Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Sultan, Adam

Seusai sidang kabinet paripurna diumumkan bahwa Hamengkubuwono tidak menerima pencalonan menjadi wakil presiden. Acara pamitan wapres. Adam Malik, nama yang santer disebut sebagai calon wakil presiden.(nas)

18 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM perayaan Skaten Pebruari lalu, gamelan Kyai Sekati diangkut dari keraton Yogyakarta ke mesjid Agung. Salah satu gong besar putus talinya dan jatuh. Alamat apa? mungkin tidak apa-apa, meskipun ada yang menghubungkannya dengan kejadian Sabtu pekan lalu. Seusai sidang Kabinet Paripurna terakhir, diumumkan bahwa Hamengkubuwono "dengan tulus ikhlas dan tanpa pengaruh dari siapapun juga memutuskan untuk tidak lagi menerima pencalonan menjadi wakil Presiden." Pengumuman Sabtu itu mengakhiri desas-desus yang telah beredar di Jakarta sejak akhir tahun lalu mengenai rencana Sultan untuk tak mau dicalonkan lagi sebagai wapres. Sudah lama kesehatan Sultan jadi alasan dari rencana ini, setelah dua kali ia dirawat di Boston Amerika Serikat untuk operasi matanya. Kata-kata perpisahan wakil Presiden Hamengkubuwono 66 tahun, yang dibacanya sendiri pada Sidang Kabinet Paripurna tanggal 11 Maret menyebutkan "keputusan ini saya ambil di antara lain dengan menggunakan pertimbangan mengenai kesehatan saya dewasa ini." Tapi di samping itu, Sultan menyebut "pertimbangan lain setelah saya renungkan dengan dalam-dalam," ialah adanya "ra'sa tanggung jawab di mana tumbuhlah suatu keinginan di dalam jiwa saya untuk memberikan bhakti yang lebih besar dan lebih efektif kepada negara dan bangsa." Hal ini, katanya hanya dapat ia laksanakan bila ia melepaskan diri dari hambatan resmi yang melekat pada kedudukan Wakil Presiden." Kalimat lain dari pernyataan Sultan ialah "Setelah mengambil keputusan ini, saya merasa masih cukup mampu dan karena itu tetap bersedia, apabila dikehendaki, untuk membantu dalam kelanjutan usaha pemhangunan nasional di negara kita." Sultan juga menyebutkan, bahwa "seperti juga Bapak Presiden, saya senantiasa mendengarkan pula dan meresapkan di hati saya suara-suara rakyat yang menginginkan keadilan sosial yang lebih memuaskan dan lebih mantap menjamin kehidupan rakyat yang hahagia dan sejahtera tanpa tekanan lahir maupun batin." Acara "pamitan" Sultan Sabtu pekan lalu itu berlangsung dengan "sedikit haru," kata Menpen a.i. Sudharmono. Sidang kabinetnya sendiri berlangsung hanya sekitar duapuluhan menit sesudah acara santap siang bersama atas undangan Presiden Soeharto yang baru kembali dari gedung DPR/MPR di Senayan. "Atas permintaan Bapak Presiden" para wartawan foto kemudian mengabadikan Presidcn dan Wapres seusai santap siang sebagai kenang-kenangan. Hatta Sultan tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai Wapres. Ia tak mengundurkan diri. Ini agak berbeda dengan peristiwa tahun 1956 ketika Moh. Hatta mengundurkan diri sebagai Wapres karena merasa tidak cocok dengan kebijaksanaan Presiden Soekarno waktu itu. Berbagai reaksi segera timbul setelah pengumuman keputusan Sultan itu. Yang jelas masyarakat yang sebelumnya diramaikan dengan membanjirnya dukungan untuk pencalonan kembali Jenderal Soeharto dan Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Presiden dan Wapres cukup dibuat kaget. Tapi semua orang menghormatinya. "Saya salut atas keputusan Sri Sultan itu. Itu prinsipiil sekali. Dan yang harus diperhatikan ialah pesan-pesannya yang tak terucap dalam pernyataan juga harus dilaksanakan," kata Sarwono Kusumaatmadja, anggota fraksi Karya Pembangunan di DPR-MPR, pada TEMPO. Nuddin Lubis, Ketua fraksi PP menganggap keputusan Sultan sebagai suatu hal yang cukup mengejutkan. Ia menganggap sebagai seorang tokoh besar, siKap Sultan Hamengkubuwono IX itu tentunya mempunyai alasan-alasan yang cukup lengkap dipertimbangkan. Selain mengucapkan "salut," Suryadi dari fraksi PDI mengharapkan agar sikap semacam itu jadi semacam konvensi nasional. Maksudnya, "pada saat pejabat secara moral dan etik harus mengundurkan diri, maka ia melakukannya." "Sultan memang sudah tidak mungkin mengemban tugas yang seberat itu. Beliau benar-benar sakit. Itu biasa terjadi pada setiap orang," kata Amir Murtono ketua DPP Golkar. Ia menafsirkan kesediaan Sultan untuk "membantu dalam kelanjutan usaha pembangunan nasional" sebagai kesediaan Sultan untuk memberikan dukungan, tidak dalam bentuk formil, kepada pemerintah. Menteng "Lowongnya" jabatan Wapres sesudah 23 Maret ini segera menghidupkan pembicaraan tentang siapa yang akan mendampingi Presiden Soeharto sebagai calon Wapres untuk pemilihan Presiden/Wapres di SU MPR sekarang ini. Syarat "harus bisa bekerja sama dengan Presiden" agaknya jadi syarat utama bagi jabatan Wapres. Buat Golkar, sebagaimana dinyatakan oleh Amir Murtono, ada juga beberapa persyaratan lain. Misalnya, orangnya harus dari Golkar, integritas nasionalnya bisa dijamin dan mengerti benar-benar masalah-masalah dalam dan luar negeri. Presiden Soeharto sendiri mengingini seorang "sipil" untuk jabatan Wapres ini. Semua persyaratan ini menciutkan kemungkinan siapa yang bisa memenuhinya, dan nama yang paling santer disebut adalah Adam Malik, anggota ketiga dari triumvirat 1966 Soeharto-Hamengkubuwono-Adam Malik. Ia dapat dikatakan memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan walau bisa saja orang berkeberatan atas kemungkinan pencalonan Adam Malik sebagai Wapres. Bahwa Golkar jelas mencalonkan Adam Malik dapat dilihat dari pernyataan selanjutnya dari Amir Murtono pada pers, yang menegaskan bahwa pengganti Sri Sultan adalah tokoh Golkar yang tak diragukan integritasnya. "Umurnya di tas saya, menguasai bukan saja masalah dalam negeri tapi juga luar negeri. KTP-nya dari Jakarta Pusat dan kecamatannya ...." Ia tak melanjutkan. Para wartawan yang segera berteriak "Menteng, pak" (daerah tinggal Adam Malik). Amir Murtono tertawa terbahak-bahak. Adam Malik sendiri kabarnya setuju atas tawaran itu. Beberapa hari sebelum 'minggu tenang', kepada TEMPO ia memang belum memastikan tentang hal itu. Tapi kabarnya Sultan berpesan padanya agar Malik menerima bia diminta untuk menggantikannya. Kalau sampai Adam Malik terpilih sebagai calon Wapres, akibat berantainya adalah lowongnya kursi Ketua DPR/MPR Dan ini membuat rembugan diluar acara-acara resmi SU MPR lebih seru, walau suara-suara pihak pemerintah cenderung pada nama tokoh PP Idham Chalid. Belum diketahui sikap fraksi-fraksi, termasuk Fraksi PPP sendiri. Dan bagaimana tentang rencana Sultan? Menurut suatu sumber Sultan tidak merencanakan untuk kembali ke Yogya dan akan tetap di Jakarta. Belum jelas apa yang dimaksudnya dengan "bhakti yang lebih besar dan lebih efektif kepada negara dan bangsa." Tapi apabila ucapan itu keluar dari mulut seorang tokoh seperti Sultan, tak seorangpun yang akan meragukan pengabdiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus