Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agar Kemenangan Prabowo-Gibran Batal

Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud meminta Prabowo-Gibran didiskualifikasi. Kecurangan pemilu diungkap di sidang sengketa pilpres.

28 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menyampaikan pandangan dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atas permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 360/2024 tentang penetapan hasil pemilu di Gedung Mahkamah Kontitusi, Jakarta, 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menampilkan video berdurasi 3 menit berisi cawe-cawe Presiden Joko Widodo di pemilihan presiden 2024 dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 27 Maret 2024. Awalnya kumpulan potongan video itu menampilkan pernyataan Jokowi yang akan cawe-cawe dalam pemilu pada tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Video berjudul "Kumpulan Bukti Pemilu 2024" tersebut selanjutnya menayangkan pernyataan mantan Wali Kota Solo itu yang menyebutkan presiden boleh berpihak dan berkampanye dalam pemilu. Berikutnya, potongan video Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Jokowi—saat deklarasi sebagai bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 25 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah itu, tayangan video berlanjut ke Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang isinya mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden, sehingga Gibran—yang saat itu berusia 36 tahun—dapat menjadi cawapres. Sebelum putusan itu, syarat usia capres dan cawapres minimal 40 tahun.

Di akhir video, tim hukum Anies-Muhaimin juga menampilkan bagaimana Jokowi berkeliling di banyak daerah membagikan bantuan sosial pemerintah. Bansos senilai Rp 496 triliun itu dinilai sebagai kampanye terselubung untuk kepentingan Prabowo-Gibran.

Di sela penayangan video itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo yang memimpin sidang meminta tim hukum Anies-Muhaimin menghentikan video tersebut. "Sebentar-sebentar, ini apa tidak dijadikan bukti saja?" kata Suhartoyo, Rabu kemarin.

Namun anggota tim hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto, meminta penayangan video itu tetap dilanjutkan karena merupakan posita, yaitu bagian dari gugatan yang menguraikan fakta-fakta sosiologis yang dikaitkan dengan aspek yuridis. "Ini video yang membuktikan narasi cawe-cawe Jokowi," kata Bambang.

Bambang menjelaskan, sebagian besar isi video tersebut akan menjadi bukti adanya kecurangan Pemilu 2024. Mendengar penjelasan Bambang itu, Suhartoyo mengizinkan tim hukum Anies-Muhaimin melanjutkan penayangan video itu. 

Sebelum penayangan video, Bambang menguraikan bagaimana terjadinya kecurangan pemilu yang kemudian memenangkan Prabowo-Gibran. Pasangan calon presiden nomor urut dua ini diduga melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

"Pasangan tersebut menang atas bantuan mesin kekuasaan," kata Bambang di persidangan.

Agenda sidang kemarin adalah pemeriksaan pendahuluan atas permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan presiden. Pemohon sengketa itu adalah Anies-Muhaimin dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Adapun termohon adalah Komisi Pemilihan Umum. Mahkamah Konstitusi lebih dulu menjadwalkan pemeriksaan pendahuluan permohonan Anies-Muhaimin, kemarin.

Kedua pasangan calon itu menggugat keputusan KPU mengenai hasil pemilihan presiden 2024 pada 20 Maret lalu. Sesuai dengan keputusan KPU, Prabowo-Gibran meraih 96,21 juta suara atau setara dengan 58,6 persen dari total suara sah. Lalu Anies-Muhaimin memperoleh 40,97 juta suara atau 24,9 persen dan Ganjar-Mahfud meraih 27,04 juta suara atau 16,5 persen.

Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., mengikuti sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti

Kubu Anies-Muhaimin ataupun Ganjar-Mahfud sama-sama menilai kemenangan Prabowo-Gibran karena adanya kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif. Saat membacakan permohonan Anies-Muhaimin, Bambang memaparkan berbagai bentuk kecurangan tersebut. 

Ia menyebutkan Jokowi berperan penting dalam operasi pelaksanaan kecurangan itu untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Kecurangan itu, misalnya, berupa pelibatan lembaga kepresidenan, aparat negara, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa untuk memenangkan pasangan calon nomor urut dua tersebut. Ada pula penyalahgunaan anggaran negara di antaranya lewat bantuan sosial.

Mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi itu juga memberi contoh lain, yakni pengangkatan ratusan penjabat kepala daerah yang hanya didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Padahal Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan Nomor 67/PUU-XIX/2021 menegaskan bahwa pemerintah harus menerbitkan peraturan pemerintah dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.

"Peraturan menteri bukan termasuk peraturan pelaksana undang-undang berdasarkan Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujarnya.

Bambang melanjutkan, pengabaian terhadap perintah putusan MK tersebut mengakibatkan proses penunjukan penjabat kepala daerah berlangsung tidak demokratis. Sebab, pemerintah pusat menjadi pengendali penjabat kepala daerah. "Sehingga mudah bagi kepala daerah menjadi alat politik pemerintah pusat," ucapnya.

Selanjutnya, Bambang mencontohkan pernyataan penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harisson Azroi. Harisson pernah menyampaikan ajakan memilih calon presiden yang mendukung pembangunan Ibu Kota Negara, Januari lalu. Contoh lainnya adalah tindakan penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, yang memerintahkan pencopotan baliho partai politik tertentu.

Bambang mengatakan lima pejabat di dua kabupaten/kota di Sumatera Utara menginformasikan bahwa penjabat kepala daerah di wilayahnya kerap mengumpulkan kepala dinas untuk membahas pemenangan Prabowo-Gibran. Para kepala dinas itu lantas diperintahkan menggalang dukungan di masyarakat buat pasangan nomor urut dua itu. Kepala dinas yang menolak tugas tersebut diancam dengan mutasi jabatan.

Bambang juga membeberkan peran Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang beberapa kali berkampanye untuk kepentingan Prabowo-Gibran menggunakan fasilitas negara.

Contoh lain, Presiden Jokowi diduga mempolitisasi bansos untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Jokowi di antaranya meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan anggaran perlindungan sosial 2024 menjadi Rp 496, 8 triliun, dari sebelumnya hanya Rp 433 triliun.

Saat mendekati hari pencoblosan, kata Bambang, pemerintahan Jokowi mencairkan dana bantuan langsung tunai guna mengatasi dampak El Nino untuk tiga bulan—Januari, Februari, Maret—sebesar Rp 600 ribu pada awal Februari lalu.

"Ini tidak wajar karena bansos paling cepat semestinya disalurkan pada Maret," ucap Bambang.

Ia juga menyinggung aksi Jokowi yang langsung membagikan bansos itu di berbagai daerah, khususnya di wilayah dengan perolehan suara Prabowo yang rendah pada pilpres 2014 dan 2019. Salah satunya di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

Dalam gugatan Anies-Muhaimin, mereka juga menyinggung sikap KPU yang sengaja menerima pencalonan Prabowo-Gibran. Padahal, saat mendaftar, Gibran belum berusia 40 tahun. Meski Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sudah terbit, kata Bambang, KPU masih merujuk pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden saat Prabowo-Gibran mendaftar.

"Peraturan KPU itu masih mensyaratkan usia 40 tahun. Seharusnya pendaftaran Gibran tidak diterima," ujar Bambang.

Atas berbagai dugaan kecurangan pemilu itu, Anies-Muhaimin meminta MK menyatakan hasil penghitungan suara Prabowo-Gibran tidak dapat digunakan untuk menetapkan pemenang pilpres. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, lalu memerintahkan KPU menyelenggarakan pemungutan suara ulang yang diikuti Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

Sidang Permohonan Ganjar-Mahfud

Setelah pembacaan permohonan Anies-Muhaimin, MK melanjutkan persidangan sengketa perselisihan hasil pemilihan presiden yang diajukan Ganjar-Mahfud, kemarin siang.

Anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail, mengatakan Prabowo-Gibran seharusnya tak mendapat suara sama sekali dalam pemilu. Alasannya, pasangan calon nomor urut dua itu melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif.

"Juga melanggar prosedur pemilu pada hari pemilihan dan setelah hari pemilihan," kata Annisa saat membacakan isi permohonan Ganjar-Mahfud di persidangan.

Annisa menyebutkan pelanggaran itu berupa nepotisme yang melahirkan tindak penyalahgunaan kekuasaan. Presiden Jokowi, kata dia, memberikan dasar kepada Gibran menjadi kontestan pemilihan presiden dengan lebih dulu memajukan pencalonan putra sulungnya itu sebagai Wali Kota Solo. Lalu paman Gibran, Anwar Usman—saat menjabat Ketua MK—mempengaruhi hakim konstitusi dalam mengadili perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Kemudian memastikan KPU menerima pendaftaran Gibran," ujarnya.

Annisa juga membeberkan tindak penyalahgunaan kekuasaan tersebut yang dilakukan lewat politisasi bansos. Distribusi bansos menyasar wilayah yang elektabilitas Prabowo-Gibran masih tertinggal dari dua pesaingnya. Jokowi juga memastikan mayoritas pembagian bansos dilakukan dirinya sendiri ataupun aparat negara yang menjadi bagian dari koalisi dan tidak melibatkan Menteri Sosial.

Ia juga menyebutkan adanya pelanggaran pada tahapan pemungutan suara. Ada ketidaksesuaian jadwal pencoblosan di 37 ribu tempat pemungutan suara serta kekurangan ataupun kelebihan suara di lebih dari 10 ribu TPS. "Lalu ada surat suara yang tercoblos untuk paslon 02 sebagaimana yang terjadi di Jawa Barat," ucapnya.

Annisa juga mengungkapkan, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara di 1.895 TPS tidak memberikan salinan formulir C-hasil yang berisi perolehan suara di TPS.

Menurut Annisa, berbagai fakta tersebut membuktikan adanya pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam satu putaran pemilihan presiden. Kubu pasangan calon nomor urut tiga ini lantas meminta MK membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran, mendiskualifikasi Gibran, serta melakukan pemilihan presiden ulang.

Seusai pembacaan permohonan tersebut, Ketua MK Suhartoyo menyilakan KPU, Bawaslu, dan tim hukum Prabowo-Gibran menanggapinya. Tapi mereka belum memberi tanggapan. Mereka akan membacakan jawaban dalam lanjutan persidangan, Kamis siang ini.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan pihaknya akan mempelajari dalil pemohon lebih dulu untuk menyusun jawaban. Ia menyatakan KPU juga akan mempersiapkan pembuktian berupa dokumen ataupun keterangan saksi.

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra (tengah), selaku pihak terkait bersiap mengikuti sidang perdana perselisihan hasil pilpres 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 27 Maret 2024. ANTARA/Aprillio Akbar

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menilai isi permohonan Anies-Muhaimin lebih banyak berupa narasi, asumsi, dan hipotesis dibanding bukti-bukti. "Itu narasi, bukan bukti," kata Yusril seusai sidang, kemarin.

Adapun terhadap permohonan Ganjar-Mahfud, Yusril yakin MK akan menolaknya. Sebab, tim Ganjar-Mahfud tidak menyampaikan bukti-bukti konkret atas berbagai tudingan tersebut. Ketua Partai Bulan Bintang ini mengatakan tim Prabowo-Gibran akan menjawab secara tertulis permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tersebut hari ini.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pihaknya akan memberikan jawaban dalam persidangan hari ini. "Kami juga harus menjelaskan bagaimana penggunaan bansos menurut Bawaslu," kata Rahmat seusai persidangan.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura, berpendapat MK dapat saja mendiskualifikasi Gibran, membatalkan hasil pemilu, dan memerintahkan pemilihan ulang. Ia mengatakan dalil adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif itu berpeluang dikabulkan karena tidak sesuai dengan asas pemilu, yakni bebas, jujur, dan adil. Namun pemohon harus menunjukkan bukti adanya kecurangan tersebut.

"Kalau tadi baru dalil. Nah, nanti kubu 01 dan 03 harus bisa memberikan bukti yang relevan dengan dalil," katanya.

Charles menuturkan bukti tersebut dapat saja berupa dokumen ataupun keterangan saksi dan ahli. Sejumlah bukti itu harus berkaitan. "Bukti juga harus saling menguatkan," ujarnya.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan bukti yang disampaikan kedua pemohon tidak jauh berbeda. Sebab, keduanya merasa dirugikan dengan pencalonan Gibran.

Hamzah menilai permohonan kedua kubu tetap berpeluang dikabulkan MK. Syaratnya, kedua pemohon harus dapat membuktikan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif. "Tidak semata melihat pada angka-angka hasil perolehan suara, tapi juga bagaimana cara memperolehnya," ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus