Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang tengah malam, Rabu pekan lalu, rapat Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Mesuji yang dimulai setelah makan malam baru usai. Bertempat di kantor Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, pertemuan itu boleh dibilang baru separuh jalan.
Dari tujuh anggota, enam hadir malam itu. Mereka adalah Deputi V Bidang Keamanan Nasional Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Endro Agung Partoyo; anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa; penggiat resolusi konflik, Ichsan Malik; dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Tisnanta; Staf Ahli Menteri Kehutanan Agus Mulyono; dan Staf Ahli Kepala Polri Inspektur Jenderal Bambang Suparsono. Juru bicara tim, Direktur Elsam Indri D. Saptaningrum, berhalangan datang.
Dibentuk atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto pada 16 Desember lalu, tim ini diberi waktu 30 hari untuk mengumpulkan fakta dan menyusun rekomendasi. Perintah diberikan sebagai tanggapan atas mencuatnya sengketa lahan yang diwarnai kekerasan di tiga wilayah di Lampung dan Sumatera Selatan.
Yang pertama, konflik pengelolaan lahan adat di kawasan Hutan Tanaman Industri Register 45 antara masyarakat di Way Buaya, Kabupaten Mesuji, dan PT Silva Inhutani. Kedua, sengketa tanah lahan sawit seluas 1.533 hektare antara warga Desa Sei Sodong dan PT Sumber Wangi Alam. Ketiga, kasus lahan sawit seluas 17 ribu hektare antara warga Desa Sritanjung, Kagungan Dalam, dan Nipah Kuning dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo.
"Karena itu, kami membagi tim ini jadi tiga kelompok yang bekerja di wilayah berbeda," ujar Denny. Sebab, kata dia, meskipun sama-sama berlatar konflik agraria, ketiga peristiwa itu memiliki karakteristik masing-masing. "Tapi masih banyak informasi yang harus dikumpulkan," katanya saat ditemui sebelum rapat digelar.
Selain turun ke lapangan dan meminta keterangan masyarakat setempat atau keluarga korban, tim ini memanggil perwakilan perusahaan yang terlibat konflik. Pihak lain, seperti kepolisian, pemerintah daerah, serta dinas yang berhubungan dengan sengketa, misalnya Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional, pun akan dipanggil untuk dikorek informasinya.
Meski kesimpulan belum bisa diambil, dari empat hari kunjungan pertama, tim mulai mengendus beberapa kejanggalan dalam informasi yang disampaikan kelompok pimpinan Mayor Jenderal Purnawirawan Saurip Kadi ke Dewan Perwakilan Rakyat tiga pekan lalu. Selain soal rekaman video yang dikompilasi dari berbagai peristiwa berbeda, tim mempersoalkan status penuntut lahan, yang dinilai bukan penduduk setempat. "Misalnya, di lahan Register 45, jumlahnya ribuan kepala keluarga," kata Agus Mulyono. "Mereka ramai-ramai datang ke lokasi setelah berita sengketa ini meledak dalam dua pekan terakhir. Sepertinya ada yang menggerakkan."
Endro Agung dan Bambang Suparsono menambahkan, dari catatan polisi, tim juga menemukan bahwa sejak 1999 terdapat sedikitnya 75 kasus jual-beli tanah oleh calo-calo yang ujungnya ternyata penipuan. Banyak di antara calo itu sudah diproses secara hukum hingga vonis. "Mereka menghasut, seolah-olah berjuang untuk mendapatkan tanah buat warga. Padahal mereka menjual tanah yang bukan miliknya," kata Endro. "Anehnya, mereka ini tiba-tiba seperti jadi pahlawan."
Berbeda dengan tim Denny, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim berani memastikan adanya keterlibatan aparat kepolisian di balik tewasnya dua penduduk di Register 45. Komisi juga meminta ada proses hukum terhadap penyerangan dan perusakan harta benda masyarakat yang dilakukan anggota pengamanan swakarsa serta tim gabungan bentukan pemerintah daerah dan kepolisian. "Ini bentuk pelanggaran hak asasi yang nyata," katanya.
Y. Tomi Aryanto, Ira Guslina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo