MUSYAWARAH besar Kosgoro (Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong) ke-5 pekan lalu di Jakarta telah memilih Martono sebagai ketua umum pimpinan pusat kolektif Kosgoro periode 1985-1990. Martono sebelumnya adalah penjabat ketua umum, sejak meninggalnya Ketua Umum Mas Isman pada 1982. Kosgoro didirikan pada 10 November 1957 oleh sejumlah bekas anggota TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Kini Kosgoro memiliki cabang di 26 provinsi dan 364 daerah tingkat II di seluruh Indonesia. Dikenal sebagai salah satu organisasi pendukung utama Golkar, Kosgoro saat ini memiliki 34 anggota dari 244 anggota Fraksi Karya Pembangunan di DPR. Di tengah Mubes itu, yang diadakan di Wisma Haji Pondokgede, Jakarta Timur, Martono ditemui Didi Prambadi dari TEMPO. Berikut petikan wawancara tersebut. Dalam pidato pembukaan Mubes, Bapak antara lain mengatakan, perkembangan ekonomi yang terjadi sekarang perlu dikaji kembali. Maksudnya apa? Yang jelas dirasakan Kosgoro, ekonomi secara mendasar sudah diberi patokan UUD 1945 pasal 33. Isi sebenarnya, kalau dilihat dari semangatnya itu: ekonomi sebagai bagian dari kehidupan manusia Indonesia tidak bisa lepas dari falsafah bangsa Pancasila. Jadi, artinya harus gotong royong. Kegotongroyongan itu kini baru kita lihat dalam badan yang namanya koperasi. Padahal, gotongroyong itu juga bisa diterapkan dalam badan-badan yang nonkoperasi, di bidang swasta atau di bidang lain. Hal inilah yang saya coba tawarkan kepada para ahli ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? Karena dirasakan dan dilihat dalam kehidupan sehari-hari, perekonomian yang sekarang berjalan memang jelas kemajuan peningkatannya. Tapi dengan sistem yang sekarang ini, di sana-sini juga ada peningkatan kekayaan secara cepat. Sebaliknya, yang lemah juga makin lama semakin jauh mencapai kemakmurannya. Sementara yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Tentu ada hal yang perlu diperbaiki, yang Kosgoro sendiri belum tahu scope-nya. Karena itu, Kosgoro mengimbau agar masyarakat atau para ekonom mempelajari masalah ini. Jadi, bagaimana pendapat Kosgoro tentang sistem ekonomi sekarang? Masalahnya: bagaimana membuat warga negara Indonesia yang seharusnya menikmati kemerdekaan ini dengan bekerja bisa menghasilkan sesuatu yang bisa meningkatkan taraf hidup. Karena selama ini ternyata yang menikmati hanya sebagian golongan kecil saja. Dan golongan kecil ini memang mujur karena ada kesempatan, ada kepemimpinan, dan mungkin juga ada kekuasaan, sehingga bisa berkembang. Tapi, rakyat biasa, yang menjadi sasaran pembangunan, sekarang sudah banyak yang tertolong. Tidak benar kalau dikatakan rakyat kecil itu miskin. Kenyataannya memang sudah ada kemakmuran, tapi dibanding dengan teori yang semula, seakan ada kekuatan lain yang akan menguasai. Beberapa peserta Mubes mengatakan, sistem ekonomi sekarang cenderung ke kapitalistis dan liberalistis. Apakah ini sikap Kosgoro? Saya tidak mengatakan itu. Untuk menilai begitu, karena kami bukan ahli ekonomi kurang bertanggung jawablah pendapat yang demikian itu. Yang saya sampaikan: sistem ekonomi yang sekarang tolong dipelajari lagi. Jelasnya, begini. Kalau ada suatu kebijaksanaan berjalan, kemudian keadaannya begini, saya belum berani mengatakan bahwa itu salah. Melainkan kalau keadaannya begini, mari kita pelajari kembali, apakah benar atau tidak. Pada zaman Mas Isman, Kosgoro dikenal kritis. Namun, kini banyak yang menganggap Kosgoro agak melempem. Tanggapan Bapak? Ya, memang melempem. Mengapa? Ya, pada capek, mungkin. Ada falsafah di Kosgoro: jangan ngotot. Itu ajaran Mas Isman. Kalau dirasa capek, ya istirahat. Kalau sekarang Kosgoro dianggap melempem, ya sedang istirahat, mungkin. Kita lihat saja nanti, setelah Mubes ini bangun lagi apa tidak. Kosgoro 'kan bukan hanya saya. Kosgoro itu satu massa. Dengan Mubes ini kita mulai konsolidasi. Konsolidasi kegiatan diharapkan untuk tahun-tahun mendatang, lalu kelihatan nyata apa yang terwujud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini