Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Si perampok dan harimau kecil

Pertikaian antar nelayan di cilacap tak henti-hentinya. sementara di perairan ujung tamiang, sumatera utara, bekas awak pukat harimau banyak yang kembali ke laut menjadi perampok. (dh)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA di perairan Cilacap pertikaian sesama nelayan bagai tak ada henti-hentinya, di Sumatera Utara perampokan di laut merajalela. Akhir bulan lalu sebuah perahu motor ditenggelamkan di Cilacap dan nakodanya disiksa. Dalam waktu hampir bersamaan, 25 Oktober di perairan Ujung Tamiang Sum-Ut), seorang tewas dan seorang luka berat terkena tembakan petugas yang sedang menghalau perompak. Semenjak jumlah pukat harimau dikurangi dari 1215 menjadi hanya 450 berdasarkan SK Gubernur Sum-Ut. no. 848/1977, tak sedikit bekas awaknya yang terpaksa nganggur. Pada mulanya mereka mencoba menjadi buruh di tempat-tempat pengolahan ikan. Tapi akhirnya tak memberi hasil memadai bagi keluarga mereka. Maka sebagian dari mereka sejak pertengahan tahun ini kembali terjun ke laut, sebagai perompak. Mereka tiba-tiba muncul di dekat trawl yang sudah sarat tangkapan, menguasai kapal itu dengan ancaman senjata, menguras barang-barang berharga, terutama ikan dan udang. Dan di pantai telah menunggu teman mereka dengan kapal lain, siap melego hasil rampokan ke pasar terdekat. Yang jadi sasaran mereka adalah pukat-pukat harimau yang sedang beroperasi di tengah laut. Sebagai bekas awak trawl, para perompak itu tahu benar saat-saat kapan sasaran diterkam. "Hampir tiap malam ada saja pukat harimau yang kena rampok," tutur Usman Yus seorang awak pukat harimau di Gabion, Belawan. Karena itu sejak bulan lalu pihak Keamanan Laut (Kamla) menempatkan petugas-petugasnya di kapal-kapal pukat yang hendak turun ke laut. Dengan senjata lengkap. Untuk ini pemilik pukat harimau brsedia membayar Rp 5.000 untuk seorang petugas yang menjaga kapalnya selama satu malam operasi. Tapi tak semua pemilik pukat harimau mampu membayar jumlah itu, sehingga masih ada saja yang menjadi sasaran perompak. Dua orang korban di Ujung Tamiang tadi terkena peluru nyasar yang dilepaskan seorang petugas dari sebuah trawl yang dikawalnya ke arah sebuah pukat harimau lain yang telah dikuasai para perompak. Korban-korban tadi adalah awak pukat harimau yang telah disandera para perampok. Waktu itu sambil menyandera nakoda dan para awak, perompak telah berhasil menguasai trawl dan sedang bersiap-siap merampok pukat harimau yang lain. Tapi ternyata kapal terakhir ini berisi petugas Kamla yang langsung melepaskan tembakan-tembakan setelah melihat gelagat kurang baik. Para perompak berhasil kabur dengan kapal hasil rampokannya. Di Cilacap Jika bentrokan-bentrokan nelayan di Cilacap biasanya terjadi antara nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau, yang terjadi akhir bulan lalu lain lagi. Yaitu antara nelayan tradisional dengan nelayan mini trawl. Tapi yang disebut nelayan tradisional di sini sekarang adalah mereka yang telah menggunakan perahu bermotor, meski tetap dengan jaring konvensional (plastik). Di perairan ini sekarang jenis ini berjumlah sekitar 600 buah, sedang pukat harimau 89 buah dan mini trawl 9 buah. Jenis terakhir ini muncul di Cilacap sejak Agustus tahun ini. Disebut pukat harimau mini karena menggunakan moor 15 sampai 24 PK, panjang tubuh 11 meter, lebar 279 dan tinggi 0,70 meter. Dengan daya angkut 3 ton harimau kecil ini menggunakan jaring gill net, diperkenankan beroperasi di jalur II yaitu 3 sampai 7 mil dari pantai. Jenis ini dimaksudkan sebagai salah satu langkah lanjutan modernisasi nelayan tradisional dan dalam pemberian izin-izin operasi diutamakan bagi nelayan pribumi. Tapi dalam kenyataannya menurur beberapa orang nelayan tradisional. puka harimau mini itu banyak yang dimiliki atau sekurang-kurangnya kongsi dengan nelayan non pribumi yang di sini dikenal dengan sebutan Cina Bagan (Siapi-api). Ada juga yang mencantumkan nama seorang nelayan pribumi hanya untuk mendapatkan SIUP (surat izin usaha penangkapan) dan SIKP (surat izin kapal penangkap). Tapi lebih-lebih lagi, nelayan tradisional sering memergokinya memasuki wilayah mereka di jalur I. Pengeroyokan terhadap seorang nakoda akhir bulan lalu itu juga disebutkan karena pukat mininya telah melanggar wilayah rezeki para nelayan tradisional. Meskipun beberapa orang di antara pengeroyok itu sudah tertangkap, tapi tetap belum terlihat tanda-tanda penyelesaian secara menyeluruh dan tuntas. Karenanya sewaktu-waktu kejadian serupa dapat terulang lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus