu, modalnya lebih dari cukup. Ada lahan seluas 10 ha yang satu kawasan dengan Kampus Akabri. Fasilitas di sini lengkap, dari laboratorium, perpustakaan, bahkan studio fotografi pun akan disediakan. Di sinilah 280 siswa itu akan digembleng, diasramakan selama tiga tahun secara gratis. "Semua biaya akan ditanggung lembaga," tutur Ki Moesman Wiryosentono, Sekretaris Majelis Luhur Taman Siswa, yang aktif dalam pembentukan LPTTN. Jelas, iming-iming pendidikan kelas wahid plus beasiswa penuh akan menarik banyak peminat. Untuk itu, calon-calon mesti belajar keras. Sebab, persyaratan yang ditetapkan LPTTN sungguh bukan main beratnya. Dan tak ada pembedaan, "Anak jenderal atau kopral, atau sipil sama saja," kata Kepala Pusat Penerangan ABRI, Brigadir Jenderal Nurhadi. Pada tahap pertama, menurut Pranarka, para calon siswa ini akan disaring dari tingkat kabupaten. Para lulusan SMP ini bisa mendaftar di Kodim setempat. Supaya gampang saja, karena di Kodim dan Korem sudah ada panitia penerimaan Akabri yang bisa "dititipi" menerima SMA Taman Taruna Nusantara. Yang bakal dilayani hanya urutan 10 besar di sekolahnya. Persyaratan jasmani penting, walau tak seketat untuk Akabri. Tinggi tak kurang dari 150 cm dan tak cacat. Di tingkat provinsi, para calon harus mengikuti tes tertulis. "Ujian yang paling berat adalah di sini," tutur Ki Moesman. Di Magelang kelak, mereka memang masih akan diuji lagi. Namun, kemungkinan kecil mereka dipulangkan. Selama tiga tahun, para siswa itu akan menikmati gaya hidup yang jauh berbeda dengan kebiasaan mereka sehari-hari. Ada serangkaian disiplin ketat yang harus diikuti, mulai bangun pagi sampai naik tempat tidur pada malam hari. Di bidang pendidikan, kecuali pelajaran sekolah seperti kurikulum SMA 1984, mereka juga mendapat pendidikan dan latihan kepemimpinan dan pemahaman wawasan Nusantara. Lalu ada pula kegiatan bakti sosial yang menggunakan pola bapak angkat seperti yang diterapkan di Akabri. "Pengajar pun akan hidup di kompleks yang sama, inilah pola perguruan yang khas Taman Siswa," tutur Ki Pranarka. Lantas mau dikemanakan bibit-bibit unggul ini jika pendidikan sudah usai? "Tak ada ikatan," tutur Kepala Bidang Pengendalian dan Pengawasan LPTTN, Laksamana Pertama Wahyono SK. Artinya, mereka boleh memilih pendidikan tinggi yang mereka sukai. "Mereka sudah mempunyai landasan yang kuat untuk dikembangkan atau mengembangkan diri sebagai calon-calon pemimpin bangsa," kata Jenderal Try. Itulah memang tujuan pendidikan ini. Rustam Mandayun, Slamet Subagyo, Y.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini