Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tak Putus Dirundung Konflik

Pengadilan memutus perkara perseteruan petinggi dan pendiri Gereja Bethany Indonesia. Namun perselisihan berlanjut.

16 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jalan Sudarman hingga Gedung Olahraga Kaliwates menjadi catwalk lebih lama pada musim karnaval tahun ini. Sebelumnya, jalan sepanjang 3,6 kilometer itu menjadi panggung Jember Fashion Carnaval (JFC) sehari, sedangkan perhelatan ke-12 ini berlangsung enam hari, yang puncaknya digelar 26 Agustus lalu.

Dynand Fariz, penggagas karnaval itu, ingin menjadikan Jember sebagai trendsetter fashion dan karnaval kelas dunia. "Saya ingin Jember menjadi kota tambang kreativitas." Manajer JFC Budi Setiawan mengatakan JFC 2013 diharapkan menjadi pelopor karnaval modern yang mengilhami kota-kota lain. "Sekaligus pemicu tumbuh-kembangnya industri kreatif dan pariwisata."

Selama karnaval yang diikuti 750 peserta itu, ribuan orang datang menonton. Budi mencatat karnaval itu diliput 2.904 wartawan dan fotografer—37 di antaranya dari media asing. "Tingkat hunian hotel penuh hingga 100 persen. Sektor perdagangan dan pariwisata meningkat drastis," ujar Dynand.

Gebyar festival rupanya tidak berhenti setelah pesta berakhir. Karnaval memberi pilihan profesi yang lebih beragam bagi warga Jember, yang selama ini lebih dikenal sebagai daerah agraris. Intan Ayundavira, 25 tahun, Yongky Kusuma Wardhana (22), Novel (19), dan Ivan (23) adalah warga Jember yang menemukan bakatnya setelah terlibat karnaval sejak usia belia.

Intan adalah desainer fashion lepas yang kini berkarier di Jakarta. Yongky menjadi penyelenggara pesta pernikahan yang lumayan beken di Jember. Sedangkan Novel dan Ivan mulai merancang kostum karnaval. "Masih merintis, kecil-kecilan, dan musiman," ujar Ivan. Tapi keduanya mulai mendapat pesanan dari luar kota, seperti Lumajang dan Banyuwangi, yang menggelar karnaval seperti JFC.

Karnaval Jember telah memperkenalkan mereka kepada fashion. Intan diajak ibunya, yang menjadi penjahit, ikut karnaval sejak berusia tiga tahun. "Saat JFC pertama, saya cuma jadi pupuk bawang yang ditugasi membawa plang tulisan di depan parade." Beberapa tahun berikutnya, Intan ikut mendesain kostum karnaval yang dikenakan oleh dia sendiri dan adiknya. Adapun Yongky mengikuti JFC sejak delapan tahun lalu, ketika masih duduk di kelas II sekolah menengah pertama. "Saya diajak tetangga," ujarnya. Selama tiga kali mengikuti JFC pada 2004-2006, Yongky selalu menjadi peserta terbaik.

Seperti Yongky, Intan peraih JFC Award, penghargaan tertinggi karnaval itu. Peraih penghargaan diberi kesempatan mengikuti kursus singkat di sekolah mode Esmod di Jakarta. Kesempatan inilah yang menjadi pendorong keterlibatan mereka dalam dunia mode. Memang, keduanya tak seketika meraup banyak pesanan.

Intan kecantol di Jakarta. Setelah kursus singkat itu, Intan aktif mengikuti lomba merancang busana. Karena dua kali memenangi lomba, ia mendapat beasiswa untuk kembali belajar di Esmod Jakarta selama tiga tahun. Kini Intan sudah memiliki label sendiri dan rancangannya lumayan laris. Ia juga menjadi dosen di almamaternya dan wartawan untuk sebuah majalah perempuan.

Intan kini banyak mengerjakan order dari desainer, rumah busana, serta perusahaan yang membutuhkan seragam untuk pegawainya. Merek lokal seperti Bloop Endorse, Nefertiti, My Brand Is My Brand, dan butik Nouvelle Entree, yang bermarkas di Australia, adalah beberapa di antaranya. "Saya jadi subkontraktornya." Ia juga mengerjakan pesanan langsung dari klien perorangan. Intan mengaku bayarannya sebagai desainer belum mahal, tak sampai puluhan juta rupiah.

Yongky membangun bisnis sepulang dari Jakarta. Selepas sekolah menengah kejuruan jurusan tata busana, juri JFC hingga 2011 itu sempat mengikuti kursus singkat di Jakarta dan menjadi desainer di sebuah perusahaan yang melayani pesanan busana untuk acara-acara di stasiun televisi. Rancangannya dikenakan pesohor seperti Krisdayanti, Yuni Shara, Tamara Geraldine, dan Ikke Nurjanah. "Sampai jadi asisten desainer busana untuk KD dan Yuni Shara," ujar Yongky.

Tapi, karena masih begitu muda dan kerap kangen rumah, Yongky memutuskan pulang kampung. Teman-temannya berusaha menahannya. "Kalau kamu di Jember,enggak bakal berkembang. Jember itu kota kecil."

Pulang dari Jakarta, Yongky membuka salon kecantikan dan menerima jahitan. Setahun berbisnis salon, ia banting setir menjadi penyelenggara pesta pernikahan. Salon kecilnya, yang menem­pati bagian depan rumah orang tuanya di Jalan M.H. Thamrin, dirombak menjadi kantor Yongky Wedding Organizer sejak 2011. "Dengan begini, saya bisa lebih maksimal mengekspresikan bakat dan skill saya." Ia bisa merancang busana dan make-up hingga mengatur tampilan pesta pernikahan. Di JFC, rancangan dan make-up karya Yongky banyak dipuji.

"Alhamdulillah, pada 2012, baju saya dikenakan Fitri Carlina(pelantun lagu dangdut ABG Tua, yang sedang hit) dan Puteri Indonesia 2013 Vania Larissa, Junilalu." Yongky mengakui semua itu berkat kesempatan belajar di JFC dan Esmod, yang mengharuskannya bekerja total.

Meski sudah punya nama di Jember, Yongky masih berkeinginan menaklukkan Jakarta dengan rancangan kebaya andalannya. Cita-cita itu dicicilnya melalui pameran tunggal desainnya di Jember. "Mungkin setelah bikin pameran tunggal, baru ke Jakarta, meski saya enggak suka macetnya," ujarnya seraya tertawa.

Intan dan Yongky mengakui JFC sebagai batu loncatan untuk karier mereka di bidang fashion. Menurut Intan, gaung karnaval ini mulai menyita perhatian banyak kalangan. Parade busana yang ditandai dengan desain yang mendetail, ceria, serta penuh warna dan aksesori ini pada akhirnya membentuk identitas Kota Jember. "Diakui atau tidak, perhelatan itu ikut menumbuhkan kesadaran beberapa kota lain untuk menciptakan ruang dan apresiasi di bidang busana," kata Intan. Karnaval yang tidak hanya gebyar sesaat.

Endri Kurniawati, Mahbub Djunaidy, Riky Ferdianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus