Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajah Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf sungguh sumringah. Raut muka Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni pun tak kalah cerahnya.- Selasa sore dua pekan lalu, keduanya baru saja keluar dari sebuah pertemuan di kantor Departemen Agama. Inilah rapat untuk menetapkan peraturan bersama dua menteri mengenai pendirian rumah ibadah.
Pertemuan itu dihadiri 10 tokoh agama. Mereka merupa-kan wakil Persatuan Gereja Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Parisadha Hindu Dharma Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia, dan Konferensi Wali Gereja Indonesia. Berlangsung selama tiga jam lebih, pertemuan itu selesai pada pukul 14.00. Menurut Maftuh Basyuni, proses penetapan berjalan lancar.
”Peraturan bersama menteri ini diharapkan menjadi undang-undang agar lebih kuat lagi,” kata dia.
Aturan bersama itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 9/2006 dan Menteri Dalam Negeri No. 8/2006. Isinya berupa pedoman bagi kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama dan membangun rumah ibadah. Peraturan ini menggantikan Surat Keputusan Ber-sama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/1969, yang selama ini sering diprotes.
Kendati proses penetapan berjalan lancar, pembahasan yang dilakukan sebelumnya sungguhlah alot. Draf peratur-an bersama itu dibahas dalam berbagai pertemuan para wa-kil majelis agama yang berlangsung 10 kali sejak akhir September tahun lalu. Topik yang paling lama diperdebatkan adalah syarat-syarat untuk mendirikan rumah ibadah. Setelah pembahasan yang bertele-tele, akhirnya disepakati:- pembangunan rumah ibadah bisa dilakukan jika didukung 100 pemeluknya dan dukungan 70 warga.
Rupanya, hasil akhir masih diprotes oleh kalangan PGI, lalu pemerintah mengubahnya lagi. Itu sebabnya, dalam peraturan bersama yang ditetapkan, syarat pendirian tempat ibadah berubah menjadi: didukung 90 pengguna dan 60 warga sekitarnya. ”Saya baru tahu perubahan itu setelah ber-tanya ke staf Departemen Agama,” kata I Nengah Dana, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia.
Para wakil majelis agama tak kuasa menolak perubahan itu. Dalam pertemuan Selasa dua pekan lalu itu, pemerintah mengundang mereka hanya untuk memberikan masukkan. Menurut Nengah Dana, tidak ada pembahasan lagi. ”Kami tetap berterima kasih. Setidaknya kami dimintai masukan,” ujarnya.
Hanya, setelah peraturan ditetapkan, protes tetap muncul dari 42 anggota parlemen dari berbagai fraksi. Constant Ponggawa dari Fraksi Damai Sejahtera, misalnya, menilai persyaratan pendirian rumah ibadah itu melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan menja-lankan ibadah.
Sebagian tokoh Islam juga masih belum puas. Ketua- Umum Nahdlatul Ulama menyatakan aturan itu lebih sulit- dilaksanakan. ”Ini akan lebih ruwet dibanding aturan lama,” kata dia.
Kendati begitu, pemerintah akan tetap melaksanakan per-aturan bersama itu. Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri, Progo Nurdjaman, pemerintah tak mungkin menampung semua kepentingan tiap agama.
Sikap optimistis juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Zaenal Ma’arif. Dia yakin pemberlakuan peraturan itu tak akan mengusik kerukunan umat beragama. Soalnya, peng-aturan pendirian tempat ibadah juga dilakukan di negara lain. ”Setelah sosialisasi, saya yakin peraturan bersama bisa diterima,” kata Zaenal.
Begitu pula sikap Ma’rif Amien, salah satu ketua Majelis Ulama Indonesia. Dia menggambarkan, semua pemeluk- aga-ma dirugikan oleh peraturan itu. ”Tapi, karena sudah menjadi peraturan, kita harus tetap menjalankannya,” ujarnya.
Purwanto, Wahyu Dhyatmika, Olivia S, Yopiandi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo