Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Menutup peninggalan Portugal

Externato de sao jose, sebuah sekolah di dili, tim-tim, masih memakai kurikulum dan bahasa portugal. departemen p dan k sedang memproses sekolah itu. banyak pelajar unjuk rasa anti-integrasi.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah sekolah di Dili, Timor Timur, masih berjalan dengan kurikulum dan bahasa Portugal. Kini sekolah itu akan ditutup. Kok baru sekarang? SEKITAR seratus meter dari makam Santa Cruz, Dili, ada sebuah gedung sekolah tua. Sepintas, tak ada yang istimewa pada gedung ini. Di atas sebuah pintu sekolah, yang terbuat dari kayu, tergantung papan nama dengan tulisan rapi, "Externato De Sao Jose". Namun, sejak meletusnya "Peristiwa 12 November" di pemakaman Santa Cruz yang makan korban jiwa itu, sekolah ini mengalami libur panjang. Tak ada murid maupun guru yang hadir di sana. "Banyak murid Externato yang ikut dalam upacara di Santa Cruz itu," kata sebuah sumber. Maka, setelah peristiwa itu, Externato dituduh oleh aparat keamanan sebagai pencetak orang-orang "anti-integrasi". "Saya akan suruh sekolah itu ditutup," kata Pangdam Udayana Mayjen. Sintong Panjaitan kepada wartawan di Dili, pertengahan bulan lalu. Bagi masyarakat Dili, nama Externato cukup dikenal. Maklum, sekolah yang berdiri pada 1964 itu -ketika Portugal masih berkuasa di Timor Timur -- pernah dikenal sebagai sekolah elite yang banyak menghasilkan orang-orang top pada zaman sebelum integrasi dulu. Rata-rata keluarannya mampu mandiri. Itulah sebabnya banyak alumninya menjadi pengusaha, suatu hal yang jarang terjadi pada penduduk Tim-Tim yang biasanya tak punya keinginan jadi pedagang. Alumninya juga mudah melanjutkan pelajaran ke Portugal. Pertama berdiri, sekolak ini di bawah Yayasan St. Yosef, lembaga yang dipimpin para pemuka gereja di Dili, dan bergerak di bidang pendidikan. Sebagai sekolah model Portugal, murid Externato harus melalui masa empat tahun di tingkat pendidikan dasar alias Primo. Tiga tahun berikutnya, mereka masuk tahap Secundo (setingkat SLP), dan terakhir tingkat Tertio (SLA) ditempuh selama empat tahun. Di Portugal, sekolah seperti ini disebut Liceu. Externato dikelola oleh pastor-pastor dengan beberapa guru swasta, beberapa di antaranya tentara Portugal. Bahkan Komandan Tentara Portugal di Dili juga merangkap guru Matematika di sekolah ini. Tak hanya kurikulumnya yang persis Portugal, bahasa pengantar sekolah ini pun menggunakan bahasa Portugal. Maka, jika muridmurid sedang sibuk belajar di sekolah ini, tak bakal terdengar orang berbahasa Indonesia. Jika tak berbicara Tetun, bahasa asli Tim-Tim, murid-murid akan berbahasa Portugal, atau In- ggris. "Anak kelas empat saja sudah fasih berbahasa Porto," kata sebuah sumber TEMPO di Dili, bangga. Setelah integrasi 1976, Externato ditutup. "Penutupan, ketika itu, dilakukan karena suasana tidak aman lagi," kata sebuah sumber. Tapi, 1983, muncul kebutuhan untuk membuka kembali Externato. Ketika itu, banyak anak-anak muda Portugal di Dili yang memutuskan untuk kembali ke tanah airnya. Sebagian besar mereka ini ditinggal orangtuanya yang sudah lebih dulu meninggalkan Tim-Tim, ketika perang saudara meletus di sana, 1975. Dengan pertimbangan kemanusiaan inilah pastor-pastor di Dili memutuskan untuk membuka kembali Externato. Maksudnya, agar pemuda-pemuda yang sedang menunggu keberangkatan ke Portugal ini tak menganggur dan pelajarannya tak telantar. Sekolah ini kemudian melepaskan diri dari Yayasan St. Yosef, tapi Mgr. Belo, pimpinan tertinggi Gereja Katolik di Timor Timur, menjadi pelindungnya. Para guru terdiri dari para pastor atau para pegawai pemerintah yang alumni Externato. Rencana semula, sekolah ini hanya berusia empat tahun. Sebab, para pemuda yang hendak pulang itu kebanyakan hanya perlu menyelesaikan Tertio-nya yang makan waktu empat tahun. Namun, ketika tahun 1987 lewat dan para pemuda Portugis itu sudah habis pulang, sekolah ini tetap dibuka. "Tak ada teguran apaapa, jadi sekolah ini jalan terus," kata sumber tadi. Maka, murid-murid baru (orang Tim-Tim) juga terus diterima. Terakhir, Externato punya 537 murid dan 17 guru. Uang sekolahnya Rp 3.000 sampai Rp 8.000 per bulan, tergantung jenjang sekolah yang diikuti. Kurikulum sekolah itu, misalnya, jelas bertentangan dengan UU Pendidikan Nasional. "Saya heran kok ada sekolah tidak mengikuti kurikulum nasional," Dr.Ir. Wirjono, Rektor Universitas Timor Timur, menuturkan. Tapi tak sedikit pejabat di sana yang menginginkan Externato jalan terus. Gubernur Carrascalao, misalnya, melihal manfaat Externato sebagai tempat pendidikan bahasa. "Sejarah Tim-Tim banyak ditulis dalam bahasa Portugis, seperti sejarah Indonesia dalam bahasa Belanda. Saya rasa baik kalau sekolah itu dikembangkan sebagai pusat bahasa," katanya. Belakangan, kurikulumnya pun sedikit disesuaikan, misalnya dengan mengajarkan bahasa Indonesia. Menurut Irvan Masduki, Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen P dan K, mereka sebenarnya menginginkan sekolah itu ditutup. Tapi mereka terpaksa bertindak hati-hati karena sekolah itu tunduk kepada Keuskupan Dili. "Siswanya anak Indonesia, namun sekolah itu terkait ke Keuskupan yang langsung berada di bawah Vatikan," kata Irvan. Belakangan, Externato mulai terasa jadi masalah. Ketika Paus berkunjung ke Tim-Tim, 1989, banyak pelajar Externato ikut dalam unjuk rasa anti-integrasi. Uskup Tim-Tim Mgr. Carlos Ximenes Belo, sebagai pelindung Externato, lantas bertindak. Sejak awal 1990, tak ada lagi pastor yang diizinkan mengajar di Externato. Leao, satu-satunya pastor yang mengajar di sana, ditarik. Tapi sekolah ini terus dijalankan oleh guru-gurunya yang sebagian besar adalah alumni Externato yang fasih berbahasa Portugal. Setelah peristiwa 12 November, tampaknya, nasib Externato telah ditentukan. "Seharusnya, sekolah itu tunduk ke Republik Indonesia. Departemen P dan K sedang memproses tindakan selanjutnya atas sekolah itu," kata Irvan. Yopie Hidayat, Sandra Hamid (Jakarta), Zed Abidien, dan Ruba'i Kadir (Dili)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus