Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AGUS PAMBAGIO urung melangkah ke ruang kerja Gubernur Fauzi Bowo di Balai Agung, Kompleks Balai Kota Jakarta. Dari luar pintu, aktivis pemerhati kebijakan publik itu melihat sang Gubernur meradang. Ketika itu, sekira setahun lalu, menurut dia, Fauzi membentak wakilnya, Prijanto. Sang wakil tak kalah tegang. "Mereka ribut soal kenaikan tarif parkir di badan jalan," kata Agus kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Agus mengatakan Foke—begitu Fauzi kerap dipanggil—merasa ditelikung Prijanto. Sebab, rapat pemimpin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menyepakati kenaikan tarif. Foke bahkan sudah menyampaikan usul formulasi tarif baru ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Namun, ketika Fauzi Bowo melawat ke luar negeri, Prijanto melayangkan surat "susulan" ke Dewan agar tarif parkir tidak dinaikkan.
Seorang pejabat pemerintah Ibu Kota menyebut dua petinggi Jakarta ini juga terlibat pertentangan pada saat pengangkatan Direktur Utama PT Perusahaan Air Minum Jaya. Prijanto menolak keras keputusan Foke mengangkat Mauritz Napitupulu untuk memimpin perusahaan penyedia air itu. Sengketa lain yang terbuka ke publik terjadi ketika Foke mengumumkan penerapan sistem arus lalu lintas berlawanan di jalur TransJakarta. Hanya berselang sehari, Prijanto mengatakan belum ada kajian dan survei tentang itu. Perbedaan pendapat dua pejabat ini terjadi juga saat terbitnya kebijakan pelebaran sungai, pembangunan rumah, pembangunan rumah susun sederhana, dan proyek kanal banjir timur.
Pada setengah tahun terakhir, duet yang diusung belasan partai pada 2007 ini semakin rapuh. Pejabat yang menolak disebutkan namanya mengatakan Prijanto tak pernah lagi diberi tugas. Bahkan, ketika berhalangan datang ke acara-acara publik dan undangan resmi, Foke menugasi sekretaris daerah atau deputi gubernur buat mewakilinya. "Mereka tak saling bicara atau menelepon selama beberapa bulan terakhir," katanya.
Prijanto yang ditemui Tempo, Senin pekan lalu, menolak menjawab soal itu. "Saya tidak mau menanggapi," ujarnya. Ia hanya secara samar menyiratkan tidak adanya pembagian tugas yang jelas merupakan sumber persoalan. Menurut dia, pekerjaannya sebagai wakil gubernur lebih banyak berkaitan dengan fungsi administrasi. Ia membandingkan kehidupannya sebagai wakil gubernur dengan ketika menjadi tentara. "Tidak ada artinya lagi saya," kata mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Foke juga menolak permohonan wawancara yang diajukan Tempo. Kepala Bidang Informasi Publik Pemerintah DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, membantah informasi soal keretakan hubungan Foke dengan Prijanto. "Semua itu tidak benar," ujarnya.
Agus Pambagio mengatakan pertengkaran dua pejabat itu hampir terjadi setiap hari. Menurut dia, ketegangan soal tarif parkir pada akhir 2010 itu merupakan puncak konflik keduanya. Beberapa hari setelah pertemuan di ruang kerja gubernur itu, menurut dia, Foke dan Prijanto terlibat perang mulut membahas soal yang sama. "Mereka hanya rukun pada satu tahun pertama," katanya.
Di kediamannya di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Ahad dua pekan lalu, Prijanto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai wakil gubernur. Matanya berlinang air mata. Ia tak menjelaskan secara gamblang alasan kemundurannya. Menurut dia, keputusan mundur juga sudah disampaikan secara lisan kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 11 November lalu. "Ini demi kebaikan bersama," ujarnya.
Surat pengunduran diri Prijanto tidak menggunakan kop resmi Pemerintah Provinsi DKI. Ia membuat kop pribadi bergambar merah putih dengan tulisan "PRI". Surat ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Dalam Negeri, dengan tembusan kepada Gubernur dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Surat yang hanya selembar itu pun tidak menjelaskan alasan ia mundur. Prijanto hanya menuliskan alasannya: "Seperti yang telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri saat menghadap pada 11 November 2011, pukul 11.00 WIB."
Sumber yang dekat dengan Prijanto mengatakan perpecahan juga dipicu rivalitas. Menurut dia, Foke sengaja "memendam" partnernya itu. Sang pensiunan jenderal bintang dua sama sekali tak diberi kesempatan tampil di muka umum. Penyebabnya, Foke masih akan mencalonkan diri pada pemilihan gubernur, pertengahan tahun depan. Prijanto dianggap sang Gubernur bisa menyaingi popularitasnya.
Dimintai konfirmasi soal ini, Cucu Ahmad Kurnia lagi-lagi membantah jika Prijanto dijauhkan untuk kepentingan politik. Soal pembagian tugas, menurut dia, menjadi wewenang Foke sebagai atasan. Demikian juga soal pejabat yang ditunjuk mewakili gubernur dalam undangan resmi. "Hak gubernur mau menugaskan siapa saja," katanya.
Rencana Foke untuk kembali mencalonkan diri memang bukan rahasia lagi. Ada kemungkinan ia akan maju melalui Partai Demokrat. Partai berkuasa itu kini masih memiliki dua kandidat kuat, yakni Foke dan Nachrowi Ramli, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Demokrat DKI Jakarta. "Dua-duanya sama-sama disayang. Posisi keduanya sama-sama kuat," ujar Aliman A'at, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jakarta.
Nachrowi tak membantah. Tapi ia memastikan, sampai saat ini, belum ada calon baru dalam bursa calon pemimpin DKI Jakarta dari Demokrat. "Jika bukan saya, Foke yang akan maju, setelah diputuskan oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat," katanya. "Insya Allah kira-kira begitu."
Prijanto pun sudah menyiapkan kuda-kuda untuk maju merebut kursi DKI 1. Agus Pambagio mengatakan Prijanto sudah menyiapkan tim pemenangan. Tim itu sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dan mulai aktif menjaring pendukung.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, sempat disebut-sebut telah disewa menjadi konsultan politik Prijanto. Tapi Andrinof membantah keras soal itu. Dia menuding informasi itu sebagai gosip yang direkayasa. "Sangat tidak benar," katanya.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan DKI Jakarta, Pantas Nainggolan, memastikan Prijanto berminat maju dalam pemilihan gubernur. Menurut dia, Prijanto sudah mendaftar ke partainya. "Prijanto sudah memasukkan formulir pada saat masa pendaftaran minggu pertama, November lalu," ujarnya.
Bersama pendaftar lainnya, Prijanto akan melalui proses uji kelayakan. Survei mengukur peluang popularitas setiap calon juga dijadikan pertimbangan. "Meski demikian, jika lolos, Prijanto tidak otomatis menjadi calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan," kata Pantas. "Kami masih akan menghitung kekuatan dukungan partai lain yang bisa diperoleh."
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo juga tidak menjamin Prijanto bisa diusung partainya. "Kami masih harus bernegosiasi dengan partai koalisi yang lain," ujarnya.
Kartika Candra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo