Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda:

Berita Tempo Plus

Menutup Sejarah Kelam Masa Lalu

21 Februari 2005 | 00.00 WIB

Menutup Sejarah Kelam Masa Lalu
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Indonesia dan Timor Leste segera membentuk komisi kebenaran dan persahabatan. Komisi ini bertujuan mengubur sejarah kelam hubungan kedua negara yang sempat diwarnai pelanggaran hak asasi. Untuk mengetahui diplomasi Indonesia mengenai komisi itu, berikut wawancara wartawan Tempo Bambang Harymurti dan Maria Rita Ida Hasugian dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di Hotel Aryaduta, Jumat pekan lalu.

Anda baru mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Timor Leste Ramos Horta di Bali. Apa hasilnya?

Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan Presiden Xanana pada 14 Desember lalu menyepakati pembentukan commission on truth and friendship (CTF). Komisi ini dikelola bersama oleh Indonesia dan Timor Leste. Tujuannya, menutup bab sejarah atau beban masa lalu kedua negara. Selanjutnya, kedua negara lebih mengarah pada meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama. Ramos Horta yang mengusulkan nama friendship, bukan rekonsiliasi. Bagi Ramos Horta dan kami, rekonsiliasi sudah selesai tiga tahun terakhir. Tinggal bagaimana memperluas dan mengeratkan hubungan Indonesia-Timor Leste. Ini adalah reaksi dari usul Sekjen PBB Kofi Annan, Maret tahun lalu, untuk membentuk commission of expert atau komisi ahli. Komisi ini dimaksudkan untuk me-review seluruh proses penanganan masalah hak asasi di Indonesia dan di Timor Leste.

Apakah review itu sudah berjalan?

Belum. Indonesia mengirim mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas, Maret lalu, untuk bertemu Kofi Annan. Kofi Annan lebih memastikan akan membentuknya, tinggal soal waktu. Mei lalu, saya bertemu Ramos Horta di Bali, membicarakan sikap Indonesia-Timor Leste. Sebab, jika melalui pembentukan komisi ahli, terbuka peluang lahirnya dua kemungkinan rekomendasi. Pertama, international tribunal, dan kedua, reconciliation and truth. Pada September lalu saya bertemu Kofi Annan untuk menyampaikan sikap bahwa pada dasarnya kami menolak pembentukan komisi ahli, dan menjadi keputusan dalam pertemuan antara Presiden Megawati dan Presiden Xanana di Bali pada 14 Mei lalu.

Apakah waktu itu Presiden Xanana sudah bertemu Wiranto?

Sudah, tapi belum menemukan format. Pak Wiranto mulai bersikap lebih rekonsiliatif. Ada satu poin, Pak Wiranto ingin memberikan kesaksian, tapi saya menyela tidak setuju. Sebab, serious crimes unit bukan proses internasional. Dia tidak punya yurisdiksi internasional. Jadi, bukan soal goodwill. Pada 21 Desember seingat saya, saya dan Ramos Horta bertemu Sekjen PBB. Pada 22 Desember saya dan Ramos Horta bertemu Colin Powell. Karena Ramos Horta sudah pulang, saya sendiri bertemu Presiden Uni Eropa, 24 Desember. Kantor di Belanda tutup karena Natal. Esensinya kami melobi. Kami menyampaikan bahwa kami tahu Sekjen akan membentuk CoE tapi kami sudah membuat keputusan bersama untuk membentuk CTF. CTF ini bukan kami maksudkan proses paralel dari CoF, tapi sebagai alternatif.

Anda menyampaikan hal itu ke Colin Powell?

Ya. Dalam pelanggaran besar hak asasi, memang opsinya hanya itu. Mau diselesaikan menurut pendekatan hukum atau truth and reconciliation. Ketika Powell mengatakan bahwa kami bisa menarik manfaat dari CoE karena itu pekerjaan paralel, saya bilang: tidak.

Mengapa pemerintah Indonesia keberatan dengan komisi ahli?

Komisi ahli akan membawa kembali seluruh proses Indonesia dan Timor Timur ini ke mahkamah internasional. Apakah itu satu proses yang efektif atau juga akan didukung oleh negara lain, termasuk Barat. Soal efektivitas bisa dipertanyakan. Sebab, proses yang ada sekarang tidak menghasilkan apa-apa. Dewan Keamanan sudah memutuskan untuk membentuk international tribunal di Kamboja. Saya mendengar berita, Jepang sudah menyumbangkan US$ 20 juta. Padahal itu memerlukan biaya US$ 111 juta. Pemborosan luar biasa. Banyak negara enggan menyumbang.

Bukankah CoE bisa mengusulkan truth and reconciliation?

Kalau opsi tribunal sudah dikesampingkan, kan tinggal truth and reconciliation. Ngapain melingkar-lingkar membentuk satu proses melalui CoE kalau ujungnya hanya itu. Ketika kami sampaikan, Powell kaget juga. Dia bilang itu kerjaan Kofi Annan. Di Afrika Selatan, apartheid adalah kejahatan kemanusiaan. Tapi dunia membiarkan memberikan kesempatan pada proses truth and reconciliation, terbukti berhasil baik. Ramos Horta bilang ke Kofi Annan bahwa keadilan paling besar yang sudah diperoleh Timor Timur adalah kemerdekaan itu sendiri. Lalu kami bertanya mengapa Kofi Annan bersikukuh dengan CoE. Ia menjawab bahwa CoE adalah mandat Dewan Keamanan PBB, yang sebetulnya tidak dalam artian eksplisit menugasi Sekjen untuk membentuk CoE.

Kofi Annan kan dekat dengan Ramos Horta sejak muda?

Dekat, tapi dari awal Horta tidak setuju dengan konsep CoE.

Negara mana yang mendukung CoE?

Uni Eropa. Waktu itu Ketua Uni Eropa adalah Belanda.

Bagaimana Amerika?

Amerika tampil dengan commission of truth tanpa reconciliation.

Bagaimana prinsip kerja komisi ini?

Caranya, tidak membuka kasus. Komisi menggali dari dokumen yang sudah ada. Di Indonesia ada hasil penyelidikan KPP HAM. Kedua, proses sidang ad hoc banyak yang bisa dimanfaatkan. Di Timor Leste ada proses truth and reconciliation. Jadi, sudah banyak data yang diungkapkan di situ.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus