Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA tamu itu datang tak serentak ke rumah dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla di depan kawasan Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu. Bermula-mula adalah Sekretaris Jenderal Musyawarah Nasional Bali, Idrus Marham, dengan mobil Lexus hitam bernomor B-2-KMP pada pukul 19.00. Setengah jam kemudian, Erwin Aksa, politikus Golkar yang juga kemenakan sang sahibulbait, menyusul. Tamu utama, Aburizal Bakrie, tiba tak lama menjelang pertemuan dimulai.
Ditemani teh panas dan aneka kue kering, keempat kader Golkar itu meriung di ruang tengah rumah. Aburizal datang bertandang membawa kabar gayeng. Pada petang harinya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara baru mengabulkan gugatan kubunya dan menyatakan kepengurusan Munas Riau tetap berlaku. Dia hendak menyampaikan kabar gembira ini kepada Kalla malam itu.
Seorang politikus Golkar bercerita, Aburizal meminta Kalla menyampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly agar menghormati putusan ini dan mengesahkan kembali kepengurusan Munas Riau. Stempel Menteri Hukum krusial karena menjadi syarat pendaftaran calon kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum. Berbincang selama satu jam, pertemuan itu bubar tanpa ada satu pun keputusan. "Pak JK tak menjanjikan apa-apa kepada Aburizal," katanya.
Erwin Aksa tak membantah atau mengiyakan cerita ini. Menurut dia, Kalla sebagai mediator islah hanya ingin kader Golkar bisa menjadi peserta pemilihan kepala daerah. "Apa langkah Pak JK, nanti perlu saya perbarui lagi," ujar Erwin ketika dimintai konfirmasi pada Rabu pekan lalu. Aburizal menampik ada permintaan tertentu kepada Kalla. "Pak JK itu penengah," katanya.
Kedatangan Aburizal ke kediaman Kalla sejatinya gerilya lanjutan seusai penandatanganan kesepakatan islah tiga hari sebelumnya. Aburizal di atas angin seusai keluarnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 1 Juni lalu. Dua putusan ini mengabulkan sebagian gugatan mereka, yaitu menunda pelaksanaan surat keputusan Menteri Hukum yang mengakui kepengurusan Agung Laksono. Pengadilan Negeri Jakarta Utara bahkan memberi tambahan amunisi: mengakui hasil Munas Riau pimpinan Aburizal.
Keriangan Aburizal dimulai tatkala menang dalam sidang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada 18 Mei lalu. Seusai pembacaan putusan, Aburizal bersama Idrus Marham menyambangi kediaman Kalla. Topik pembicaraan di sela santap malam itu, menurut Idrus, sudah memasuki ihwal islah menyeluruh atau terbatas. Keduanya meminta Kalla memediasi perdamaian dengan kubu Ketua Umum Golkar versi Munas Ancol, Agung Laksono. Kalla mengiyakan permintaan ini.
Keesokan harinya, Kalla memanggil Agung ke kediamannya. Bersama Sekretaris Jenderal Zainudin Amali dan Yorrys Raweyai, Agung meluncur ke kediaman dinas Kalla. Padahal, pada saat yang bersamaan, Golkar versi Munas Ancol sedang menyelenggarakan rapat pimpinan nasional di Hotel Menara Peninsula. Dalam pertemuan tersebut, Kalla menyampaikan gagasan islah agar Golkar tak absen pada pemilihan kepala daerah. Gagasan disambut kata sepakat oleh Agung.
Setelah bersepakat, kesibukan Kalla bertambah deras. Saban malam ia menemui kedua kubu secara bergiliran hingga tiga kali pertemuan. Agung menuturkan, Kalla sengaja tak mempertemukan kubu Agung dan Aburizal karena aneka pernyataan pedas kedua belah pihak di media massa. Bertemu di waktu berbeda dianggap lebih melapangkan jalan menuju kata sepakat. Agung mengutip permintaan Kalla, "Ditertibkan itu anggotanya. Jangan ngomong kasar di media."
Selain peringatan gencatan senjata di media, Kalla berpesan agar kedua belah pihak tak memaksakan kehendak. Dalam satu pertemuan, misalnya, Agung berkukuh merasa kubu mereka yang sah karena mengantongi surat Menteri Hukum. Agung lalu menyodorkan sejumlah argumentasi hukum sebanyak tiga halaman. Argumentasi ini dimentahkan Kalla. Wakil ketua umum kubu Agung, Yorrys Raweyai, menuturkan, Kalla kemudian menyorongkan argumentasi hukum kubu Aburizal yang tebalnya mencapai 22 halaman. "Kalau kalian ngotot, sudah bubar saja," ujar Yorrys menirukan ucapan Kalla. Disemprot demikian, kubu Agung melunak.
Beberapa hari menjelang penandatanganan kesepakatan islah, Kalla mencorat-coret konsep islah. Idrus Marham menuturkan, tak ada perubahan substansi antara draf yang disampaikan Kalla dan yang mereka teken. "Ini kami bicarakan bersama dengan modifikasi-modifikasi," kata Idrus. Kalla tak bersedia menjelaskan siapa yang menggagas konsep draf islah. "Yang penting keduanya teken. Siapa yang membuat, mau tahu saja," ucap Kalla sembari cekikikan.
Diskusi hangat sempat terjadi tatkala pembahasan jumlah tim penjaringan calon kepala daerah. Kalla ingin tim gabungan ini ramping diisi tiga nama dari setiap kubu. Yorrys tak sepakat dengan usul Kalla. Bekas Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar ini berkaca pada pengalaman tim islah ketika awal-awal konflik Golkar mencuat. Tim ini gagal merekonsiliasi dua kutub dan menyerahkan proses penyelesaian melalui jalur yuridis.
Yorrys menuturkan, anggota tim islah jilid pertama kerap tak kuorum karena kesibukan anggotanya. Jika jumlahnya diciutkan, ia cemas kinerja tim tak lasuh karena kesibukan setiap anggota. Kalla luluh dengan gagasan ini. "Lima orang boleh, tapi jangan banyak-banyak," kata Kalla seperti ditirukan Yorrys. Di tingkat provinsi, mereka bersepakat jumlah anggota tim penjaringan paling banyak enam orang.
Beres dengan negosiasi, kedua kubu meneken kesepakatan islah pada Sabtu dua pekan lalu. Empat poin kesepakatan ini adalah mengedepankan kepentingan Golkar agar bisa mengikuti pemilihan kepala daerah, membentuk tim penjaringan bersama, serta menentukan kriteria calon dan siapa yang berhak membubuhkan tanda tangan saat pendaftaran di KPU.
Setelah kesepakatan islah diteken, kedua kubu langsung tancap gas. Pada Selasa pekan lalu, Aburizal Bakrie mengumpulkan ketua Golkar provinsi di Hotel Sultan, Jakarta. Rapat tertutup selama tiga jam. Aburizal menyampaikan perkembangan islah dan putusan pengadilan terakhir. Rencananya, dia menggelar rapat pimpinan nasional pada 12 Juni mendatang.
Pada Kamis pekan lalu, Aburizal memberi pengarahan di Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus potong tumpeng. Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin menuturkan, potong tumpeng ini merupakan perayaan atas kemenangan kubu Aburizal di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kubu Agung Laksono pun tak mau kalah. Meskipun Pengadilan Negeri Jakarta Utara memerintahkan agar tak ada pengambilan keputusan apa pun, Agung tetap menggelar musyawarah daerah luar biasa di Bali. Acara sempat dihentikan kepolisian karena kehadiran 100 orang yang ingin menghentikan kegiatan ini. Agung menuturkan, acara musyawarah daerah luar biasa ini tak dibatalkan. Hanya, sejumlah acara seremonial ditiadakan untuk mengantisipasi gangguan keamanan.
Pada Kamis pekan lalu, Agung terbang ke Nusa Tenggara Timur untuk konsolidasi dan persiapan pemenangan. Pada Jumat petang pekan lalu, dia memimpin rapat pleno memutuskan nama-nama anggota tim penjaringan calon kepala daerah. Langkah konsolidasi yang dikerjakan, kata Agung, merupakan, "Perintah Mahkamah Partai."
Kedua kubu pun sudah menunjuk tim penjaringan. Di kubu Munas Bali, tim ini dipimpin Mohamad Suleman Hidayat dengan anggota Nurdin Halid, Aziz Syamsuddin, Sharif Cicip Sutardjo, dan Theo L. Sambuaga. Tim ini akan disupervisi pengarah, yaitu Aburizal Bakrie, Idrus Marham, dan Setya Novanto. Adapun kubu Agung Laksono mengutus Yorrys Raweyai sebagai ketua tim dengan anggota Lawrence Siburian, Lamhot Sinaga, Ibnu Munzir, dan Gusti Iskandar.
Agung mengatakan poin keempat kesepakatan islah bakal tetap alot karena tak sepenuhnya tuntas. Dia berkukuh merekalah yang tetap berhak mengajukan calon kepala daerah. Asumsinya, kata Agung, hingga saat ini kepengurusan merekalah yang diakui pemerintah. Dia tak bisa menerima putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan alasan, "Kepengurusan Munas Riau sudah demisioner."
Idrus Marham berkeras kubu merekalah yang berhak mengajukan calon. Acuannya adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mengesahkan kepengurusan Munas Riau. Dia meminta kubu Munas Ancol menghormati putusan lembaga hukum. Putusan ini, kata Idrus, memperkuat poin keempat kesepakatan islah yang mereka teken. Dia yakin KPU akan mengakui kepengurusan yang dipimpin Aburizal Bakrie. Idrus mengatakan, "Orang KPU cerdas-cerdas, persoalannya apakah mau menggunakan kecerdasannya atau tidak."
Pernyataan ini buru-buru disanggah Agung Laksono. Menurut dia, putusan pengadilan yang dijadikan klaim Aburizal cs belum ada yang berkekuatan hukum tetap. "Artinya, kami tetap yang sah," ucap Agung. Sedangkan Yorrys Raweyai mengatakan soal siapa yang berhak menandatangani berkas pendaftaran akan dibicarakan oleh tim penjaringan. Soal waktu, "Sehari sebelum pendaftaran sudah ada keputusan," kata Yorrys.
Wayan Agus Purnomo, Reza Aditya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo