DI Indonesia, Provinsi Fujian bisa disamakan dengan Sumatera Barat, yang penduduknya suka merantau. Sekitar 7,4 juta Cina perantauan di seluruh dunia berasal dari provinsi ini. Di Indonesia saja bisa dicatat sejumlah pengusaha asal Fujian yang sukses. Misalnya taipan Liem Sioe Liong, konglomerat Eka Tjipta Widjaja, pendiri perusahaan rokok Dji Sam Soe Liem Seng Tee, dan pemilik Taman Lokasari Tan Hin Hie. Provinsi ini bukannya tidak menerima balas budi dari bekas warganya itu. Liem Sioe Liong, misalnya, banyak menyumbang kota kelahirannya di Fuqing, di sebelah selatan ibu kota Fujian, Fuzhou. Sejak Cina membuka pintu terhadap dunia luar pada 1979, Fujian terutama berkembang dari investasi negara lain. Provinsi dengan luas areal 121.200 kilometer persegi ini berhawa sejuk dengan curah hujan tinggi setiap tahunnya. Fujian, yang dulu dikenal dengan nama Fukhien ini, cocok untuk pertanian, perikanan, dan pertambangan. Dengan segala potensinya itu, tak heran pemerintah Cina mencurahkan dananya untuk menarik investor ke sana. Sudah sekitar tujuh milyar yuan dikeluarkan untuk pembangunan sarana telekomunikasi dan transportasi di provinsi yang terdiri dari enam kabupaten ini (US$ 1 = 4,6 yuan). Jaringan telepon IDD (International Direct Dialing) yang pertama dibangun di Cina pada 1982 bukan di Beijing, tapi di Fujian. Provinsi ini juga mempunyai dua lapangan terbang internasional, di Fuzhou dan Xiamen. Pemda Fujian ikut aktif mempermudah masuknya investor. Masa penggunaan tanah untuk bidang industri bisa sampai 40 tahun dengan harga bersaing. Di Xiamen, kota khusus ekonomi Fujian yang pekan lalu dikunjungi Presiden Soeharto, sewa tanah 5 yuan per m2 per tahun dengan potongan 10 persen untuk pabrik. Harga sewa di pelabuhan Mawei juga sama, tapi untuk 10 tahun pertama diberikan - gratis. Hasilnya segera kelihatan. Sejak 1979 itu juga, pemda Fujian sudah menandatangani pelbagai kontrak penanaman modal asing yang nilai keseluruhannya sampai saat ini telah mencapai US$ 2,73 milyar -- US$ 1,27 milyar di antaranya sudah direalisasikan. Selama 10 tahun sejak gerakan buka pintu, provinsi ini bisa meraup US$ 11,09 milyar dari perdagangan internasionalnya. Tahun lalu, Fujian menduduki peringkat teratas untuk nilai ekspor di seluruh Cina, dengan angka US$ 1,662 milyar. Komoditi yang diekspor terutama pesawat televisi, jamur kaleng, dan udang beku. Pesatnya pembangunan fisik amat terasa di Xiamen dan Mawei. Xiamen merupakan kota terbesar kedua di Fujian. Fuzhou, ibu kota provinsi, malah kalah maju. Hiburan untuk orang asing banyak di kota ini. Diskotek dan karaoke, misalnya, memasang lampu warna-warni untuk menarik pengunjung. Para wanita panggilan di salah satu hotel berbintang empat, Hot Spring, malah berani menelepon ke kamar para tamu. Masih ada provinsi di selatan Fujian yang juga merupakan kampung halaman banyak Cina perantauan, yaitu Guangdong (dulu disebut Kwangtung). Bekas pelukis Istana di zaman Presiden Soekarno, Lee Man Fong, berasal dari sini. Di sini juga ada sebuah rumah sakit bernama Nanfang, yang banyak dikunjungi orang Indonesia untuk transplantasi ginjal. Diah Purnomowati dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini