Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memakai ukuran parabola

Soeripto, walau ditentang berbagai pihak, terpilih lagi menjadi gubernur riau. ada kesenjangan pendapatan daerah, cadangan minyak menipis.

11 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALAU ada yang menentangnya, Mayjen Purn. Soeripto, 59 tahun, dengan mulus terpilih kembali menjadi Gubernur Riau 28 November lalu. Selama lima tahun menjadi gubernur, pria yang suka bersepeda itu sering tampak turun ke pasar atau menemui rakyat kecil di bumi Lancang Kuning itu. Kecuali membawahkan Riau daratan, Soeripto juga harus mengontrol 3.214 pulau di Selat Malaka. Berbareng dengan pemilihannya, ia mengundang wartawan TEMPO Agus Basri dan sejumlah wartawan Ibu Kota untuk mengunjungi Riau sekitar sepekan. Berikut petikan wawancara dengan Soeripto, yang akan dilantik tanggal 28 Desember nanti. Bagaimana Anda melihat Provinsi Riau setelah lima tahun ini? Riau itu terbagi menjadi dua: daratan dan kepulauan. Letaknya ada di persilangan dengan Singapura. Maka, saya mulai mengembangkan Sijori (Singapura-Johor-Riau). Untuk wilayah daratan, saya akan mengembangkan sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. Mulai bulan Maret, pantai timur akan dihubungkan dengan Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, terus ke Jawa. Sekarang jalan darat dari kota kecil Airmolek di Kabupaten Rengat ke Pekanbaru cuma dua setengah jam. Sebelumnya delapan jam lebih. Bagaimana mengantisipasi sumber minyak Riau dan timah di Singkep yang hampir habis? Cadangan minyak Stanvac dan Pertamina di Lirik, misalnya, memang sudah hampir habis, tinggal 6.000 barel per hari. Tapi kami sudah siap. Saya mendorong pengembangan perkebunan. Hutan di Riau ada 9 juta hektare. Sedangkan untuk mengatasi Singkep, saya sudah menemukan jalan, yakni kembali ke wisata bahari. Sekarang kan orang Singapura umumnya mencari kegiatan yang sifatnya back to nature, seperti memancing. Masalahnya, rakyat Singkep sudah terbiasa dengan timah. Belajar dari situ, sekarang saya mengharuskan mereka yang melakukan penambangan granit dan pasir di Tanjungbalai Karimun untuk mendesainnya lebih tepat. Maksudnya, agar di masa depan bekas penambangan itu dapat dimanfaatkan. Ide ini sebenarnya datang dari apa yang dilakukan Salim Group di Pulau Bulan. Ketika menggali pasir, perusahaan itu melakukannya dengan terencana. Di antara galian-galian, di tengahnya ada jalan. Dan setelah tiga tahun, ketika Salim Group mulai membuat kebun anggrek, air di bekas galian telah menjadi tawar. Air itu dimanfaatkan untuk menyirami anggrek. Pengalaman inilah yang saya terapkan di Karimun. Bagaimana Anda menyiapkan tenaga kerja untuk pengembangan Sijori? Di wilayah Sijori nantinya memang akan ada 21 hotel bintang lima dan 13 lapangan golf. Untuk itu, sekarang saya punya Akademi Pariwisata di Riau. Tapi saya membutuhkan swasta Singapura dan Indonesia bekerja sama untuk mendidik calon tenaga kerja buat sektor pariwisata dan perhotelan itu. Di Bintan saja, diperkirakan akan dibutuhkan 150 ribu tenaga kerja untuk industri dan pariwisata. Belum terhitung sopir taksi, tenaga bangunan, dan tenaga penunjang lainnya, yang kira-kira 750 ribu orang. Bagaimana pemanfaatan tenaga kerja setempat dari Riau? Dari Jawa mereka pasti berdatangan dan jumlahnya memang banyak. Tapi soal kualitas, sebenarnya saya sudah menyiapkan lebih baik dibanding beberapa yang dari Jawa. Anak-anak lulusan STM dan SMA di Tanjungpinang dan Batam kan pada loncat dulu ke Singapura. Mereka perlu kursus Inggris selama enam bulan. Supaya gajinya lebih mahal. Pokoknya, tuntutan saya tenaga kerja lokal dari Riau harus mencapai 30%. Sekarang baru 21%. Perusahaan di Batamindo 90% bergerak di bidang elektronik, sementara sedikit murid STM yang memilih jurusan elektro. Bagaimana? Saya setuju analisa itu. Tapi saya sudah melakukan kerja sama dengan Badan Pendidikan Pariwisata Bandung. Saya buka pusat pendidikan dan latihan untuk 80 siswa jurusan penataan hotel di Tanjungpinang. Saya sediakan dana Rp 190 juta. Satu siswa butuh Rp 2,2 juta selama enam bulan. Bagaimana Anda menghadapi dualisme penguasa di Batam, antara pemerintah daerah dan Otorita? Itu tergantung. Pokoknya, keputusan Presiden tinggal dilaksanakan di lapangan. Sedikit demi sedikit kewenangan pemerintah daerah sudah dikembalikan, kok. Pajak kendaraan bermotor, misalnya, sekarang sudah maju sekali masuk pemerintah daerah. Jumlahnya satu miliar rupiah lebih. Pengaturan industri juga di-back up. Kan nantinya tata guna tanah dikembalikan ke pemerintah daerah. Jadi, semua sudah mulai tune in. Di bidang sosial-politik, apa yang perlu diwaspadai di sini? Dengan perkembangan industri di Batam dan Bintan, dengan sendirinya yang hadir bukan petani tapi buruh pabrik. Masalah yang muncul dari buruh asal Jawa mungkin soal upah, perlakuan, atau perbedaan wanita dan pria. Juga masalah perbatasan. Masalahnya akan tetap rawan. Tentu patroli mesti ditingkatkan. Bagaimana strategi Anda mengatasi kesenjangan pendapatan asli daerah (PAD)? Ada yang bilang sebagian besar uang mengalir ke Jakarta. Memang masih ada kesenjangan PAD tingkat kabupaten. Tapi beberapa kota kecil di daerah kini sudah bisa meningkat, misalnya Baganbatu, Airmolek, Ujungbatu. Peredaran uang bagus, perdagangan maju. Banyak parabola di desa-desa itu. Menjelang pemilihan gubernur yang lalu, ada pihak yang menentang Anda. Bahkan ada mahasiswa yang berdemonstrasi segala .... Ah, sudahlah. Mereka cuma memprotes SDSB. Jangan dicampuradukkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus