Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Status konservasi komodo memburuk dari rentan menjadi terancam.
Populasi komodo di Indonesia diperkirakan 3.458 ekor.
Keberadaan komodo di luar kawasan konservasi rentan karena bersinggungan dengan aktivitas manusia.
JAKARTA - Keterancaman habitat dan populasi komodo (Varanus komodoensis) yang dilansir International Union for Conservation of Nature (IUCN) menjadi pekerjaan rumah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur. Sebab, kelangsungan hidup kadal raksasa itu rentan akibat konflik dengan manusia plus alih fungsi peruntukan lahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala BKSDA Nusa Tenggara Timur, Arief Mahmud, mengatakan komodo yang berada di Taman Nasional Komodo relatif aman. "Populasi stabil karena taman nasional mempunyai perangkat untuk mengelola secara intensif," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, di luar kawasan konservasi, komodo selalu terancam. Satwa endemik itu juga tersebar di beberapa kabupaten di Pulau Flores. Menurut Arief, fokus perhatian IUCN adalah habitat komodo di luar taman nasional karena minimnya perlindungan.
Kawasan Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca di Nusa Tenggara Timur. TEMPO/Ijar Karim
Direktur Jenderal IUCN, Brune Oberle, pada September lalu menerbitkan laporan yang memasukkan komodo ke daftar merah dengan kategori terancam punah (endangered). Status itu memburuk dari sebelumnya, rentan (vulnerable). Peningkatan ancaman datang dari efek perubahan iklim, terutama kenaikan air laut akibat pemanasan global. Menurut dia, perubahan iklim memberi ancaman lebih besar bagi hewan dan tumbuhan endemik di pulau-pulau kecil, termasuk komodo yang hanya ditemukan di Pulau Flores.
Meskipun subpopulasi komodo masih stabil, Oberle melanjutkan, habitat mereka di luar taman nasional terus berkurang akibat aktivitas manusia. Taksiran populasi komodo saat ini sebanyak 3.458 ekor, di antaranya 1.383 komodo dewasa. Mereka tersebar di delapan lokasi habitat subpopulasi dengan hampir 70 persen di Taman Nasional Komodo.
Arief mengatakan keterancaman komodo tersebar di daratan Flores. Saat ini habitat terfragmentasi di beberapa daerah, yaitu di Wae Wuul sebanyak 22-36 ekor; Pulau Longos 7-15 ekor; Pota 2-8 ekor; KEE HL, Pota, 7-39 ekor; Torong Padang 19-32 ekor; Pulau Ontoloe 13-24 ekor; Golo Mori 5-12 ekor; dan Tanjung Kerita 9-18 ekor. Sebagian besar komodo di Flores tersebar di luar kawasan hutan atau area penggunaan lain (APL) dan kerap bersinggungan dengan masyarakat.
Balai Konservasi NTT melakukan berbagai upaya untuk memitigasi risiko kepunahan komodo di Pulau Flores. Di antaranya menetapkan kawasan ekosistem esensial di Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Riung, Pulau Flores. "Kemampuan kami sangat terbatas dan perlu dukungan untuk melakukan upaya konservasi," kata Arief. "Apalagi komodo merupakan satu-satunya warisan dunia yang hanya ada di Indonesia."
Pemerintah tengah berupaya menyusun rencana perlindungan komodo di luar kawasan konservasi. Proyek ini digadang-gadang dapat memulihkan habitat komodo agar keluar dari daftar merah IUCN. Arief membuat simulasi untuk komodo di habitat kecil agar dipindahkan ke kelompok besar.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, menyatakan penetapan komodo ke dalam daftar merah IUCN berlangsung sepihak, tanpa melibatkan pemerintah Indonesia. "Sebetulnya komodo itu wild protective, kami jaga betul," kata dia.
Pakar reptil dari Institute Teknologi Bandung, Djoko T. Iskandar, mengatakan tanpa gangguan manusia pun keberadaan komodo selalu terancam. Hewan purba ini memiliki keanekaragaman genetika yang rendah dengan proporsi jenis kelamin yang timpang, yaitu tiga jantan per satu betina.
Akibatnya, beban reproduksi komodo sangat tinggi. Sementara usia betina tidak sepanjang jantan yang bisa rata-rata bisa sampai 30 tahun. Penelitian menunjukkan jumlah produksi telur mereka turun dari tahun ke tahun. "Saya tidak mengaitkan pendapat saya dengan rencana pemerintah, UNESCO, atau IUCN," kata Iskandar kepada Tempo.
Guru besar sistematika, ekologi, dan evolusi vertebrata kecil ini mengusulkan pemerintah melakukan intervensi untuk meningkatkan reproduksi mereka. Caranya dengan mencampurkan variasi genetik dari tiga kelompok komodo, yaitu asal Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Flores. "Tanpa intervensi dengan teknologi tinggi, komodo pasti punah," ujar Iskandar.
AVIT HIDAYAT | NAUFAL RIDHWAN ALY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo