Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Si Mubazir Kapal Rampasan

Kapal motor pukat harimau dan perahu yang disita Pengadilan Negeri Tanjung Balai (Karimun) karena kasus penyelundupan, hendaknya dimanfaatkan untuk rakyat setelah didandani dengan uang inpres. (dh)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan lalu Presiden menyetujui agar 56 kapal pukat harimau diserahkan kepada koperasi-koperasi nelayan. Sementara 98 lagi masih menunggu proses. Semua adalah hasil rampasan pihak kejaksaan karena tersangkut tindak pidana. Tak demikian halnya di Kabupaten Kepulauan Riau. Sejumlah kapal motor dan perahu yang disita Pengadilan Negeri Tanjung Balai (Karimun) masih mubazir sementara kekurangan alat angkutan laut ini tetap saja jadi sumber keluhan di setiap pelosok kabupaten yang memiliki ratusan pulau. Jumlah kapal motor atau perahu yang tak sedikit dan berstatus rampasan negara di Riau, tidak mengherankan. Sebab kasus pelanggaran ekonomi alias penyelundupan hampir bukan jadi berita aneh lagi di daerah ini. Coba saja 5 tahun terakhir Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun sudah memeriksa perkara semacam ini tak kurang dari 2000. Barang rampasan tadi antara lain bisa dilihat di pantai dekat pos Bea Cukai Karimun. Juga di Meral, salah satu pangkalan armada patroli Bea Cukai. Umumnya sudah menyerupai barang rongsokan, sehingga pemandangan di kedua tempat tadi tidak sedap di mata. Mengapa tak dimanfaatkan? "Wah, jangan tanya kami," kata Hasan Koni SH Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun selaku pelaksana eksekusi (keputusan Pengadilan). Meskipun begitu menurut Koni Kepala Kejaksaan Tinggi Riau sudah menugaskannya untuk menginventarisir barang-barang rampasan tadi. Untuk apa, ia belum tahu. Sementara itu DPRD Kepulauan Riau belum lama ini melayangkan satu memorandum kepada Bupati Firman Eddy SH. Isinya meminta agar bupati mencari jalan agar kapal-kapal rampasan tadi tidak sia-sia. "Kalau 56 kapal pukat harimau di Jakarta bisa dimanfaatkan untuk koperasi nelayan, mengapa di sini tidak" ucap Raja Ali, Wakil Ketua DPRD. Bupati Firman Eddy belum angkat bicara tentang memorandum tadi. Satu sumber di kantornya memberi isyarat bahwa pemanfaatan barang bukti sitaan kasus penyelundupan di daerah ini terhitung rumit. Buktinya ribuan koli tekstil dan entah apa lagi dimakan rayap di gudang-gudang bea cukai. Dalam pada itu lalulintas antar pulau di kabupaten ini tetap saja sulit. Padahal jumlah pulau di kabupaten ini ratusan. Misalnya saja belakangan datang Inpres bantuan desa. Serta merta penduduk yang selama ini mengandalkan lalulintas 90% pada sampan-sampan kecil mencoba membuat kapal motor ukuran 5 sampai 10 ton dengan cara patungan antara beberapa desa. Maklum untuk satu kapal motor ukuran 5 sampai 10 ton diperlukan biaya tak kurang dari Rp 1 juta. Sedang bantuan desa hanya Rp 350 ribu. Ternyata usaha semacam itu pun tidak lancar. Belum semua desa kebagian kapal motor patungan, keadaan berubah. "Ganti Camat, ganti pula rencananya," ucap seorang kepala desa. Tapi bagaimanapun Camat Karimun Andi Rivai berharap kapal motor rampasan negara bisa dimanfaatkan untuk rakyat setelah lebih dulu didandani dengan uang Inpres. Ia belum tahu apakah hal itu bisa dilaksanakan bupati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus