TIGA minggu lalu, selama beberapa hari, masyarakat Jakarta
tertegun. Ada semacam teka-teki. Sejumlah spanduk terpampang di
tempat-tempat strategis. Dihiasai gambar gadis manis, bunyinya
cukup memikat: "Sudah Kutemukan". Di pojok-pojok kota juga
tertempel ribuan selebaran bernada sama. Dalam bentuk iklan,
kalimat itu juga terpasang di beberapa koran dan disiarkan oleh
sementara radio swasta niaga.
Apa yang sudah ditemukan? Ada yang mengira itu iklan kosmetik
anti 'bau badan' atau obat panu. Seminggu kemudian muncul
jawabnya -- juga dalam bentuk spanduk: "Sudah kutemukan hidup
yang berarti." Lalu disarankan menghubungi nomor-nomor telepon
351899 581320 884303 341982 581649 atau Kotak pos 4079,
Jakarta.
Iklan itu memang amat efektif. Buktinya dua penerbit ibukota
dengan tangkas ikut mendompleng. Salah satunya penerbit buku
novel, yang memasang spanduk di persimpangan jalan Lapangan
Banteng: "Sudah Kutemukan Novel Ali Topan II". Tak ketinggalan
sebuah perusahaan minyak angin, Sabtu pekan lalu ikut
mendompleng dengan memasang iklan di sebuah harian ibukota.
Tapi minggu lalu sejumlah petugas sibuk. Spanduk-spanduk semacam
itu diturunkan -- karena ijin pemasangannya habis. Juga spanduk
yang mendompleng pun terkena pula. Tapi orang yang mencatat
nomor telepon "Hidup Yang Berarti" masih bisa mencoba cari tahu.
Beberapa orang mencoba memutar nomor telepon itu. Penerima
telepon, pria atau wanita, enggan menyebut nama dan alamat.
Sebuah sumber TEMPO menyebut bahwa mereka dari "Kampus Crusade".
Mereka menyampaikan sebuah pesan, diucapkan seperti membaca teks
yang sudah disiapkan.
Isinya:
"Hallo, sudah kutemukan. Sudah kutemukan hidup yang berarti di
dalam Yesus Kristus. Kalau anda senang, kami akan menghadiahkan
sebuah buku dengan cuma-cuma yang menjelaskan bagaimana anda pun
dapat menemukan hidup yang berarti di dalam Yesus Kristus.
Apakah anda senang dengan bukitu? Kalau begitu, kami akan
mencata nama dan alamat anda untuk memudahkan pelayanan kami."
Dibiayai 39 Gereja
Mengapa tanpa alamat jelas? "Anda bisa membayangkan, betapa
repotnya kami melayani kalau banyak peminat datang ke alamat
kami," terdengar suara nyaring seorang wanita dari seberang
sana. Dan kalau pertanyaan lain diajukan segera dianjurkan
menulis surat ke alamat Kotak pos 4079, Jakarta. Dan telepon
segera diletakkan.
Banyak orang jadi ingin tahu apa kiranya reaksi Menteri Agama
Alamsyah. Sebab jelas ada semangat penyebaran ajaran agama di
telepon itu -- tapi caranya aneh, atau unik, dan agak berahasia.
Alamsyah sendiri menyebut itu sebagai tidak melanggar SK 70 dan
77 tentang ketentuan penyebaran agama. Lain halnya dengan Anas
Malik. Karena program tersebut "amat tersamar", Kepala
Penerangan Laksusda Jaya ini menganggapnya melanggar SK
tersebut. "Kalau yang menelepon kebetulan tidak beragama Kristen
bagaimana?" kata Anas.
Belakangan diketahui alamat nomor-nomor telepon tersebut. Satu
di antaranya, nomor 581230, milik Mayjen Ricardo Manik Julius
Siahaan, anggota DPR-RI Fraksi ABRI, Jalan Setiabudi V/27,
Jakarta. Kelima telepon tersebut masing-masing ditunggu oleh 5
orang, bertugas dari jam 6 pagi sampai 10 malam. Seorang penjaga
telepon menyebut, "hampir setiap menit telepon kami berdering."
Koordinator para petugas telepon itu adalah Salomo Situmorang,
62 tahun. Penyebar Injil ini ditemui oleh wartawan TEMPO di
rumah Siahaan Pariaman Jalan Malang 18, Jakarta, pemilik nomor
telepon 351899. Katanya, program itu untuk "menolong para pemuda
yang tersesat, misalnya yang ketagihan narkotik, dan tak tahu
mencari jalan keluar."
Program yang menurut Salomo "tak bermaksud mengkristenkan orang"
itu dibiayai oleh sekitar 39 gereja Kristen di Jakarta. Tak
kurang dari Rp 50 juta yang terkumpul. Tapi para petugas
-penerima telepon maupun pengantar buku -- tidak menerima
honorarium. Kecuali uang makan dan transpor. Mereka berasal dari
luar Jakarta.
Sampai pekan lalu, sudah sekitar 40. 000 pemesan buku yang
masuk, baik lewat telepon maupun lewat kotakpos. Tapi yang sudah
dilayani baru sekitar 2.000 alamat. Akan halnya Salomo sendiri
yang tinggal di Pulomas, Jakarta, adalah seorang pendeta. Ia
mengaku sering mendapat "mukjizat" sejak 1937. Bulan Oktober
1973 katanya ia bahkan mendapat ilham dari "Roh Tuhan". Ilham
itu ialah: ia melihat dengan jelas bahwa Darius Marpaung akan
tampil menggantikan Soeharto sebagai Presiden.
TB Simatupang dari Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI)
mengaku "secara resmi tidak tahu-menahu", meskipun "mendengar
rencananya setahun lalu". Agaknya gereja-gereja Kristen
Protestan yang menyelenggarakan program "Sudah Kutemukan" tidak
menjadi anggota DGI. Termasuk yang Advent dan sebagian
Pantekosta. Gereja-gereja anggota DGI (yang tidak lagi disebut
'sekte melainkan 'sinode') ternyata berjumlah 50. Padahal,
menurut Simatupang, yang terdaftar di Departemen Agama lebih
dari 200.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini