SEDAN Charade putih yang memakai pelat nomor dengan huruf warna merah itu sempat dilihat petugas Operasi Zebra di alun- alun Bandung, Kamis pekan lalu. Ganjilnya, warna dasar pelat yang mirip pelat nomor kendaraan dinas pemerintah itu hitam. Seorang polisi segera memberi aba-aba, minta pengemudinya berhenti. ''Apakah ini mobil pemerintah?'' tanya polisi tersebut. Rudy, pengemudi Charade tadi, tampak gugup. Lalu, petugas itu mengajaknya menyetir mobilnya ke Markas Kepolisian Wilayah Kota Besar (Mapolwiltabes) Bandung. Di situ Rudy diminta membeli thinner dan disuruh membersihkan angka dan huruf pada pelat nomor yang berwarna saru itu. Ternyata urusannya belum selesai. Pemuda ini mengeluarkan Rp 30 ribu, usai berdialog sekitar 15 menit dengan petugas. ''Ketimbang diproses, bikin lama saja,'' katanya. Lalu, ia ngacir, tanpa menerima tanda bukti apa pun. Begitu pula yang dilakukan tiga sopir taksi yang memarkir kendaraannya di Mapolwiltabes Bandung. Mereka tertawa setelah menyerahkan sejumlah uang denda. ''Yang penting, tahu sama tahulah,'' kata seorang pengemudi yang terkena Operasi Zebra. Sementara itu, beberapa polisi yang menerima salam tempel tenang saja mengatakan bahwa yang diterima itu uang titipan. Itulah warna-warni Operasi Zebra, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ) mulai awal bulan ini. Sama seperti sebelumnya, salam tempel atau uang damai selalu menyelesaikan perkara. Tapi, dengan berlakunya UULAJ, kendaraan pengangkut jasa seperti mikrolet, angkutan kota (angkot), dan bus banyak yang memilih tidak beroperasi. Contohnya di Medan. Angkot jurusan SambuDeli Tua, misalnya, yang biasanya sehari beroperasi mencapai 250 buah, kini tinggal separuhnya. ''Sebelum kena tilang, ya, istirahat dulu,'' kata Rasyad, pengemudi angkot Sudaco. Sukadji Ali, Ketua DPC Organda Kota Madya Surabaya, bahkan memperkirakan 60% dari 13 ribu anggotanya di Kota Buaya itu memilih nongkrong di rumah mengingat surat izin mengemudi (SIM) sopirnya belum beres. Akibatnya, sejumlah pengguna jasa angkutan belepotan. Ada yang terlambat datang ke kantor, dan ada pula siswa yang terlambat masuk sekolah. ''Kami terpaksa pulang karena sampai di sekolah terlambat,'' ujar Dewi, siswi SMP di Deli Tua, Medan. Begitu pula di Bandung, karena ada Operasi Zebra, angkutan umum menjadi sulit. ''Kami orang kecil yang nggak punya kendaraan pribadi, jadi tambah susah,'' kata Syarief, pegawai di sebuah perusahaan swasta di Bandung. Sebelumnya, UULAJ dianggap kontroversial sehingga membuat sejumlah sopir dan pengendara belingsatan. Bayangkan, pengemudi yang tidak memiliki SIM bisa didenda Rp 6 juta atau hukuman penjara 6 bulan. Dan yang alpa membawa SIM didenda Rp 2 juta atau kurungan 2 bulan. Maka, ketika UULAJ ini disahkan DPR, Maret tahun lalu, masyarakat marak dan ada yang menyambut dengan demonstrasi. Mereka menganggap UULAJ akan dijadikan senjata objekan baru polisi, yang seenaknya mungkin menuntut denda damai. Untuk meredam suasana, Presiden Soeharto kemudian memutuskan menunda pelaksanaannya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1992. Kini, pelaksanaan UULAJ diberlakukan. Ternyata, kekhawatiran yang semula sudah tergambar, di sana-sini, ada benarnya juga. Bahkan, ada sementara polisi yang merangkap tugas yang semestinya menjadi kewenangan petugas Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Menurut ketentuan, polisi hanya berwenang memeriksa surat- surat kendaraan, sedangkan soal perlengkapan kendaraan, seperti tanda laik tidaknya kendaraan dioperasikan, menjadi kewenangan petugas DLLAJR. Tapi, rupanya, polisi lebih berpengalaman. Di Medan, misalnya, beberapa polisi malah rela merangkap tugas yang semestinya menjadi tanggung jawab petugas DLLAJR. Tapi, dengan diberlakukannya UULAJ itu, tidak berarti yang dialami itu semua menjadi minor. Manfaatnya banyak. ''Bagi saya, menghadapi Tahun Baru kali ini merupakan momentum yang tepat untuk melaksanakan UULAJ ini,'' ujar Kapolri Letnan Jenderal Banurusman. Ini juga dirasakan Astono, pengemudi bus Dieng Indah jurusan PurwokertoSemarang. Ia terkena tilang, dan bisa membayar denda Rp 20 ribu langsung ke BRI atau cukup menitipkannya pada polisi. Selain itu, pemerataan pendapatan para pengemudi juga terjamin. Awak bus yang selama ini rakus mengangkut penumpang melebihi kapasitas tempat duduk yang tersedia, kini, tak berani seenaknya. Sehingga, sopir yang kondisi busnya jelek gampang mengaut rezekinya. Dan setelah Operasi Zebra diberlakukan, ternyata para sopir yang memiliki surat-surat kendaraan secara lengkap justru beruntung karena berani jalan. ''Sekarang saya memperoleh Rp 25 ribu sehari,'' kata Sukamdani, pengemudi taksi Zebra di Surabaya. Sebelumnya, ia cuma membawa pulang Rp 15 ribu. Begitu pula para pengguna jasa angkutan. Mereka tak perlu lagi berdesakan bermandi keringat sambil berkecak pinggang. Tapi, sementara ini, memang belum semua penumpang mudah mendapat angkutan karena banyak sopir takut beroperasi di jalanan sebelum melengkapi surat-surat dan perlengkapannya kendaraannya. Agus Basri, Ahmad Taufik, dan Bandelan Amaruddin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini