Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM safari politik di Jawa Tengah pada awal April lalu, Sjarifuddin Hasan melontarkan usul kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Kepada Ketua Umum Partai Demokrat itu, Sjarifuddin atau yang akrab dipanggil Syarief mengusulkan Demokrat segera menjalin komunikasi dengan partai lain menjelang pemilihan umum presiden 2019. Yudhoyono langsung mengangguk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syarief menelepon Presiden Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul Iman pada hari itu juga. Berselang beberapa hari, Syarief terbang ke Jakarta untuk menemui Sohibul. Mereka berjumpa di kantor PKS di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, pada 17 April malam. Syarief bertamu seorang diri. Sohibul ditemani Sekretaris Jenderal Mustafa Kamal. "Kami membahas langkah partai dan pemilu presiden," kata Syarief pada Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di awal pertemuan, Sohibul menanyakan sikap Demokrat dalam pemilihan presiden. Syarief mengutarakan rencana partainya menjajaki peluang terbentuknya poros baru di luar kutub Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. "Beliau bertanya, AHY mau dijadikan posisi apa," ujar Syarief. Kepada Sohibul, Syarief mengatakan Demokrat mematok Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Giliran Syarief yang bertanya tentang arah politik PKS. Salah satunya soal kepastian mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden bersama Partai Gerindra. Sejumlah petinggi PKS dan Gerindra berulang kali mengungkapkan bahwa kedua partai telah meneken kesepakatan untuk mengusung Prabowo sebagai calon presiden. Adapun wakilnya dari PKS atau orang yang disorongkan PKS.
Menurut Syarief, Sohibul menyebutkan PKS belum pasti akan berlabuh ke poros Prabowo. Hubungan PKS dan Gerindra, kata Syarief, masih dalam tahap "komunikasi yang intens". "Sebab, PKS juga memiliki sembilan nama calon presiden," ujar bekas Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tersebut.
Perbincangan keduanya mengancik pada berbagai skenario politik dalam pemilihan presiden, yang pendaftarannya dibuka pada 4-10 Agustus mendatang. Termasuk rencana mempertemukan pemimpin tertinggi Demokrat dan PKS. Setelah diskusi selama hampir satu jam, pertemuan berakhir tanpa kesepakatan apa pun. Syarief mesti melaporkan hasil pertemuan itu kepada Yudhoyono. Ia menolak menjelaskan isinya secara detail. "Masih setengah terang," ujar Syarief.
Sohibul mengatakan sebenarnya ia dan Yudhoyono berencana bertemu pada Ahad pertama awal April, tapi tak terealisasi. Pertemuan dengan Demokrat akhirnya terjadi setelah Syarief bertandang ke kantornya. Menurut Sohibul, Syarief mengusulkan adanya poros ketiga pada pemilu presiden mendatang. Sohibul menyambut usul itu. Sebab, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon rentan membuat masyarakat terbelah.
Hanya, syarat terbentuknya poros baru ini juga terjal. Sebab, partai yang belum menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo tinggal lima, yakni Gerindra, Demokrat, PKS, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa. "Kalau lima partai ini bersepakat, kami bisa membuat dua poros," ujar Sohibul.
Syarief mengatakan pembentukan poros baru terhambat oleh jumlah kursi yang dimiliki tiap partai. Demokrat memiliki 61 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal syarat untuk mengusung calon presiden adalah 20 persen atau 112 kursi di parlemen. Kecuali dengan Gerindra, Demokrat setidaknya membutuhkan dua partai tambahan. Mereka harus merangkul PKS, yang memiliki 40 kursi, dan PAN, yang punya 48 kursi.
Persoalannya, koalisi dengan Gerindra relatif lebih sulit terealisasi karena masalah komunikasi antara Yudhoyono dan Prabowo. "Komunikasi Pak SBY dengan Prabowo agak jarang," ujar Syarief.
Untuk merebut PKS dari Gerindra, Yudhoyono juga mengirimkan utusan, yakni Wakil Sekretaris Jenderal Andi Arief. Menurut politikus Demokrat dan PKS, Andi Arief telah bertemu dengan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri pada Maret lalu. Andi Arief membenarkan kabar bahwa ia mendapat tugas merayu petinggi PKS. "Kami berkomunikasi dengan semua partai," katanya.
Demi mendapatkan tiket mengusung calon presiden, Syarief juga menjalin komunikasi dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Pada Senin pekan lalu, ia berjumpa dengan Zulkifli dalam sebuah acara di Istana Cipanas, Bogor. Menurut Syarief, mereka sempat mengobrol soal rencana membentuk koalisi baru. Tapi belum ada titik temu. "Bakal kami detailkan lagi," ujarnya.
Zulkifli Hasan menuturkan, pembentukan poros ketiga pada pemilihan presiden membutuhkan keajaiban. Ia malah berkeyakinan pemilu mendatang hanya akan diikuti dua pasangan calon presiden. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu mengatakan partainya tak bakal terburu-buru berpihak. "Mungkin sehabis Lebaran. Belanda masih jauh, kenapa buru-buru banget? Nanti terakhir-terakhirlah," tuturnya.
Sebaliknya, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan poros ketiga masih berpeluang terbentuk. Karena pertimbangan ini pula PAN tak mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi atau Prabowo. Tapi Eddy tak melihat Demokrat aktif menggalang dukungan untuk membangun kutub ini. "Belum terlihat sebagai dirigen," ujar Eddy.
Syarief menampik anggapan bahwa Demokrat tak sungguh-sungguh membangun poros baru. Menurut Syarief, mereka menghitung berbagai kemungkinan. Demokrat terus menjalin kontak dengan partai lain.
Tapi poros ketiga bukan satu-satunya skenario partai berlambang bintang Mercy ini. Mereka juga membuka opsi lain. Di antaranya bergabung dengan koalisi partai pengusung Jokowi. Menurut Syarief, Yudhoyono dan Jokowi acap bertemu empat mata tanpa diumbar ke media. Terakhir, mereka bertemu pekan lalu di Istana Cipanas.
Hanya, kata Syarief, Demokrat masih belum mendapat kepastian siapa yang kelak menjadi pemimpin koalisi Jokowi, apakah Presiden atau partai politik pemilik kursi terbesar. "Kalau ini bisa dipecahkan, hambatan bisa dilewati," ujarnya.
Wayan Agus Purnomo, Ahmad Faiz, Irsyan Hasyim
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo