Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah 'Polling' Meresahkan

PDIP akan membentuk tim sukses untuk mendongkrak popularitas Megawati, yang anjlok menjelang Pemilu 2004.

14 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDINGIN udara dalam ruang pertemuan di lantai satu Hotel Hyatt Regency, Yogyakarta, siang itu serasa tak berfungsi. Hawa ruangan terasa gerah. Para pemimpin PDI Perjuangan terdiam dan saling pandang. Sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri, berbicara di depan mereka sambil mengeluh. Mengenakan rok terusan hitam bergaris-garis merah, ia duduk di ujung meja, bersebelahan dengan Sekretaris Jenderal Sutjipto.

Mega dilukiskan tampak gusar. Ia hanya sekali minum seteguk air putih dari gelas jangkung suguhan hotel. Segelas es teh kesukaannya kali ini tak sempat tersaji. Nada bicara sang bos besar pun datar. Presiden RI ini menuding kinerja para pengurus pusat partainya berjalan lamban. Perintah agar mengaktifkan kembali penggalangan kader-kader di daerah tak dilakoni. Pertemuan terbatas dengan petinggi partai banteng itu berlangsung Selasa pekan lalu, di sela-sela rapat pimpinan PDI Perjuangan.

Saat membuka acara penting partai menjelang Pemilu 2004 itu, Mega sudah menyindir para pengurus pusat. Sejak menjabat presiden, ia menyebut tak sempat lagi terlalu banyak mengurusi partai seperti sebelumnya. Tak ada cukup waktu turun ke daerah untuk membina para kader partai. Tadinya ia berharap agar pengurus inti menjadi kepanjangan tangannya dalam "membina kader". Nyatanya, konsolidasi di daerah tak seperti yang diharapkan. Koordinator wilayah dianggap tak mumpuni. Belum lagi banyak tokoh partai yang hengkang lantaran kecewa (lihat: Ramai-Ramai Pindah Kandang).

Mega juga menyinggung soal kesekretariatan, yang dinilai makin lemah. Citra ketua umum juga minta diperhatikan. Ia masih teringat akan permintaannya yang belum terkabul: menyewa konsultan public relation. Ini dimaksudkan agar bisa memoles penampilan partai dan si Ibu di depan publik. "Ibu Mega sampai kesal, gemes, kok mereka enggak ngerti-ngerti," ujar salah seorang peserta rapat pimpinan kepada TEMPO.

Hasil berbagai polling yang memerosotkan popularitas Mega dan partai banteng gemuk juga disinggung. Kader diminta tidak berkecil hati. Masih ada waktu untuk memacu kerja menjelang pemilu yang tinggal tujuh bulan lagi. Penjelasan Mega itu jelas menghantam sejumlah pengurus yang mengabaikan hasil pelbagai polling. "Sebab, sebelumnya banyak pengurus yang menganggap polling itu tak akurat," kata sumber ini.

Rapat pimpinan digelar 9 sampai 10 September lalu, dihadiri sekitar 20 orang dari unsur pengurus pusat, fraksi di MPR dan DPR, dan pimpinan berbagai badan otonom di bawah partai: Badan Pendidikan dan Latihan, Badan Penelitian dan Pengembangan, serta Dewan Pertimbangan Pusat. Dari unsur ketua, hadir Roy B.B. Janis, I Gusti Ngurah Sara, Gunawan Wirosaroyo, dan Theo Syafei. Bendahara Noviantika Nasution, sekretaris fraksi di MPR Sukowaluyo Mintohardjo, ketua fraksi di DPR Tjahjo Kumolo juga tampak di antara mereka. Kwik Kian Gie dan Arifin Panigoro malah tak hadir.

Mega hanya tampil satu setengah jam. Ia diplot cuma untuk membuka acara dan memberikan masukan sebelum pembahasan serius berlangsung di ruang tertutup. Dari Jakarta, agenda yang disiapkan cuma pematangan sistem penjaringan dan penyaringan calon anggota legislatif. Belakangan, agenda rapat bertambah sesuai dengan pesanan Mega: membentuk tim sukses untuk mengegolkan niatnya menjadi presiden lagi. "Permintaan ini tak lepas dari hasil-hasil polling," ujar sumber tersebut.

Tapi alasan reputasi merosot ini dibantah Tjahjo Kumolo. Ketua Fraksi PDIP di DPR ini malah hakulyakin bahwa polling masih berpihak pada Mega. Sampai September 2004, kata karib suami Mega, Taufiq Kiemas, itu popularitas putri Bung Karno masih di atas 14 persen melebihi para pesaingnya. Toh, ia tak menepis pandangan bahwa perlu organ khusus yang memikirkan strategi menjelang pemilihan presiden langsung. "Tim sukses memang harus ada menjelang pemilu," ujar Tjahjo.

Keinginan Mega soal tim sukses bukan pertama kali ini dilontarkan. Menurut Sekretaris Jenderal Sutjipto, niat itu sudah disampaikan dalam rapat dengan pimpinan pusat awal September lalu. Ini untuk persiapan menjelang pemilu legislatif pada April tahun depan dan pemilihan presiden tiga bulan kemudian. Organisasinya langsung di bawah kendali Dewan Pimpinan Pusat, tapi terpisah dengan Panitia Pemenangan Pemilu Pusat (Pappu). "Karena ketua umum menjadi calon presiden, keranjang sampahnya, ya, sekjen," kata Sutjipto. Artinya, tim akan di bawah pimpinan sekjen.

Rapat memutuskan tim berisi "orang dalam" dan "orang luar", tapi belum ditetapkan anggotanya secara pasti. Partai banteng tak tanggung-tanggung mempersiapkan tim sukses. Rencananya, mereka akan mengundang narasumber dari luar negeri yang pernah menjadi tim sukses calon presiden atau perdana menteri. Sutjipto menyebut bahwa tim sukses dari Kanada, Australia, dan Amerika Serikat akan dihadirkan. "Nanti perwakilan kami di sana yang menghubungi," ujarnya.

Jumlah anggota tim sukses mulai diotak-atik. Wakil Sekretaris Jenderal Pramono Anung menyatakan, idealnya tim berisi 17 orang—tapi tak ada kaitannya dengan angka keramat tanggal proklamasi. Detailnya akan diputuskan dalam rapat di markas Lenteng Agung, yang lazimnya diadakan Selasa pekan ini. "Saya enggak bisa ngomong sekarang," ujarnya. Mereka akan mengisi tujuh pos: bidang hukum, program, kampanye, sarana, prasarana, dan lainnya. Tugas tim ini beda dengan Pappu. Lembaga yang dipimpin Theo Syafei itu dirancang untuk memenangi pemilu legislatif.

Salah satu tugas tim adalah memoles citra Mega agar menarik simpati publik. Ia mencontohkan, di era 1990-an, sang idola dicitrakan sebagai tokoh anti-kemapanan yang selalu ditekan oleh Orde Baru. Kini, citra itu harus diubah karena PDI Perjuangan menjadi partai penguasa dan Mega menjabat presiden. Menurut Ketua PDIP Roy B.B. Janis, kisah sukses layak "dijual": dari soal perbaikan ekonomi makro sampai tindakan tegas terhadap separatis GAM di Aceh. Ia ingin tim sukses didominasi "orang dalam" dari struktur partai dari pusat sampai daerah. Tenaga profesional sebatas sebagai bala bantuan mendukung kerja tim. "Pak Sutjipto tepat menjadi ketua, supaya gampang memerintahnya," ujarnya.

Sukowaluyo Mintohardjo punya cerita lain. Ia mengatakan, jumlah dan siapa yang bakal memimpin belum disepakati dalam rapat pimpinan, karena rapat pleno dewan pimpinan adalah forum yang tepat untuk menentukannya. "Itu interpretasi Pak Tjipto sendiri," ujarnya. Ia tegas mengusulkan agar tim sukses harus terpisah dengan dewan pimpinan. Roy Janis malah menyebut kemungkinan sejumlah menteri di kabinet Mega untuk ikut nimbrung. Sebagai presiden, Mega punya modal lebih dibanding kandidat lain. "Dan Ibu Mega harus membujuk mereka agar bergabung," ujar Sukowaluyo.

Sejumlah profesional muda di sekeliling partai banteng itu berpeluang masuk tim kampanye. Menurut seorang politikus PDIP di parlemen, figur seperti Rizal Mallarangeng, Cornelis Lay, dan Denny J.A. akan diajak. Direktur Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, mengaku belum pernah dihubungi. Tapi kolega Taufiq Kiemas yang dekat dengan kandidat lain dari Partai Golkar ini sudah siap dengan seabrek usulan jika diminta melempangkan jalan Mega ke kursi presiden. "Jangan menolak jika Presiden yang meminta, karena ini suatu kehormatan," katanya.

Rizal mencontohkan, betapa kebijakan Mega kerap tak sampai pada publik. Misalnya saja penanganan soal Aceh. Karena yang kerap tampil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, dialah yang ketiban popularitas. Alhasil, berbagai polling menampakkan tren yang kian kinclong untuk Susilo Bambang. "Kecepatan Mega menjawab harapan masyarakat juga mesti didorong," kata Rizal. Bagus, dengan begitu, kita akan sering melihat Mega bicara blak-blakan di depan khalayak.

Jobpie Sugiharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus