Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wiranto banting setir jadi penyiar radio? Bukan. Ia, yang ketika itu baru dua hari dinonaktifkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dari jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, sengaja datang untuk siaran on air di studio Radio M97 agar bisa "menyapa" masyarakat Jakarta. Dua stasiun radio lain me-relay acara wawancara dengan Wiranto itu. Kegiatan publikasi yang jarang dilakukannya ketika aktif sebagai Menko Polkam atau petinggi militer itu rupanya terus berlanjut. Ayah tiga anak itu, setelah "manggung" di radio tadi, dua hari kemudian tampil di acara talk show di RCTI. Senin pekan ini, rencananya, giliran SCTV yang akan kedatangan tamu bekas ajudan Presiden Soeharto itu.
Biasanya, Wiranto tidak punya cukup waktu meladeni wartawan. Untuk mewawancarai Wiranto perlu prosedur birokrasi yang panjang, dan itu pun tidak gampang. Sudah sering terdengar, Wiranto sering "menunjuk" nama wartawan yang dikenalnya jika ia akhirnya bersedia diwawancarai. Dari catatan, sejak menjabat Menko Polkam sampai ia dinonaktifkan, hanya tiga kali ia memberi waktu untuk wawancara khusus kepada majalah berita Ibu Kota. Maka, wajarlah kalau banyak yang bertanya mengapa kini ia begitu mudah datang ke studio dan diwawancaraisama mudahnya dengan menelepon Nurul Arifin.
Ternyata, paket acara di radio itu memang "permintaan" Wiranto. Menurut pengakuan Ella Su'ud, pengarah acara di Radio M97 yang markasnya di Jalan Borobudur 10 tersebut, tadinya sebenarnya "pihak Wiranto" minta agar siaran on air di radio itu dilakukan hari Sabtu, sehari sebelum ia menerima keputusan nonaktif dari Gus Dur. Namun, pihak M97 menolak. "Saya sudah bikin acara sendiri, enggak bisa diubah," ujar Ella.
Pihak Wiranto yang dimaksud diwakili oleh Henny Lestari dari Kita Communications. Menurut pengakuan Henny, ia yang yang "mengatur" acara tersebut, termasuk ikut menghadirkan Nurul Arifin. Tapi Nurul Arifin bilang, "Ungkapan itu spontanitas saja, bukan rekayasa, apalagi untuk numpang beken."
Keterlibatan perusahaan jasa kehumasan dalam acara Wiranto itu bukan tanpa rencana. Maklum, sejak pekan silam, Kita Communications memang teken kontrak dengan mantan Panglima TNI itu. Tugasnya jelas, membentuk opini dan menarik simpati publik. Maklum, mantan Panglima TNI itu setelah "dilengserkan" sementara masih harus menghadapi peradilan hak asasi manusia untuk kasus Timor Timur. Sangat mungkin ia bisa terseret sebagai tersangka.
Selain acara bertajuk "Morning Show" di Radio M97, Henny juga sedang mempersiapkan sebuah acara lain, yaitu "Tiga Hari Bersama Wiranto". Pengambilan gambar ataupun pengisian suaranya sudah selesai dilakukan. "Cerita pendek" itu akan menvisualkan keseharian Wiranto, termasuk sisi-sisi humanisnya. Jadi, jangan kaget nanti jika di layar kaca tiba-tiba Anda menyaksikan sang Jenderal sedang main badminton, bernyanyi, atau mengendarai motor gede. "Untuk produksi dan blocking time (membeli jam tayang) di SCTV selama 30 menit dihabiskan biaya Rp 100 juta," Henny menegaskan. Rencananya, Rabu pekan ini film tersebut akan diputar mulai pukul 21.00 sampai 21.30.
Namun, Direktur Pemberitaan SCTV, Karni Ilyas, membantah Henny. Meski begitu, Karni menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan penyedia jasa kehumasan itu telah menghubungi bagian marketing. "Jika benar, kami dari redaksi akan menolak acara itu," katanya.
Selain Kita Communications, sebenarnya Wiranto juga punya tim humas lain. "Anggotanya dari kalangan militer dan sipil," kata pengamat militer M.T. Arifin. Tidak hanya itu. M.S. Ralie Siregar, mantan Direktur Utama RCTI, bersama beberapa mantan anak buahnya juga termasuk tim public relations mantan Menhankam itu.
Sejumlah dana besar, disebut-sebut mencapai Rp 20 miliar, pun telah disediakan untuk menyukseskan langkah tersebut, di antaranya untuk membeli jam tayang di sejumlah televisi swasta. Bahkan sempat terlontar ide agar acara wawancara dengan Wiranto itu di-relay semua jaringan televisi swasta alias di-pool. Namun, gagasan itu mandek karena tidak ada kesempatan dan waktu.
Belakangan, bentuknya diubah menjadi semacam wawancara eksklusif saja. Sejumlah televisi swasta pun dihubungi untuk maksud tersebut. Disebut-sebut SCTV dan RCTI sudah pernah dihubungi tim humas Wiranto.
Meski tidak membantah bahwa dirinya pernah menghubungi televisi swasta itu, Ralie membantah ada usaha membeli waktu. "Gila, enggak benar kita blocking time. Lagi pula, RCTI dapat Pak Wiranto tanpa lobi saya," tuturnya. Keinginan menghadirkan sosok Wiranto menurut Ralie adalah wajar saja karena Wiranto kini jadi perhatian masyarakat banyak. Jadi, "Bohong kalau ada media yang tidak tertarik wawancara khusus dengan Wiranto," katanya.
Soal besarnya dana juga dibantah Ralie Siregar. "Memang ada dana, tetapi itu untuk operasional, bukan untuk biaya kampanye Wiranto," katanya. Bahkan, salah satu ketua Gerakan Nasional Orang Tua Asuh itu malah mengaku pihaknya tidak dibayar, apalagi membayar, untuk membuat kampanye pembelaan Wiranto.
Bantahan juga datang dari pihak RCTI. Andi F. Noya, Wakil Pemimpin Redaksi, mengatakan bahwa isu tentang blocking time yang ujung-ujungnya menuding RCTI corongnya Wiranto sengaja disebarkan untuk menjatuhkan kredibilitas stasiun televisi berlogo kepala rajawali itu. "Kalau RCTI menggunakan cara itu, berapa juta uang yang harus ditagih RCTI ke Wiranto? Untuk acara short time saja mahal," ujarnya. Andi mengaku sudah lama menyiapkan acara itu, bahkan menjanjikan iming-iming bonus besar untuk reporternya yang mampu "menembus" Wiranto.
Bahwa Wiranto adalah berita besar, tentu tak dimungkiri semua. Sejak ia "berseberangan" dengan Presiden Gus Dur, ke mana saja ia pergi pastilah wartawan mengejarnya. Apalagi, namanya dikaitkan dengan kemungkinan digelarnya pengadilan internasional untuk kasus Timor Timur. Ia pula yang dianggap bertanggung jawab soal sejumlah kasus yang belum terkuak: Tragedi Trisaksi, Aceh, lenyapnya sejumlah aktivis prodemokrasi. Makin "nafsu"-lah wartawan mengejar Wiranto. Ia nyaris setiap hari muncul sebagai headline media massa, walau dengan nada tak menguntungkannya.
Lantas, salahkah Wiranto menggunakan jaringan media untuk memermak citra dirinya? "Saya kira sah-sah saja karena dia telah dipojokkan melalui pers dan dia membalas lewat pers pula," ujar Imam B. Prasodjo, pengamat politik asal Universitas Indonesia. Ya, apa salahnya. Apalagi kalau masyarakat diberi tahu bahwa siaran itu adalah "paket iklan" Wirantoagar rakyat tak salah "membeli" sang Jenderal.
Johan Budi S.P., Widjajanto, Hani Pudjiarti, Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo