Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERSERAGAM biru tua, berpeci, dan berbaris rapi dengan tongkat di tangan, polisi pamong praja DKI Jakarta boleh juga. Dalam jumlah ratusan, mereka ber-jarig ke-54 dengan unjuk kebolehan berdefile dan bela diri di Lapangan Monumen Nasional, Rabu pekan lalu. Sementara itu, di tribun, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan Gubernur Sutiyoso berseragam sama. Terlindung dari ancaman panas dan hujan, keduanya terlihat santai memperhatikan aksi aparatnya.
Saatnya kini polisi pamong praja akan naik gengsi. Ini gara-gara ada gagasan meng-upgrade aparat (yang hampir identik dengan "tukang gusur" bangunan liar dan pedagang kaki lima) itu menjadi polisi daerah. Gagasan ini terlontar ketika para gubernur anggota Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) bertemu di Baileo, Ambon, Jumat dua pekan lalu.
Menurut Ketua Dewan Pakar APPSI, Ryaas Rasyid, ide pembentukan polisi daerah terpicu oleh kekurangmampuan polisi pamong praja. Soalnya, mereka tak pernah mendapat pelatihan polisional. Padahal tugas mereka berat, mengamankan peraturan daerah. "Kalau pedagang kaki lima membeludak dan susah diatur, itu karena polisi pamong praja tak mampu mencegahnya sedari awal," kata Ryaas.
Berbeda dengan polisi negara, polisi daerah akan direkrut dari putra daerah, dengan karier yang mentok di tempat. "Jadi, kalau dia menerima suap, nama dia cemar di daerah itu. Yang terjadi sekarang, jika ada kapolda bikin salah, lalu diganti. Itu tak menyelesaikan persoalan," kata Ryaas.
Polisi lokal ini mirip sheriff di Amerika, yang bertugas mengamankan aset daerah, seperti mencegah pembalakan hutan dan pencurian ikan. Apa tak tumpang-tindih dengan polisi negara? Tidak, kata mantan Menteri Negara Otonomi Daerah itu, karena kurikulum dan instrukturnya berasal dari polisi negara. "Ide itu positif," ujarnya.
Rekomendasi kepada pemerintah pusat sudah disiapkan. Kata Sutiyoso, selama ini, penegakan hukum berjalan di luar kewenangan gubernur. "Polisi negara tak bisa diatur gubernur. Padahal, setiap tahun, pemda memberikan anggaran kepada polisi," kata Gubernur DKI itu. Selama ini, DKI membantu anggaran Kepolisian Daerah Metro Jaya Rp 300 juta-Rp 500 juta per tiga bulan. Masih ada anggaran khusus menjelang Lebaran untuk pengamanan Jakarta, yang bisa mencapai Rp 1,2 miliar.
Namun, di Jakarta saja, realisasi polisi daerah masih jauh. Menurut Subagyo, Kepala Subdirektorat Keamanan dan Ketertiban Pemda DKI, ia belum menerima perintah pelaksanaan dari Sutiyoso. "Itu masih wacana," ujarnya.
Yang "lebih siap" adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Buktinya, sebagian besar "mantri polisi" Kota Mataram sudah pegawai negeri. Tugas mereka memang berat, termasuk mengamankan tawuran antarkampung, yang "rutin" di Mataram. Gubernur Lalu Serinata setuju polisi pamong di Nusa Tenggara Barat dijadikan embrio polisi daerah. Namun, seperti dikutip Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat, Nanang Samodra, "Istilahnya terlalu serem. Seakan menyaingi Polri."
Tapi gagasan ini masih terbentur UU Kepolisian Negara Nomor 2/2002 dan Ketetapan MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000. Kata Ketua Komisi Hukum DPR Teras Narang, "Dalam undang-undang kepolisian jelas strukturnya dari pusat sampai daerah. Jadi, jika ada polisi lagi di satu daerah, itu menyalahi undang-undang," katanya.
Namun, bagi Ryaas, peraturan sebagai produk manusia bisa diamendemen. Kekhawatiran bahwa polisi daerah bisa diperalat gubernur buat melanggengkan kekuasaannya dianggap Ryaas sebagai pandangan sempit yang selalu mencurigai inisiatif dari bawah.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar, yang mengaku belum tahu rincian dan subtansi polisi daerah, tak banyak berkomentar. "Namun, kalau kita bicara penegakan hukum, sistem yang ada mengacu pada KUHAP," katanya.
Edy Budiyarso, Sudjatmiko, TNR (Mataram)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo