Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI telenovela, perseteruan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berserial-serial. Setelah kader daerah ramai menentang kebijakan pusat dalam penetapan calon gubernur, kini pertempuran terjadi di dalam pengurus pusat sendiri. Korbannya: sejumlah anggota badan penelitian dan pengembangan (balitbang) partai itu terancam dipecat. Penggantian anggota balitbang itu rencananya diumumkan pekan ini.
Sebagaimana luas diberitakan, perseteruan ini bermula pada jajak pendapat yang dilakukan oleh badan penelitian partai itu. Digelar sejak awal Mei hingga akhir Juni 2003 ini, polling itu menjaring 2.500 responden dari 250 desa di 15 provinsi. Sukowaluyo, wakil ketua harian badan itu, didaulat sebagai pemimpin proyek.
Dua puluh empat pertanyaan disodorkan kepada responden. Salah satunya adalah partai apa yang akan mereka pilih dalam pemilu mendatang. Hasilnya mengecewakan. Partai Banteng, yang pada 1999 menggantang sekitar 34 persen suara, dalam polling itu cuma mendapat 21,7 persen, tertinggal enam poin dari Partai Golkar, yang melambung di angka 27,2 persen. Padahal Partai Beringin dicap milik Orde Baru dan ketua umumnya masih dililit perkara korupsi.
Secara umum, popularitas Megawati juga melorot tajam. Jika diadu dengan tokoh seperti Jenderal (Purn.) Wiranto dan Amien Rais dalam pemilihan presiden langsung, cuma sedikit yang melirik Megawati. "Intinya, popularitas Ibu Mega menurun," kata Sukowaluyo.
Hasil polling itulah yang bikin petinggi partai ini gundah-gulana. Kegundahan itu merebak dalam pertemuan tak resmi sejumlah petinggi partai ini pada 25 Juli lalu di kantor Balitbang PDIP di Gedung Fajar, Senayan, Jakarta. Hadir di situ Ketua Balitbang Kwik Kian Gie, Arifin Panigoro, Roy B. Janis (Ketua Fraksi PDIP di DPR), Noviantika Nasution, Meilono Suwondo, Julius Usman, dan beberapa petinggi partai lainnya. Di Partai Banteng, mereka biasa disebut Kelompok Kwik Kian Gie.
Rapat ini membahas keburaman jajak pendapat tadi, juga menelisik jalan keluar yang masih bisa ditempuh. Seorang peserta tiba-tiba memberikan usul yang membuat hadirin lainnya berkerut kening, yakni menggelar kongres luar biasa (KLB). Kongres itu—kata si pengusul—dilakukan untuk memilih ketua baru menggantikan Mega, yang dianggap tak lagi punya prospek.
Sejumlah peserta terlihat mendukung, sebagiannya bingung, tapi tiba-tiba Kwik Kian Gie nyeletuk, "Memang, kalau KLB, siapa yang menggantikan Ibu Mega?" Tak ada yang menyahut. Sepi menyapu ruang pertemuan. Beberapa menit kemudian, Meilono Suwondo mendadak menyahut, "Saya usulkan Sophan Sophiaan."
Suasana pertemuan itu lalu berubah tegang. Beberapa peserta melirik ke arah Sophan, menunggu jawaban. Lalu, "Saya sih tidak mampu. Tapi, kalau diperintahkan partai, saya bersedia," jawab Sophan dengan suara pelan, sebagaimana ditirukan seorang peserta rapat itu kepada TEMPO. Beberapa orang terlihat berbisik-bisik. Ada yang menimpali bahwa KLB bertele-tele prosedurnya, padahal pemilu sudah di muka pintu.
Tapi tiba-tiba Kwik menyela, "Saya kok ndak percaya hasil polling ini." Pernyataan itu mengejutkan sejumlah peserta rapat. "Lo, kalau enggak percaya, ngapain kita bahas?" celetuk Meilono dengan nada tinggi. Beberapa peserta sudah terlihat resah. Ruangan tersaput ketegangan.
Meilono lalu walk out dari ruang rapat, disusul oleh Julius Usman. Belakangan Julius masuk lagi. "Kwik sudah tidak kooperatif lagi," kata Meilono ketika ditanya alasannya keluar dari pertemuan itu. Rapat itu berakhir tanpa hasil yang jelas.
Dalam rapat kerja nasional pada 29 Juli, hasil jajak pendapat ini diuraikan di depan dewan pimpinan pusat (DPP), yang juga dihadiri Megawati Soekarnoputri. Presentasi dilakukan Sukowaluyo didampingi beberapa anggota lainnya.
Dalam paparannya, Suko secara terbuka menyampaikan hasil polling yang kurang menggembirakan itu dan membandingkannya dengan jajak pendapat sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa lembaga riset seperti Danareksa atau Ford Foundation. Dari semua polling itu, "Popularitas Mega dan partai menurun," begitu kesimpulan tim Sukowaluyo.
Kepada TEMPO, Sukowaluyo menuturkan bahwa Megawati terlihat santai-santai saja mendengar ulasan tim. Sang Ketua Umum cuma berpesan agar segenap anggota partai berbenah diri menghadapi pemilu nanti. Itu saja.
Kondisi menjadi keruh ketika muncul berita mengejutkan di sebuah harian nasional. Judulnya Kantor Kwik Dipakai buat Rapat Penggulingan Megawati. Hanya, koran tersebut menyebut tanggal 31 Juli untuk pertemuan yang berlangsung 25 Juli tadi.
Berita itu muncul persis ketika berlangsung Sidang Tahunan MPR di Senayan. Sejumlah pengurus partai sibuk mencari tahu soal benar-tidaknya rapat di balitbang itu. Juga beredar kabar bahwa rekaman pertemuan tanggal 25 Juli itu sampai ke Teuku Umar, kediaman Megawati. Sang Ketua Umum disebut-sebut marah besar setelah mendengar rekaman itu.
Tiba-tiba pada 7 Agustus lalu Kwik Kian Gie mengirim surat kepada Ketua Umum Megawati untuk meminta pembekuan balitbang. Surat ini kemudian dibalas dengan surat protes oleh anggota balitbang lainnya. Pekan lalu, salinan surat-menyurat juga melayang ke kantor TEMPO.
Surat Kwik itu menggunakan kop Balitbang PDI Perjuangan. Di sana disebutkan bahwa dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya, Kwik membekukan badan itu per 7 Agustus 2003.
Ia menyebut alasannya di alinea keempat. Bunyinya antara lain badan itu dinilai berada dalam kondisi kritis, tidak ada sense of mission, tidak punya soliditas, banyak menyimpan perbedaan pandangan, dan dalam banyak kasus mencuatkan citra ketidakkompakan di media massa.
Kwik juga meminta arahan dari sang Ketua Umum dan anggota pengurus partai lainnya tentang pembentukan pengurus balitbang baru, lengkap dengan rambu-rambu yang harus ditaati. Di akhir suratnya itu, ia menyampaikan bahwa pihaknya menunggu keputusan dan arahan dari ketua umum partai. Selain kepada Megawati, surat itu dikirim kepada semua pengurus harian Balitbang PDIP.
Membaca surat itu, anggota balitbang lainnya bagai disambar geledek. Mereka memprotes. Sore harinya, pengurus harian badan itu langsung mengirim surat balasan, yang ditandatangani oleh 12 orang pengurus. Di situ, satu per satu mereka membantah alasan yang disampaikan Kwik Kian Gie.
Soal ketidakkompakan di media massa, para anggota itu malah menuding justru Kwiklah yang kerap bikin ulah. Disebutkan bahwa Kwik, yang juga Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kerap mengeluarkan statemen atas nama Balitbang PDIP tanpa lebih dulu berbicara dengan rekan-rekannya. Salah satu contohnya adalah "Exit Strategy IMF yang sering diusulkan Kwik atas nama Balitbang," kata surat itu. Kwik memang berkali-kali menyampaikan perlunya Indonesia segera menyatakan goodbye dari program bantuan lembaga keuangan internasional IMF.
Surat itu ditutup dengan penolakan para anggota terhadap keputusan pembekuan tersebut. Mereka menyatakan akan tetap melaksanakan tugas sesuai dengan program balitbang yang telah ditetapkan.
Tapi mengapa Kwik bikin keputusan kontroversial seperti itu? Sejumlah anggota balitbang menyebutkan bahwa keputusan itu dipicu oleh kemarahan sang Ketua Umum setelah mendengar rekaman pertemuan 25 Juli 2003. Apalagi dalam pertemuan itu muncul usul untuk mengganti ketua umum partai.
Sejumlah pengurus yang hadir dalam rapat itu menuding Kwik sendirilah yang merekam isi pertemuan untuk kemudian disetor ke Megawati. "Kwik yang sengaja bikin rekaman itu," kata seorang pengurus partai itu.
Tapi Kwik membantah. Di ruang rapat itu, katanya, tidak ada alat perekam. Soal hasil rapat itu sampai ke Megawati, Kwik menjawab santai, "Apa sih yang tidak bocor di negeri ini? Rapat kabinet saja bisa bocor." Ia malah curiga isi rapat tersebar karena peserta rapat lainnya ngember alias menceritakannya kepada orang lain.
Tentang surat permintaannya untuk membubarkan balitbang, Kwik menyebutkan DPP telah menolak usul tersebut. Pengurus pusat mengusulkan agar personalia badan itu dirombak total. Rencananya, Selasa pekan ini, keputusan penggantian itu akan diberitahukan kepada semua pengurus partai. Soal sebab perombakan itu, Kwik lagi-lagi menyebut, "Tidak ada sense of mission dalam badan itu."
Tudingan itu dibantah pengurus partai lainnya. Meilono menuding, inilah cara Kwik untuk kembali dekat dengan Megawati, setelah selama ini dia dijauhkan karena kerap mengumbar kritik kepada bosnya. Untuk tudingan ini, Kwik belum berkomentar.
Perseteruan tampaknya akan kian seru karena para anggota Balitbang PDIP telanjur mengibarkan bendera perlawanan. "Pembekuan atau penggantian akan terus kami lawan," kata Sukowaluyo.
Saling serang, saling lempar. Alih-alih memperbaiki kinerjanya yang ambruk, kubu Banteng tampaknya lebih suka baku seruduk.
Wenseslaus Manggut, Yandy (TNR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo