Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik
Aceh

Berita Tempo Plus

Susahnya Membagi Kecap

Ada kamp pengungsi yang belum mendapat bantuan, sementara di kamp lain barang-barang menumpuk. Akan segera menyiapkan database.

21 Februari 2005 | 00.00 WIB

Susahnya Membagi Kecap
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

ANAK-ANAK di kamp pengungsi Neuheun, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, menatap heli yang berseliweran di atas kepala mereka. Hari itu, entah sudah berapa belas kali kumbang-kumbang besi itu melintas di langit membawa karung-karung beras, mi instan, air mineral, dan lauk-pauk. Tak satu pun yang mampir ke kamp mereka.

Sejak jalur darat dari Banda Aceh terbuka, akhir bulan lalu, pengiriman bahan pokok melalui udara ke Neuheun dihentikan. Bantuan untuk kamp pengungsi yang berjarak sekitar 20 kilometer dari ibu kota itu digantikan truk. Sayangnya, truk-truk pengangkut bahan makanan pun tidak lagi singgah ke kamp yang dihuni 1.870 pengungsi korban bencana gelombang tsunami akhir tahun lalu itu.

"Sudah sepekan lebih kami tak mendapat sembako," kata Agus, pengungsi yang ditemui Tempo, Kamis pekan lalu. Para koordinator pengungsi masih terus berupaya mencari bantuan. Beberapa lembaga swadaya masyarakat yang mereka datangi mengaku sudah tak lagi menyediakan bahan pangan, karena tugas mereka telah memasuki tahap rekonstruksi, bukan lagi darurat.

Meminta ke pemerintah? "Wah, susah!" kata seorang koordinator yang menolak disebut namanya. Mereka masih ingat, pada hari ke-17 pascabencana, seorang menteri dari Jakarta datang ke kamp mereka didampingi Wakil Gubernur Aceh Azwar Abubakar. Di depan sorotan beberapa kamera televisi sang menteri menjanjikan jatah bantuan beras dua ton setiap minggu untuk kamp tersebut. Plong…!

Namun, bantuan itu tak kunjung datang. Mereka mengirim utusan ke Satuan Koordinasi Pelaksanaan (Satkorlak) penanggulangan bencana untuk mengambil jatah yang sudah dijanjikan. Eh, tanpa membawa surat keterangan dari aparat wilayah, barang tak bisa keluar dari gudang. Bergegas mereka mengurus surat keterangan dari kepala desa, tapi surat itu masih harus diteken camat dan distempel di kantor bupati.

Setelah pengurusan surat yang makan waktu beberapa hari itu, mereka balik ke Satkorlak. Di sana mereka mendapat jawaban, bantuan untuk wilayah Aceh Besar telah dikirimkan ke Kabupaten. Diburu ke kantor bupati, di situ sudah tersedia jawaban: bantuan telah disalurkan ke kecamatan masing-masing. Di kecamatan, aparat setempat mengaku belum menerima kiriman….

Pengungsi Neuheun mengaku, sejak bencana datang, mereka baru sekali mendapat jatah beberapa karung beras dari pemerintah. Bantuan lebih banyak dari lembaga swadaya dan negara asing. "Lebih mudah meminta bantuan kepada mereka," kata Zulfan, pengungsi. Selama ini mereka telah menerima bantuan bahan pokok, tenda, lampu minyak, kompor, hingga buku.

Bantuan itu mereka dapat dengan mendatangi posko-posko bantuan yang bertebaran di Banda Aceh. Dengan hanya berbekal data jumlah pengungsi dan jenis bantuan yang mereka butuhkan, esok harinya truk bantuan sudah datang ke kamp. Bantuan itu dibagikan langsung kepada setiap kepala keluarga pengungsi.

Penyaluran bantuan secara langsung ini bukan tanpa cacat. Terkadang, ketika satu lembaga swadaya membawa bantuan ke kamp pengungsi, beberapa jam sebelumnya sudah ada lembaga swadaya lain menyalurkan bantuan yang sama. Jika mereka memiliki data kamp lain membutuhkan barang serupa, mereka akan memindahkannya. Tapi sering kali mereka serahkan begitu saja.

"Lebih baik mereka menyimpan daripada tak mendapat sama sekali," kata Ariful Amir dari Lembaga Swadaya Nurani Dunia. Ari bercerita, pada awalnya Satkorlak yang dibentuk pemerintah meminta semua lembaga swadaya berkoordinasi dalam penyaluran bantuan. Namun, koordinasi itu ternyata memperlambat penyaluran.

Sejumlah lembaga swadaya akhirnya mengandalkan informasi dari koordinator pengungsi, yang sebagian telah melakukan pendataan dengan rapi. Kerja sama juga dilakukan antarlembaga swadaya, terutama dalam pendistribusian bantuan. Ketika satu lembaga swadaya akan mengirimkan tenda ke wilayah pantai barat, lembaga lain menitipkan bantuan buku-buku, atau susu bayi, dari organisasi yang berbeda.

LSM asing di Aceh dimudahkan dengan berada dalam koordinasi United Nation Office for Coordination of Humanitarian Affairs. Organisasi di bawah PBB yang mengurus masalah kemanusiaan ini memiliki data lokasi kamp pengungsi berikut jumlah dan peta bantuan yang telah disalurkan. Data yang mereka sebut "Siapa, Apa, dan di Mana" itu bisa dibuka lewat komputer sehingga memudahkan pengaturan bantuan.

LSM yang akan mendistribusikan kelambu tinggal melihat data kamp pengungsi mana yang telah menerima kelambu, berapa jumlahnya, dan siapa yang menyediakannya. Sehingga mereka tinggal memilih kamp mana yang belum menerima, disesuaikan dengan jumlah kelambu agar pengungsi tidak berebut.

Flora Fauna International (FFI), organisasi penggiat lingkungan yang biasa bekerja di wilayah pantai barat Aceh, merasakan kemudahan itu, terutama ketika mereka harus menyalurkan bantuan selain bahan pokok seperti sepatu, tenda, atau lampu minyak. Data itu memang tidak seratus persen akurat. FFI, misalnya, disebut sebagai organisasi penyedia tenda, padahal mereka hanya pernah ikut menyalurkan tenda dari organisasi lain. "Setidaknya kita punya pegangan," kata Tisna Nando, koordinator komunikasi di FFI.

Namun, pembagian langsung oleh organisasi asing tetap harus mendapat rekomendasi dari Satkorlak. Awal Februari lalu, sempat terjadi kasus penahanan enam truk milik International Organization for Migration (IOM) oleh Satkorlak. Juru bicara IOM, Arista Idris, mengakui mereka terlambat melaporkan dokumen bantuan dari pemerintah Brunei itu. "Untungnya masalah itu bisa diselesaikan dalam sehari," kata Arista, yang menolak menyebutkan jenis bantuan yang dipermasalahkan itu.

Meski semua bantuan dicatat Satkorlak, sangat sulit memperoleh data lengkap mengenai bantuan ini. Satkorlak hanya memiliki data primer tentang setengah juta pengungsi berikut demografinya. "Data ini laporan dari kabupaten dan kecamatan," kata Bukhari, Kepala Satuan Tugas pendistribusian pangan di Satkorlak. Data lain yang bisa diperoleh, di antaranya: jumlah bahan pangan yang telah disalurkan sekitar 6.000 ton beras, ratusan botol kecap dan sambal, serta beberapa kardus ikan asin.

Perinciannya tetap sulit dilacak. Misalnya, berapa botol kecap sudah disalurkan ke kamp mana. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, ketika berkunjung ke Aceh, Jumat pekan lalu, menyatakan database itu sedang disiapkan. "Segera akan kita buat," katanya.

Perihal kasus penahanan enam truk IOM, menurut sekretaris Satkorlak Hanif Asmara, insiden serupa sudah tiga kali terjadi. Namun, kini lembaga swadaya di bawah koordinasi PBB sudah mengerti dan memberikan komitmen untuk melakukan koordinasi dengan Satkorlak. "Masalahnya, tidak semua yang di sini dari PBB," katanya.

Ada juga keterbatasan kapasitas gudang-gudang darurat di masing-masing wilayah. Akibatnya, bantuan harus segera didistribusikan agar tidak rusak di gudang darurat itu. Jumlah alat transportasi juga sangat terbatas. Akibatnya, ada daerah yang menerima bantuan berulang kali, sementara kamp pengungsi lain sepi bantuan. Tentunya beda pendapat antara pemerintah dan LSM tak perlu berlama-lama. Kasihan anak-anak pengungsi di Neuheun, misalnya, yang terus menghitung heli yang beterbangan di atas kepala mereka.

Agung Rulianto, Yophiandi (Aceh)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus