Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Semuanya, dengan bismillah

Ciri pesantren hidayatullah, balikpapan menikahkan santrinya secara masal dan menerima santri dengan melihat kemauan kerja tanpa imbalan. ingin mence- tak para dai.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesantren Hidayatullah dengan ciri khas: perkawinan massal antarsantri, tes masuk yang unik. Harapannya, melahirkan dai yang berdakwah dengan bil lisan dan bil haal. INILAH pesantren yang punya kegiatan yang tak ada duanya: menikahkan para santrinya. Ahad pekan lalu, 41 pasang santri dinikahkan masal di pondok yang bernama Pesantren Hidayatullah yang terletak 29 km di timur Balikpapan, Kalimantan Timur. Karena dijodohkan oleh pimpinan pesantren, tiap-tiap mempelai memang baru tahu siapa jodohnya hari itu juga. Tapi -ini uniknya -- tak bisa dikatakan bahwa masing-masing belum pernah sama sekali berkenalan, setidaknya melihat, pasangannya. Soalnya, santri pria dan santri wanitanya sama-sama berasal dari Pesantren Hidayatullah juga. Umpamanya Zainuddin, 26 tahun, salah seorang yang dinikahkan hari itu, mendapat jodoh Sulmiyati Saleh, 22 tahun. Istrinya itu, "Adik bimbingan saya tiga tahun lalu," katanya dengan bahagia. Pernikahan antarsantri ini sudah ketiga kalinya. Sembilan tahun setelah Pesantren Hidayatullah diresmikan oleh Mukti Ali, Menteri Agama waktu itu, pada 1985 dinikahkan 12 pasang santri. Lalu pada 1989, dijodohkan 31 pasang mempelai. Dengan biaya Rp 18 juta, pernikahan masal ini cukup meriah. Jalan menuju ke pesantren dihiasi umbul-umbul. Sembilan penghulu diundang untuk memimpin upacara pernikahan. Penasihat perkawinan didatangkan dari Jakarta, yakni Menteri Perhubungan Azwar Anas. Tapi kemeriahan adalah soal sampingan. Kata Ustad Abdullah Said, pimpinan pondok, tujuan pernikahan masal ini, antara lain untuk membuktikan bahwa perkawinan tanpa pacaran bisa juga menghasilkan kehidupan rumah tangga yang harmonis. Selain itu, ini bisa menghindarkan godaan setan ketika muda dan mudi sudah saling membutuhkan. Juga, untuk menghindarkan pemilihan jodoh berdasarkan status sosial, wajah, dan lain-lain. Jadi, diniatkan inilah pernikahan karena Allah semata. Yang tak dikatakan oleh Abdullah, keturunan Bugis berusia 45 tahun itu, sebenarnya pernikahan masal ini salah satu manifestasi keyakinan Pesantren Hidayatullah. Pondok yang memiliki 17 cabang tersebar di beberapa provinsi ini meniatkan melahirkan muslimin dan muslimat yang hidup dalam budaya Islam. Lebih dari pesantren-pesantren lain, di sini ditekankan bahwa ibadah dilakukan dalam seluruh waktu hidup. Yang disebut ibadah bukan hanya, misalnya, salat, mengaji, atau berdakwah. Tapi ditanamkan dari santri kanak-kanak sampai yang dewasa, bahwa dari bangun pagi, sampai tidur lagi, semua yang dilakukan, dikatakan, dipikirkan, dibayangkan, dicita-citakan hendaknya dijiwai oleh Islam. Maka, kata Ustad Abdullah, dakwah yang dilakukan oleh lulusan pondoknya bukanlah sekadar da'wah bil lisan, hanya dengan kata dan ucapan. Terlebih penting adalah da'wah bil haal, dakwah dengan perbuatan. Itu semua lalu tak berarti pimpinan pondok menjodohkan santrinya asal-asalan. Ada sejumlah syarat. Syarat pertama, mereka sudah cukup umur untuk santri pria 25 tahun ke atas, wanita 20 tahun ke atas. Kedua, mereka sudah menjadi santri minimal 5 tahun. Yang kedua ini untuk menghindarkan bahwa seseorang masuk pondok hanya dengan niat mendapat jodoh. Pemilihan pasangan pun tak mendadak. Mereka diamati dua atau tiga tahun sebelumnya, antara lain wawasannya, pengetahuannya, kebiasaannya. Lalu dicarikan pasangan yang, Insya Allah, serasi. Terakhir, "Saya putuskan melalui sembahyang tahajud dan istikharah," tutur Abdullah, ayah enam anak ini. Diakui oleh Abdullah, pekerjaan manusia tak ada yang sempurna. Tak semua rumah tangga alumnus Hidayatullah lalu hidup bahagia. Dari pernikahan tahun 1989, seorang kini berpisah. Dari pernikahan Ahad pekan lalu itu, dua santri wanita mengundurkan diri, merasa tak cocok dengan pasangannya. Untunglah, dua santri wanita yang lain, yang sudah memenuhi syarat, menawarkan diri sebagai gantinya. Umumnya, para santri menerima penjodohan ini sebagai karunia Allah. "Saya terharu dan bahagia mendapat jodoh," kata Zainuddin, santri yang mendapat istri adik kelasnya tadi. Lebih dari itu, semua mempelai bersyukur karena mendapat teman hidup yang lebih kurang agamanya sederajat, dan tujuan serta sikap hidup yang sama. Mungkin karena begitulah niat pimpinan pondok, tes penerimaan santri di Hidayatullah pun unik, dan gampang-gampang sulit. Bukan kemampuan intelektual yang dilihat, melainkan kemauan kerja keras tanpa mendapatkan imbalan. Mereka diharapkan yakin, Yang Di Atas yang akan memberikan ganjarannya. Ada yang disuruh mencangkul, menjaga empang, dan sebagainya selama 40 hari. Mereka yang tahan dan tak mengeluh, menurut penilaian pimpinan pondok, yang diterima. Tak heran bila Hidayatullah, yang kini memiliki 900 santri pria dan 700 wanita di Balikpapan, cukup bisa hidup mandiri oleh usaha para santri sendiri. Ada peternakan sapi bantuan Presiden, dari 3 ekor, kini jadi 40 ekor peternakan ayam dengan hampir 50.000 ayam. Ada juga pertanian, 200 pohon jeruk. Di luar itu masib ada usaha bengkel, pertukangan, menjahit, koperasi, dan lain-lain. Juga ada majalah bulanan dengan oplah 35.000. Dan sekali lagi, kata Abdullah, itu semua, termasuk pemeliharaan lingkungan hidup hingga kawasan 100 ha Pesantren Hidayatullah tampak hijau dan memenangkan hadiah Kalpataru pada 1984, dilakukan oleh para santri dengan Bismillah. Semangat itulah, Insya Allah, ditularkan oleh alumnus Hidayatullah dalam masyarakat. Julizar Kasiri (Jakarta) & Rizal Effendi (Balikpapan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus