Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Takbiran Berdarah di Makassar

Tiga tersangka pengebom Makassar dibekuk. Kartu berobat milik tersangka yang tewas di lokasi jadi pemandu polisi.

1 Desember 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ACARA berbuka puasa di McDonald's, Mal Ratu Indah, Makassar, pada Kamis silam mendadak berubah menjadi maut. Ledakan keras disusul rontoknya plafon dan pecahnya kaca menghalau puluhan pengunjung dan pegawai restoran cepat saji di Jalan Dr. Sam Ratulangi di Sulawesi Selatan itu. Di tengah jerit tangis, teriakan ketakutan, dan kepanikan, mereka berebut keluar dari pintu dan jendela kaca yang telah berantakan. Selang sejam kemudian, terdengar letusan lain yang tak kalah kerasnya. Sumber bunyi berasal dari ruang pamer mobil milik keluarga Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Yusuf Kalla di perempatan antara Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Andi Pangeran Pettarani. Namun tak ada korban jiwa karena semua pegawai telah meninggalkan ruang kerja mereka. "Hanya ada kaca pecah sedikit, ledakannya kecil kok. Mobil tak ada yang kena," kata Yusuf Kalla. Ledakan di Mal di jantung Makassar itu memang lebih dahsyat. Seorang anggota satuan pengamanan, Gufron Rosadi, 60 tahun, dan pengunjung restoran cepat saji, Ria Krisnawati, 19 tahun, tewas akibat luka-luka di tubuhnya setelah dilarikan ke rumah sakit. Di titik ledakan, polisi menemukan satu sosok mayat dalam keadaan mengenaskan. Telapak tangan dan kakinya hancur dan nyaris copot dari badannya. Tak ada tanda pengenal yang dapat menunjukkan jati diri korban. Aparat lalu menyebarkan sketsa wajah mayat untuk mencari tahu identitasnya. Teka-teki soal jati diri korban tak berlangsung lama. Secarik kartu berobat tertanggal 12 Oktober 2002 yang ditemukan di kantong mayat menjadi kunci polisi mengungkap identitasnya. Belakangan diketahui, dia bernama Azhar Daeng Salam, 26 tahun. Pada kartu itu tertulis nama sebuah klinik Jalan Basuki Rachmat, Palu, Sulawesi Tengah. Rupanya beberapa waktu lalu, pemuda berperawakan sedang ini pernah datang ke klinik. Azhar bermaksud mengobati luka di bahu kirinya akibat tembakan panah beracun di Poso, Sulawesi Tengah. Kepala Polisi Daerah Sulawesi Selatan, Inspektur Jenderal Firman Gani, lantas menetapkan Azhar sebagai salah satu dari lima tersangka pengebom malam takbiran di Makassar. "Penetapan status mereka berdasarkan pengolahan data di lokasi dan petunjuk lain," katanya. Mayat Azhar ditemukan dalam keadaan jongkok dengan sedikit membungkuk di ruang penyimpanan alat-alat kebersihan (janitory) restoran waralaba tersebut. Polisi menduga, Azhar berusaha mematikan alat pengatur waktu (timer) yang melekat pada bom. Tapi gagal. Akhirnya ia menyadari tak bisa membuka dari dalam pintu ruangan berukuran sekitar 75 centimeter x 1 meter tersebut, dan akhirnya..blaaar. Selain Azhar, polisi juga menetapkan Muhtar Daeng Lau, Usman, Ilham, Agung Hamid dan Masnur sebagai tersangka. Munculnya nama mereka tak lepas dari data intelijen tentang sembilan perakit bom di luar struktur militer dan polisi Makassar. Nama Muhtar telah lama bertengger dalam daftar yang telah dikantongi polisi. Kecuali Muhtar pada Kamis malam itu pula polisi berhasil memeriksa delapan perakit bom. Hasilnya nihil. Kecurigaan aparat mulai muncul ketika mengetahui Muhtar, yang tercatat tidak memiliki pekerjaan, ternyata memiliki rumah di Jalan Nuri, Makassar, dan sebuah hunian lain di Pangkajene, Kabupaten Pangkep, sekitar 60 kilometer dari Ibu Kota Provinsi. Baru selepas Subuh polisi berhasil mencokok Muhtar. Hasil pemeriksaan dari alat pengendus bahan peledak, ion scanner, menemukan residu peledak di jari Muhtar. Dalam pemeriksaan Muhtar buka kartu menyebutkan peran Azhar, Usman, Masnur, Agung dan Ilham. Sebagian dari tersangka adalah aktivis Laskar Jundullah, sebuah organisasi yang berada di bawah payung Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) Sulawesi Selatan. Firman belum menemukan kaitan antara KPSI dan aksi bom itu. Sekretaris Jenderal KPSI H. Azwar Hasan menegaskan bahwa organisasinya sama sekali tak pernah menganjurkan kekerasan. "Ini adalah perbuatan biadab, apalagi dilakukan di saat orang masih berbuka puasa," ujar Azwar. Untuk diingat, dalam perundingan damai Malino, yang digagas Menteri Yusuf Kalla, Laskar Jundullah termasuk kelompok yang menolak. Agus Dwikarna, sang panglima laskar, kini ditahan di Filipina karena kepergok membawa bom rakitan dalam kopornya. Agus "beda garis pandangan" dengan Yusuf Kalla. Spekulasi ini dibantah Yusuf Kalla. Ia mengaku kenal baik dan tak ada masalah dengan KPSI dan Jundullah. Firman mengaku masih terus mengusutnya lebih lanjut. Yusuf juga pagi-pagi telah menepis dugaan persaingan bisnis di balik ledakan pada mal dan ruang pamer milik keluarganya. Pekerjaan rumah polisi Makassar agaknya masih bertumpuk. Widjajanto, Tomi Lebang, Syarief Amir, Muannas (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus