Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden atau Stafsus Jokowi, Aminuddin Ma’ruf, kembali menerima perwakilan mahasiswa dari Dewan Mahasiswa (DEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Seluruh Indonesia, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 6 November 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aminuddin mengatakan pertemuan dengan mahasiswa adalah bentuk upaya membuka ruang dialog yang dilakukan pemerintah. "Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memfasilitasi setiap ikhtiar elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, dalam menyampaikan pendapat demi terjaganya iklim demokrasi yang sehat di Republik ini," ujar Aminuddin dalam keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aminuddin Ma'ruf berjanji masukan dari mahasiswa ini akan dipertimbangkan. "Apa yang menjadi catatan dan rekomendasi teman-teman akan kami pelajari dan sesegera mungkin akan saya sampaikan kepada Bapak Presiden," ujar Stafsus Jokowi.
Delegasi mahasiswa yang hadir adalah Ongky Fachrur Rozie Koordinator Pusat DEMA PTKIN dari UIN Sunan Ampel Surabaya, Fatimah Presiden Mahasiswa IAIN Samarinda, Ahmad Rifaldi Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lalu Ahmad Aidil Fahri Presiden Mahasiswa DEMA UIN Alauddin Makassar, M. Munif Presiden Mahasiswa IAIN Lampung, Mahfud Presiden Mahasiswa IAIN FM Papua, M. Fauzan dari UIN Banten, Rubait Burhan Presiden Mahasiswa UIN Semarang, dan Aden Farih Presiden Mahasiswa UIN Malang.
Salah satu perwakilan mahasiswa, Ongky Fachrur Rozie, mengatakan pertemuan itu merupakan jawaban dari pemerintah pusat terhadap tantangan dialog terkait UU Cipta Kerja yang pernah mereka ajukan. Ia menegaskan semua langkah gerakan akan dan telah ditempuh.
"Kita menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 Omnibus Law UU Cipta Kerja ini catat secara formil dan materil karena tidak sesuai dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang termaktub dalam UU No 12 tahun 2011 dan jauh dari asas demokratis serta partisipasi publik," kata Ongky.
Selain itu, mereka juga menolak Pasal 10 paragraf 2 tentang kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang terdapat dalam BAB 3 tentang peningkatan ekosistem dan kegiatan berusaha (klaster administrasi pemerintahan).
"Adanya sentralisir kebijakan, sehingga bertentangan dengan UU Otonomi Daerah. Yang harusnya kepala daerah mempunyai hak dan wewenang untuk membuat kebijakan di rumahnya sendiri, ini malah disentralisasi ke pusat," ujar Ongky.
DEMA PTKIN juga menolak penghapusan UU Nomor 32 Tahun 2009 pasal 93 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang pembahasan amdal (klaster penyederhanaan perizinan tanah).