Puluhan buruh di-PHK, setelah menggerakkan aksi mogok menuntut perbaikan nasib. Benarkah mereka ditunggangi pihak luar? PERBAIKAN nasib, setelah aksi mogok berhasil, tak selamanya dinikmati semua buruh. Misalnya, seperti yang terjadi di pabrik Evershintex. Kalau aksi yang dilancarkan pertengahan Mei itu membuahkan hasil menggembirakan bagi 3.600 karyawannya -- antara lain adanya perbaikan uang transpor, uang makan, uang lembur. Bagi Samsara (bukan nama sebenarnya), yang diterimanya malah sebaliknya. Ia, bersama sembilan temannya sesama buruh di pabrik yang terletak di Jalan Raya Bogor ini, bukan saja dituding menjadi penggerak aksi mogok, juga akhirnya dipaksa untuk mengundurkan diri. Mereka, oleh pihak keamanan -- seperti yang diceritakan Samsara -- dituduh mengadakan rapat gelap beberapa hari sebelum aksi tersebut dan melakukan gerakan yang bertendensi politis. Begitu pula buruh yang ikut dalam aksi protes ke kantor perwakilan International Labour Organisation (ILO) di Jalan Thamrin, Jakarta, ketika memprotes pencalonan Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara sebagai presiden International Labour Conference, Juni lalu. Salah seorang di antaranya adalah Tati (tentu bukan nama sebenarnya), 23 tahun, buruh PT Intercallin, awal Agustus lalu menerima pesangon terakhirnya. Ia di-PHK karena dituduh menghasut temannya untuk mogok dan demonstrasi. Kalau benar catatan Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan, sampai Sabtu pekan lalu, ada 40-an buruh yang sudah terkena PHK dengan berbagai alasan. "Kami menilai tindakan yang mereka lakukan tidak benar," kata Ir. J. Tanuwidjaja, Kepala Pabrik PT Intercallin yang terletak di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Ia menunjuk kasus demonstrasi di perwakilan ILO sebagai tindakan politis. Karena itulah ia menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh buruhnya ditunggangi oleh pihak luar. "Saya heran, kesejahteraan di perusahaan membaik, tetapi mengapa mereka masih membuat suasana kerja jadi kacau," kata Tanuwidjaja. Selama ini, sejak gerakan aksi mogok semakin keras, ancaman yang muncul terutama kepada pentolan buruh, bukan cuma PHK. Beberapa tidak sampai diberhentikan. Tapi sering suasana tak betah diciptakan agar si karyawan akhirnya minta berhenti. Kasihani misalnya (juga bukan nama sebenarnya), 28 tahun, yang ikut dalan beberapa aksi, masih bertahan. Buruh yang telah bekerja selama 11 tahun di PT Intercallin, penghasil batu batere ABC, itu dipindahtugaskan beberapa kali.Ia, yang semula bekerja di bagian komponen batu batere, dimutasikan ke bagian kebersihan. Ia, antara lain, disuruh membersihkan kaca atau lantai yang kotor. Tak lama, wanita bertubuh mungil ini dipindahkan lagi ke bagian mesin. Tidak hanya itu, ia juga diwajibkan mencatat setiap kegiatannya. "Mulai dari masuk ruangan, keluar ruangan, sampai ke kamar kecil pun, harus dicatat waktunya sampai ke menit-menitnya," katanya. Terakhir, cewek bertubuh mungil itu dipindahkan ke bagian pembongkaran batere usang. Hebatnya, meskipun ia pernah selama 20 hari tidak diberi tugas apa-apa, Kasihani masih bisa bertahan. Beberapa temannya yang lain sudah lebih dulu "menyerah". Pihak PT Intercallin, yang mengaku mem-PHK 16 orang buruhnya, membantah bahwa mereka dipaksa secara halus maupun kasar untuk mengundurkan diri. "Mereka semua mengajukan pengunduran diri karena kemauan sendiri," kata Tanuwidjaja.Tapi ia mengakui, ada seorang buruh dipecat tanpa pesangon. Dan dari 16 orang tersebut, 8 di antaranya tokoh gerakan buruh di pabriknya. Rustam F. Mandayun, Indrawan, dan Sandra Hamid (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini