Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pekanbaru - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan enam ekor bayi komodo yang disita polisi Jawa Timur dari upaya penyelundupan bukan berasal dari Taman Nasional Komodo. Siti membantah tuduhan Pemprov NTT yang menyebutkan Balai Taman Nasional Komodo (TNK) lemah dalam pengawasan sehingga terjadi pencurian komodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah diidentifikasi, kata Siti, komodo itu dipastikan berasal dari Pulau Flores yang habitatnya di luar taman nasional. "Diidentifikasi dari badan dan warnanya, itu bukan komodo taman nasional, tapi di Pulau Flores," kata Siti Nurbaya, di Pekanbaru, Sabtu, 30 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri mengatakan meski bukan berasal dari Pulau Komodo, perbuatan pelaku tidak dapat dibenarkan karena pelaku berusaha menyelundupkan. Merupakan perdagangan ilegal, kasus itu ditangani oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Pada dasarnya, kata Siti, Kementerian LHK sangat tegas menyikapi perdagangan satwa dilindungi. Bukan hanya komodo, satwa langka lainnya seperti trenggiling, gajah, dan beruang pun tak luput dari perdagangan ilegal.
Perburuan dan perdagangan ilegal satwa langka itu disebabkan nilai jual dan peminatnya cukup tinggi di pasar gelap internasional. Perdagangannya saat ini bahkan melalui media sosial,” ujar Menteri.
Harga hewan langka sangat mahal. Trenggiling, misalnya. Harga satu sisik trenggiling bisa mencapai US$ 3. Padahal satu ekor trenggiling bisa memiliki seratus lebih sisik. Dagingnya pun mahal, US$ 300 per kilo.
Gading gajah Rp 8 juta per kilo. Satu gading biasanya beratnya sekitar 16 kiligram. “Diminati oleh Vietnam dan Cina," kata Menteri.
Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur, para tersangka mengaku sudah melakukan aksi jual beli itu selama tahun 2016-2019. Mereka telah menjual komodo sebanyak 41 ekor.