Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Seorang jago bernama naro

F-PP dalam sidang umum mpr 1988 mencalonkan dr. H.J. Naro sebagai calon wapres. Meski diimbau & "ditekan", naro tetap mencalonkan diri. Ia dianggap tokoh & simbol angin baru dalam pertumbuhan demokrasi pancasila.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang menyebutnya "pengantin". Ada pula yang menyebutnya Superstar. Apa pun sebutannya, selama Sidang Umum MPR kali ini, Jailani-Naro, 59 tahun, memang bersinar bagaikan bintang, menjadi pusat perhatian bak pengantin. Sejak pencalonannya menjadi wakil presiden diungkapkan. riama Naro - biasa dipanggil John - meroket dan menjadi buah bibir. Foto dan ucapan-ucapan Ketua Umum DPP PPP ini dipasang dan dikutip media massa. Ke mana pun pergi ia selalu diburu wartawan Selama sepekan Sidang Umum MPR berlangsung, publikasi tentang Naro boleh jadi melebihi pemberitaan yang diperolehnya selama beberapa tahun. Dengan sendirinya prestise PPP ikut melesat. Malah banyak yang berpendapat, kalau pemilu dilaksanakan pekan depan, misalnya, perolehan suara PPP pasti akan tnelonjak. Padahal, semua orang tahu, di bawah kepemimpinan Naro, suara yan diperoleh PPP dalam Pemilu 1987 merosot dari 26% (1982) menjadi 15,25%. Sebagian disebabkan ulah penggembosan NU. Sebagian lagi karena pertikaian dalam kepemimpinan partai, tentunya. Kini, angin buritan tampaknya mendorong laju perahu PPP. Simpati bermunculan. Harian Kompas, yang menyebut Naro sebagai figur politik yang tidak konvensional, dengan "keberanian yang mendekati periferi petualangan", memuji terobosan politik yang dilakukan Naro dengan pencalonannya menjadi wapres. Keberanian dan "kenakalan" Naro serta PPP juga dipuji Dr. Arief Budiman, sosiolog yang mengajar di Universitas Satya Wacana, Salatiga. "Apa yang telah dilakukan PPP memberikan warna baru dalam tradisi politik kita," ujarnya pada Kompas. Soalnya, tradisi konsensus di Indonesia selama ini sangat tinggi. "Kita memlmg membutuhkan tokoh-tokoh yang bisa memberi warna agar memberi gairah dalam berpolitik," kata Arief. Yang menarik, dua tiga pekan lalu, agaknya tak seorang pun - termasuk Naro serta para tokoh PPP - membayangkan akan terjadi dan berhasilnya pencalonan itu. Pada 15-16 Januari 1987, DPP PPP mengadakan rapat di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Hadir 130 orang mewakili wakil-wakil DPW, MPP, dan DPP. Hasil rapat: "Keputusan keluar, mencalonkan kembali Pak Harto sebagai presiden RI. Di situ tersirat, soal pencalonan wapres diserahkan kepada DPP," kata Sekjen DPP PPP Mardinsyah. Keputusan ke dalam, DPP mendukung Naro untuk tetap menjadi ketua umum dalam Muktamar PPP yang akan diadakan pada 1989. Waktu itu siapa calon wapres belum diketahui. Tampaknya semua orang menduga - termasuk pimpinan PPP - bahwa calon wapres akan diisyaratkan dan dltentukan oleh Presiden Soeharto sendiri, seperti tahun-tahun sebelumnya. Suara yang mengusulkan Naro sebagai calon wapres sebetulnya memang sudah ada. Misalnya, 21 mahasiswa Islam Bandung pada 19 Februari mengusulkan kepada MPR untuk mencalonkan dan memilih Dr. H.J. Naro sebagai wapres RI mendampingi presiden terpilih periode 1988-1993. Namun, saat itu hampir tak ada yang mengharap usulan itu akan menjadi kenyataan. Mendadak terjadilah titik balik itu. Pada 26 Februari utusan trifraksi menemui Presiden Soeharto di kediamannya untuk menanyakan calon wapres yang akan mendampinginya selama 1988-1993. Lalu keluarlah penjelasan Ketua F-KP MPR H. Sugandhi yang menggegerkan itu: Presiden Soeharto tidak menyebut nama, cuma lima kriteria. Kehidupan politik di Jakarta pun lebih berdegup. Mengapa Presiden tak mau menyebut nama? Siapa sebenarnya yang dikehendaki Pak Harto? Semua orpol dan ormas pun bergegas membahasnya. PPP dengan sendirinya sibuk. Pada 28 Februari, DPP rapat di markas besarnya. Yang hadir 63 orang. Yang dibicarakan, hasil konsultasi F-KP dengan Presiden, dan penjelasan Ketua DPR/MPR Kharis Suhud seusai bertemu kepala negara di Bina Graha, 23 Februari. Waktu itu Kharis menjelaskan, pengajuan calon presiden dan wapres adalah wewenang fraksi di MPR. Diakuinya MPR telah menerima pengajuan secara tertulis satu nama calon wapres. "Apakah nama yang masuk itu adalah H.J. Naro?" tanya wartawan. "Bukan," jawab Kharis Suhud. Ketika soal calon wapres disinggung dalam rapat DPP-MPP Partai Persatuan, yang tak dihadiri Naro, ada suara dari hadirin. "Kita juga punya oranK. Mengapa bukan orang kita saja yang kita calonkan sebagai wapres?" Ketua F-PP di MPR, Darussamin, sebagai pembicara pertama dalam rapat itu,kabarnya menyambut, "Bagaimana kalau kita calonkan Pak Naro sebagai wapres?" Semua hadirin berteriak setuju. Esoknya dikirim utusan menemui Naro, meminta kesediaannya dicalonkan. "Pak Naro bersedia ketika diminta," ucap Mardinsyah. Tokoh Naro mereka nilai memenuhi semua persyaratan sebagai wapres, dan bisa bekerja sama dengan Presiden Soeharto. Pencalonan Naro pun menggelinding. Pada 2 Maret, sesuai dengan jadwal, pimpinan F-PP di MPR menemui Soeharto meminta kesediaannya dicalonkan kembali sebagai presiden. Dalam pertemuan itu soal pencalonan wapres tidak mereka singgung. Presiden sendiri, kata Darussamin, juga tidak membicarakan hal itu. Kepada pers, hari itu Darussamin mengungkapkan, Naro adalah calon fraksinya untuk jabatan wapres. Masyarakat pun ramai, sebab F-KP dan F-UD sudah mencalonkan Sudharmono sebagai wapres, didukung F-ABRI. Mula-mula banyak yang mengira pencalonan Naro sebagai wapres itu sekadar manuver untuk memperkuat bargaining position PPP, yang akan dilepaskan begitu tujuannya tercapai. Betapapun, pencalonan itu dipuji sebagai langkah politik yang lihat dari PPP. Namun, ketika para pimpinan PPP - termasuk Naro - menegaskan pencalonan itu tidak main-main, pandangan orang terhadap PPP berubah. Mendadak terasa SU MPR sekarang ini jadi lebih menarik. Ada semacam degup baru, gairah baru, bukan saja di antara para anggota MPR dan wartawan, tapi juga masyarakat yang kini lebih tekun mengikuti persidangan ini. Sidang kali ini ternyata "tidak rutin" seperti sebelumnya. "Faktor Naro" ternyata mengubah segalanya. Naro bahkan seakan menjadi simbol "angin baru" demokrasi. Apalagi pimpinan PPP seperti Darussamin, Mardinsyah, dan Naro sendiri ternyata pandal bicara. ''Voting pun kami berani, walau suara PPP di MPR cuma 93. Pencalonan ini bukan soal kalah menang. Yang penting, ini test case bagi demokrasi kita, agar demokrasi kita lebih berkembang dan sehat," ujar Mardinsyah. Menurut Mardinsyah, budaya di Indonesia yang tidak menghargai perbedaan pendapat harus dihapuskan pelan-pelan. "Inilah demokrasi Pancasila: berbeda-beda, tapi tetap satu," katanya. "Kami ingin menghidupkan demokrasi Pancasila yang sebenarnya. Bukan untuk generasi sekarang saja, tapi untuk generasi yang akan datang. Penegasan senada, yang seakan menggambarkan PPP sebagai kampiun demokrasi, ternyata memikat masyarakat. Ditambah lagi dengan sikap F-PP yang keras mempertahankan usulan perubahannya pada rancangan GBHN, dan mengajukan dua rantap non-GBHN. Apalagi tatkala Naro tetap bertahan sebagai calon wapres, meski ada "imbauan" dan "tekanan" agar ia mundur. Naro, tokoh urakan dan kontroversial yang di masa lalu tak jarang bikin kesal banyak orang, tiba-tiba seperti tumbuh menjulang. Sebagai underdog melawan Sudharmono, yang pasti menang, ia beroleh simpati dari kanan-kiri. Apalagi penampilan PDI yang banyak diharapkan generasi muda, dalam pencalonan wapres ini, ternyata melempem. Dan Naro, yang bukan orang kemarin sore, tak ayal lagi berenang bagai bebek dicemplungkan ke air. "Pak Dharmono itu teman lama saya. Saya pernah sekantor dengan beliau tahun 1958. Beliau waktu itu mayor, saya jaksa di Teperpu. Kami satu ruangan. Kami berdua juga sama-sama lulusan UI, sama-sama sarjana hukum, samasama ketua umum orpol, dan sama-sama eksponen Orde Baru," katanya. Tambah Naro, "Jadi enak kalau teman bertanding ini orang yang sudah kita kenal. Seperti halnya pertandingan tenis, ada yang kalah, ada yang menang. Yang kalah ya menjabat tangan yang menang. No hard feelings. Kita harus mementingkan kepentingan bangsa." Pada rekan-rekan separtainya, Naro mengatakan, "Yang kita lakukan sesuai dengan konstitusi. Perkara menang atau kalah itu urusan Allah. Tujuan kita adalah mengajarkan pada bangsa ini bahwa negara kita ini negara hukum." Naro menegaskan pada pers, ia tidak akan mundur. "Siapa yang berani menekan saya? Siapa? Tak ada satu orang pun yang berhak menyuruh Naro mundur. Harus diingat saya ini abdi partai, dan saya harus melaksanakan permintaan partai melalui fraksi dalam masalah pencalonan ini. Mundur atau tidaknya saya tergantung partai saya." Imbauan agar Naro mundur memang ada. Antara lain yang secara terbuka disuarakan oleh Sekjen DPP Golkar Sarwono Kusumaatmadja Kamis pekan lalu. Alasannya karena Naro tidak memenuhi satu syarat konstitusional, yakni harus bisa bekerja sama dengan Presiden/Mandataris MPR, malah mempunyai garis politik yang berbeda. Buktinya, F-PP di MPR tidak menyetujui rancangan GBHN yang didasarkan pada bahan-bahan dari Presiden. Dengan tangkas Naro menjawab, "Kalau Pak Harto mengatakan tidak bisa bekerja sama dengan saya, ya saya terima." Tapi diingatkannya, tatkala bertemu pimpinan MPR pada 23 Februari (Naro termasuk salah satunya), Presiden Soeharto mengatakan masalah kesanggupan kerja sama jangan ditanyakan kepada presiden terpilih, tapi kepada calon wapres. "Karena Pak Harto mengatakan, dengan siapa pun beliau dapat bekerja sama," ujar Naro mengutip Presiden. Naro juga tetap menolak mundur tatkala B.M. Diah - yang mewakili Yayasan 17-81945 menemui Presiden Sabtu pekan lalu mengungkapkan seakan-akan Kepala Negara secara tidak langsung telah meminta Naro menarik pencalonannya. "Itu 'kan kata B.M. Diah. Saya tidak percaya itu. Tak mungkin Pak Harto mengatakan itu. Pak Harto itu 'kan seorang demokrat. Beliau sendiri yang menginginkan supaya wapres itu dicalonkan fraksi-fraksi," jawabnya. "Promise, saya tidak akan mundur," tambahnya. PPP jelas terus mendukung sikap Naro. "Itu keputusan partai. Kalau partai mengharuskan maju, ya maju terus," kata Darussamin. Ia menyadari ada bahaya yang mungkin menghadang akibat sikap PPP itu. "Kami siap menanggung segala risikonya," tutur Darussamin. Ditegaskan oleh Darussamin: PPP tetap solid (utuh), meski menurut dia, ada usaha-usaha untuk menggerogoti. Menurut Mardinsyah, F-PP yang terdiri atas 93 orang siap menghadapi usaha dari luar untuk mempengaruhi anggotanya. Semua anggotanya telah diberi keyakinan dahulu, hingga tak mudah goyah. "Kami beri pagar dulu, baru kemudian kami lepas," ujarnya. Ia begitu yakin tak ada anggotanya yang akan membelot. Membelot artinya tidak memberikan suara pada Naro seandainya pemungutan suara pada pemilihan wapres terjadi. Ini memang mungkin, karena voting itu dilakukan secara rahasia. Senin pekan ini, pukul 13.30, Darussamin menyerahkan berkas pencalonan Naro kepada Ketua MPR Kharis Suhud. Senin lewat tengah maam (atau Selasa dinihari) di Komisi A dan B dilangsungkan voting seraya berdiri, karena F-PP bersikukuh dengan pendapat mereka. Jumat pekan ini, kalau saja Naro bertahan, akan ada catatan baru dalam sejarah politik Indonesia. Dan John Naro, orang Solok, Sumatera Barat, yang dilahirkan di Palebang, dan bergelar doktor honoris causa dari China Academy, Taiwan, boleh jadi akan terukir dalam buku catatan itu. Siapa tahu. "Saya siap menjadi tumbal demokrasi," kata Naro. Susanto Pudjomartono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus